chapter enam belas || semoga bertahan sampai akhir

184 22 8
                                    

Ren itu adalah seorang kakak, perannya pun sangat penting untuk adiknya. Ketika adiknya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, maka Ren harus menjadi seseorang yang membuat adiknya mampu menjalani kehidupannya dengan baik.

Tidak semua hari itu menyenangkan, dan tidak semua kehidupan bisa dijalani dengan normal. Sama halnya dengan Haruka, yang hidup dalam perihal rasa sakit. Dia sampai lupa rasanya bahagia, itu pun jika Ren tidak berusaha sekuat tenangnya. Untuk memberikan kebahagiaan, kemungkinan terbesar. Haruka akan menjadi seseorang yang tidak yakin pada hidupnya sendiri.

Ren tidak bisa merasakan kebahagiaan seorang diri, jika adiknya nyaris tak bisa bahagia. Maka dari itu, dia selalu mementingkan adiknya terlebih dulu. Dari pada hidupnya sendiri, semua dilakukannya karena hanya dia satu-satunya keluarga bagi Haruka. Yang selama ini peduli padanya.

Namun, ibunya yang sangat diharapkannya datang pada Haruka. Kini benar-benar memberikan kasih sayang yang layak, yang sudah seharusnya dia berikan pada Haruka.

"Haruka, ibu sudah buatkan makanan favoritmu. Makan yang banyak, jangan sampai tidak dihabiskan ya. Haruka mau jus apa? Ibu buatkan sekarang," ucap wanita baya itu, yang lebih perhatian dari sebelumnya.

Ren tersenyum saat mendengarnya, dia senang melihat hal seperti ini terjadi. Bahkan melihat adiknya yang terkejut itu, rasanya lucu sekali. Haruka pasti tidak menyangka, tentang apa yang didengarnya.

Ibunya juga lebih lembut, dia memberikan perlakuan terbaiknya untuk Haruka. Yang bahkan tidak pernah diberikannya pada Haruka. Tapi kali ini, ibunya dengan terang-terangan memperlakukannya dengan baik.

Hari ini ayah mereka tidak ada, pria baya itu sudah pergi dari pagi buta karena pekerjaannya yang belum diselesaikan dengan cepat. Tiba-tiba saja ibunya memasakan makanan favoritnya, dan tersenyum manis padanya.

Air mata Haruka menetes, dia benar-benar tidak menduganya sama sekali. Melihat Haruka yang menangis, sang ibu mendekat lebih dulu dari pada Ren. Dia memeluk putranya dengan erat, dengan pelukan terhangatnya.

"Kenapa Haruka menangis? Apa yang sakit? Selama ini Haruka memendam semuanya sendirian ya," ucap sang ibu, yang matanya mulai berkaca-kaca.

"Ibu aku tidak ingin terbangun dari mimpi ini, tolong jangan bangunkan aku," katanya sambil membalas pelukan dari ibunya.

Ren pun mendekat juga, dia mengelus pelan punggung adiknya. "Sayangnya ini bukan mimpi, Haruka. Ini adalah kenyataan yang ada, kau tidak harus berharap ini hanya sekadar mimpi."

Mendengar penjelasan dari kakaknya, Haruka semakin menangis sesenggukan. Dia benar-benar senang, dia terharu dengan apa yang telah dilihatnya. Dekapan yang hangat inilah yang selalu Haruka harapkan. Dia tidak menyangka sama sekali, bahwa ibunya bersedia memberikan dekapan itu lebih dulu tanpa Haruka memohon padanya.

Memang seperti mimpi, jika yang dilihatnya sekarang mimpi pun. Haruka tidak ingin terbangun dari mimpinya.

"Ib-ibu."

"Haruka maafkan ibu selama ini, ibu tahu tidak mudah bagimu untuk memaafkan ibu. Selama ini rasa sakit yang kau rasakan, terciptakan dari perlakuan ibu bukan? Maaf karena tidak memerankan sosoknya seorang ibu yang baik," katanya bersamaan dengan air matanya yang menetes deras.

Haruka menggelengkan kepala, dia tidak suka jika ibunya mengatakan hal sedemikian. Memang segala rasa sakitnya, diciptakan oleh ibunya sendiri. Tapi dia tidak ingin mengakuinya, dia ingin baik-baik saja dengan beranggapan ibunya. Adalah malaikat tak bersayap itu.

"Ibu aku menyayangimu, aku tidak pernah membenci ibu sama sekali. Terimakasih karena ibu menerimaku," ucap Haruka yang setelahnya mengukir senyumannya dengan lebar.

𝐾𝑒𝑡𝑢𝑙𝑢𝑠𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑘𝑎𝑘 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang