chapter tiga belas || bahkan diam saja, masih di hinakan

216 31 1
                                    

Kehidupan Haruka memang tidak pernah baik-baik saja. Banyak orang-orang di sekelilingnya yang membencinya tanpa alasan yang pasti. Padahal Haruka tidak pernah mengusik kehidupan mereka, dia juga bukan seorang pembunuh yang pantas untuk di benci.

Benar sekali, hidupnya memang tidak ada artinya sama sekali. Meskipun begitu Haruka tetap saja takut akan kematian. Yang membuatnya memutuskan untuk bertahan hidup, sekalipun dia merasakan sakit yang luar biasa.

Menyembuhkan diri baginya sudah sulit, dia justru dipaksa untuk baik-baik saja oleh semesta. Bagaimana caranya berdamai dengan keadaan, jika Haruka tidak pernah menginginkan perdamaian dalam hal apapun.

Awalnya Haruka berpikir jika dia diam saja, semuanya akan baik-baik saja. Namun ternyata dia salah. Hal seperti itu tidak akan membuat keadaannya tetap baik-baik saja.

Kebencian itu masih ada, dan hinaan itu masih terdengar jelas di rungu Haruka. Bagaimana caranya untuk mengatasinya, bagaimana juga caranya untuk kuat dalam perihal derita seperti ini.

"Haruka," panggil sang bunda yang sudah berada di ambang pintu kamar Haruka.

Anak itu menoleh, dia sedikit merasa takut. Karena hubungannya selama ini dengan orangtuanya juga buruk. Haruka takut, jika nantinya dia hanya akan menerima kata-kata menyakitkan. Lagian bukan hanya orang lain saja, bahkan kepada orangtuanya perihal luka tetap berlaku.

Melihat anaknya yang bahkan tidak menjawab panggilannya. Wanita baya itu pun mendekat ke arahnya. Dia memberikan tatapannya dengan sendu. Entah apa yang terjadi saat ini, Haruka tidak mengerti dengan kedatangan bundanya yang secara tiba-tiba itu.

"Bagaimanapun aku ini seorang ibu, ketika kau terluka. Dan ketika aku membencimu, rasanya menyesakkan sekali. Kenapa aku melakukannya, kenapa aku memberikan luka pada anakku," ucapnya yang menyentuh pipi Haruka.

Haruka yang terkejut dengan perlakuan bundanya pun lantas menepis tangan bundanya itu. Dan justru memilih untuk pergi, Haruka tidak mempercayai perkataan bundanya. Karena sang bunda pernah mengatakan kalimat kebencian.

Bagaimana bisa Haruka mempercayai ketulusannya. Jika memang peduli, dan jika memang merasa kasihan. Sedari awal dia tidak membiarkan Haruka terlalu sering merasakan sakit. Sulit untuk memaafkan sebuah perlakuan menyakitkan yang telah diberikan.

Saat Haruka berlari keluar dari kamarnya, dia tidak sengaja menubruk Ren. Kakaknya itu pun menarik tangannya, membuat Haruka otomatis menghentikan langkahnya.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa," Haruka tidak ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimanapun Haruka masih tidak mempercayai tentang apa yang terjadi barusan.

Lagian ini pastinya bukan kenyataan yang sebenarnya. Sang bunda tetaplah seseorang yang membencinya lebih dari apapun. Wanita baya itu, tidak akan memberikan kasih sayangnya pada Haruka. Seorang anak yang telah di hinakan olehnya dari awal.

Haruka hanya ingin memperlihatkan pada kakaknya, bahwa dia tidak kenapa-kenapa. Ren itu kakaknya yang paling memperdulikannya, ketulusannya pun tidak bisa diragukan. Itu sebabnya kenapa Haruka tidak mau membebani kakaknya, hanya karena dia peduli padanya.

"Kalau ada apa-apa kasih tahu kakak, jangan kebiasaan buat diam ya," ucap Ren memberikan usapan lembut pada pundak adiknya.

Kali ini dia benar-benar percaya pada Haruka, mungkin karena Haruka memang terlihat tidak kenapa-kenapa. Itu sebabnya sang kakak tidak memikirkan perihal buruk. Tidak apa-apa, akan lebih baik jika kakaknya tidak mengetahuinya.

 Tidak apa-apa, akan lebih baik jika kakaknya tidak mengetahuinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐾𝑒𝑡𝑢𝑙𝑢𝑠𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑘𝑎𝑘 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang