TLS [6] : Teman Baru

693 42 6
                                    

[Bagian Enam]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bagian Enam]

________________

"Hubungan itu seperti tanaman. Perlu dirawat, diberi perhatian, dan kadang-kadang perlu dipangkas agar bisa tumbuh lebih kuat"

________________

"Fuck!" Vior mengumpat pelan, suaranya bergetar menahan amarah yang memuncak.

Vior melangkah keluar dari ruangan Wakil Rektor 3, jantungnya berdegup kencang dan darahnya terasa mendidih. Kekecewaan dan amarah berkecamuk dalam dirinya, membuatnya nyaris kehilangan kontrol.

Vior merasakan dadanya sesak, seolah ada beban berat yang menghimpitnya. Ia, Saviora Arunika Adisti, si bintang kampus yang selalu bersinar, kini merasa dipadamkan begitu saja. Selama tiga tahun berturut-turut, ia telah menjadi wajah kampus, membawa nama baik universitas ke berbagai ajang. Tapi sekarang? Mereka menolaknya dengan alasan yang menurutnya tidak masuk akal.

Memberikan kesempatan pada yang lain? Apa maksudnya? Bukankah seleksi justru untuk memilih yang terbaik?

Keangkuhan yang biasanya menjadi tameng Vior kini goyah. Ia merasa diremehkan, seolah-olah semua pencapaiannya selama ini tidak ada artinya. Rasa tidak adil memenuhi setiap sudut pikirannya.

"Vi!"

Suara Naya membuyarkan lamunan Vior. Ia melihat sahabatnya itu berlari menghampiri, wajahnya penuh kekhawatiran. Vior merasakan sedikit kelegaan melihat kehadiran Naya. Setidaknya ia masih memiliki sahabat yang mendukungnya.

"Gimana? Gimana? Mereka bilang apa?" tanya Naya, nada suaranya penuh antisipasi.

Vior menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum menjawab. Namun, nada suaranya tetap dingin saat ia berkata, "They said no."

Vior bisa merasakan harga dirinya terluka saat mengucapkan kata-kata itu. Ia selalu menjadi yang terbaik, yang terdepan. Tapi kali ini, ia merasa seperti dibuang begitu saja.

"WHAT?!" Naya memekik, matanya membulat tidak percaya. "Kok bisa?! Mereka nggak tau apa kalau lo tuh udah kayak trademark duta kampus kita?!" lanjut Naya, suaranya penuh emosi.

Sementara itu, Garis yang berdiri di samping mereka, mengamati situasi dengan tenang. Vior bisa merasakan tatapan Garis yang penuh selidik, seolah berusaha membaca apa yang sebenarnya terjadi.

"Naya," Garis menegur pelan, memberikan tatapan yang menyiratkan agar Naya lebih tenang.

Vior mendengus, bersandar pada dinding koridor. Ia merasakan energinya terkuras habis oleh kekecewaan. "Katanya biar ada kesempatan buat yang lain. Plus, karena gue udah semester 7, mereka takut gue nggak bisa maksimal. Bullshit, I tell you."

The Love SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang