HIH : O9

222 52 6
                                    

Jennie membuka mata perlahan, netranya menangkap pemandangan yang familiar, benar itu adalah kamarnya. Jennie mencoba untuk bangkit dari tidurnya, ia kemudian bersandar pada bahu tempat tidur.

Matanya kembali bergerak melihat jam dinding di kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia mengerutkan kening, apa yang terjadi? Berapa lama dirinya tak sadarkan diri?

Tak lama, pintu kamar terbuka dan nampak Wonwoo dengan ponsel di tangannya. Pria itu segera menghampiri Jennie, ia meraih secangkir air yang ada di atas nakas kemudian membantu Jennie meminumnya perlahan.

"Masih pusing?" tanya Wonwoo memastikan keadaan Jennie.

Jennie tetap menggelengkan kepala, meskipun sebenarnya ia masih merasa sakit pada beberapa bagian tubuhnya. Ah benar, Jennie baru teringat hari ini adalah jadwalnya ia kedatangan tamu. Namun, biasanya ia hanya akan merasakan pusing dan sakit di beberapa bagian tubuhnya, tidak sampai pingsan seperti sekarang.

"Mau makan dulu? Atau, mau lanjut tidur aja?" tanya Wonwoo kembali membuyarkan lamunan Jennie.

"Wonwoo, tadi aku—,"

"Kamu pingsan di apartemen Yerin." sela Wonwoo yang sudah mengetahui pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh sang istri.

Apa yang membuatnya pingsan?

Es teh dari Rowoon atau es Jeruk dari Yerin?

Tapi, bukankah tidak masuk akal jika es Jeruk dari Yerin yang menyebabkan dirinya pingsan?

Karena setahu Jennie, obat tidur butuh beberapa waktu untuk bekerja. Namun saat itu, dirinya langsung pingsan setelah tak lama menegak es jeruk itu sampai habis, waktunya bahkan tak sampai lima menit.

Lalu, apakah es teh Rowoon yang membuatnya kehilangan kesadaran?


°°°°°




"Saya memang sengaja. Saya ingin memastikan apakah gadis itu terlibat atau tidak."

Jennie menatap Rowoon dengan tidak percaya. Pria itu terang-terangan mengaku sengaja telah memasukkan obat tidur ke dalam es teh yang diminum Jennie kemarin.

"Kalau dia pelakunya, dia mungkin sudah membunuh kamu waktu kamu pingsan kemarin. Tapi ternyata dia tidak melakukannya. Itu artinya, dia bukan pelakunya." lanjut Rowoon mencoba menjelaskan, saat ia melihat gadis itu sudah sangat marah. Rowoon akui, ia memang salah. Namun entah kenapa ide bodoh itu tiba-tiba muncul di otaknya kemarin.

"Lo jadiin gue umpan? Anjing lo!" kata Jennie kelewat kesal. Gadis itu berkacak pinggang, kemudian kembali berceloteh, "Sialan, lo. Kenapa harus gue?! Kalo gue kenapa-napa gimana?! Kalo gue mati gimana?! Lo bisa tanggung jawab, hah?!"

"Tenang aja. Buktinya, sekarang kamu masih hidup, kan?"

Melihat Rowoon yang tertawa setelah mengatakan hal itu, lantas Jennie menendang stand kedai es Rowoon dengan kencang, "Pokoknya, gue ga akan minum es teh di sini lagi! Semoga lo bangkrut!"

"Jen."

"Lah, hehe," Jennie tersenyum kaku saat melihat Wonwoo tiba-tiba menghampiri mereka. Pria itu nampak masih memakai jas dan berdasi rapih. "Tumben udah balik jam segini?"lanjutnya bertanya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jennie, Wonwoo malah meraih jemari gadis itu kemudian berkata, "Ayo pulang."

Jennie hanya menganggukkan kepalanya, lalu mulai berjalan mengikuti Wonwoo dari belakang.

Tak lupa, gadis itu setia mengacungkan jari tengahnya ke arah Rowoon hingga dirinya sampai ke pintu masuk apartemen.


°°°°°





"Jangan keseringan minum es."

"Iya."

Wonwoo hanya menghela nafas pelan melihat sang istri terlalu fokus pada laptopnya. Pria itu lantas duduk di samping Jennie, ikut melihat tayangan yang Jennie tonton di laptopnya. "Aku mau tanya sesuatu, boleh? Sebentar aja."

"Ngomong aja."

"Kamu liat wajah cowo yang kemarin dateng ke apartemen Yerin?"

Jennie terdiam, ia kembali mengingat wajah pria yang dilihatnya saat ia berkunjung kemarin, "Aku ga bisa liat jelas mukanya. Emangnya kenapa?" tanya Jennie kemudian mengalihkan pandangannya pada Wonwoo.

Wonwoo hanya tersenyum kecil, kemudian menggelengkan kepalanya. "Terus, kamu kenal sama tukang es itu?"

Jennie terdiam sejenak. Ia tersenyum kikuk sembari memikirkan alasan untuk berbohong pada Wonwoo, "Kalo kenal sih ngga ya. Cuma, aku sering beli es teh di situ. Jadi ya, lumayan kenal dan akrab juga karena langganan aja sih, hehe,"

"Tadi, kalian berantem?"

"Ngga, bercanda doang itu mah. Kan udah besti, haha," lanjut Jennie kemudian tertawa sumbang.

"Dia polisi." Melihat Jennie yang langsung menutup mulut, lantas Wonwoo kembali berucap, "Kayaknya, kamu udah tau lebih dulu."

"Mereka curiga sama kamu."

"Wajar."

Jennie hanya mengerutkan kening, sembari menunggu Wonwoo melanjutkan perkataannya.


Wonwoo nampak menarik nafas dalam, pria itu memberi tatapan serius pada Jennie, "Mereka curiga, karena hampir semua korban dari pembunuh berantai itu punya hubungan sama perusahaan papah."

[✓] Hell In HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang