HIH : 23

158 41 8
                                    

Pagi ini, pelaku pembunuhan kembali memakan korban dengan ditemukannya 2 tangan terpenggal tanpa jasad, benar-benar hanya 2 potong tangan manusia.

Entah apa motif pelaku, namun sampai sekarang polisi masih menyelidiki siapa pemilik dari tangan tersebut. Polisi juga meyakini jika jasad pemilik tangan tersebut masih disembunyikan di apartemen itu. Itu sebabnya, polisi akan menggeledah apartemen hingga jasad korban berhasil ditemukan.

Hari ini Wonwoo bekerja seperti biasa, sedangkan Jennie kembali bolos kelas. Entah untuk keberapa kalinya, namun Jennie benar-benar kelewat penasaran dengan semua yang terjadi sampai sekarang ini dan tak ingin melewatkan infomasi sedikitpun.

"Sebenarnya, Wonwoo juga sudah beberapa kali mengalami hal serupa."

Jennie mengerutkan kening saat mendengar perkataan dari Rowoon.

"Pelaku sudah beberapa kali terang-terangan memamerkan perbuatannya pada Wonwoo. Tapi selalu saja ada hal yang membuat Wonwoo tidak bisa melihat wajahnya karena mati lampu atau lainnya, sama seperti kejadian kamu tadi malam."

Jennie terdiam sejenak. Lagi-lagi, pria itu tak memberitahunya. Ia menghela nafas, kemudian bertanya, "Jadi, pelaku itu sengaja mancing aku sama Wonwoo buat ngejar mereka?"

Rowoon hanya menganggukkan kepalanya, membenarkan jawaban Jennie.

"Tapi, kenapa?" tanya Jennie lagi.

"Kalau itu, kami juga belum mengetahuinya."

Jennie kembali diam, sembari memandangi potongan 2 tangan yang tergeletak di lantai rooftop.

Anehnya, kedua potongan tangan itu adalah bagian kanan. Itu artinya, ada 2 korban?




°°°°°





Belum genap dua puluh empat jam, polisi sudah berhasil menemukan pemilik dari kedua potongan tangan tersebut. Pelaku Menggeledah seluruh unit apartemen dan menemukan 2 jasad di dalam unit yang berbeda.

Kedua potongan tangan itu adalah milik Doyoung dan Sejeong. Jasad Doyoung ditemukan di unit 58 yang merupakan unit lamanya, sedangkan jasad Sejeong ditemukan di dalam unit 43, unit baru mereka yang merupakan pemberian dari tuan Jeon.

Sebagai teman Doyoung dan Sejeong, memang sudah seharusnya ia mendatangi dan mengikuti pemakaman kedua temannya itu. Jennie datang ke pemakaman sendirian, sementara Wonwoo masih di apartemen untuk menemani penyelidikan polisi yang masih berlanjut.

Jennie melihat dengan jelas betapa sedihnya keluarga Doyoung juga Sejeong. Terutama ibu Sejeong yang menangis histeris bahkan sampai pingsan.

Setelah semua orang pergi, Jennie memilih untuk kembali mendatangi makam keduanya temannya itu. Gadis itu meletakkan satu tangkai bunga pada makam Doyoung juga Sejeong yang bersebelahan.

Jennie mendudukkan dirinya, mengusap pelan kedua batu nisan yang baru saja dipasang beberapa saat lalu. Gadis itu meletakkan kepalanya diatas batu tempat nama Sejeong terpampang.

Langit sudah terlihat sangat gelap, seperti akan turun hujan deras. Dan benar saja, tak lama tetes demi tetes air hujan mulai membasahi tubuhnya, namun Jennie tak peduli. Gadis itu memejamkan mata, mulai terisak sembari memeluk erat batu nisan Sejeong.

Sejujurnya, Jennie merasa sangat ketakutan.

Entah kenapa, ia merasa sekitarannya sudah tidak aman lagi.




°°°°°




Beberapa hari berlalu, polisi secara resmi menutup kasus kematian Doyoung dan Sejeong karena tidak kunjung ditemukannya si pelaku. Kedua keluarga tentunya tidak setuju dan mengancam akan nekat jika kepolisian tetap ingin menutup kasus ini. Namun apa boleh buat, polisi kekeh ingin menutup kasus ini. Sementara keluarga Sejeong dan Doyoung sekarang sudah pindah entah kemana.

Jennie sudah menceritakan semua kekhawatiran yang ia rasakan pada Wonwoo, kekhawatiran tentang adanya kemungkinan mereka bisa saja menjadi korban juga. Dan ternyata, Wonwoo pun memikirkan hal yang sama. Hari-hari mereka sudah tak lagi terasa tenang, mereka mungkin saja pergi dalam waktu dekat.

Wonwoo memutuskan untuk tidak bekerja beberapa hari dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan istrinya, selagi masih ada kesempatan. Ia tak masalah jika Jennie ingin kembali bolos kuliah selama beberapa hari. Bahkan Wonwoo tidak akan menolak jika Jennie ingin mengajaknya berlibur hari ini juga. Mereka hanya ingin sejenak melupakan semua mengerikan yang terjadi di apartemen ini.

Namun hari ini, tepatnya hari ke-empat mereka berlibur, Jennie malah ingin menghabiskan waktu di apartemen saja. Dimulai dari memasak sarapan bersama, berenang, menonton film, melukis, dan lainnya. Sudah banyak kegiatan yang keduanya lakukan hingga siang ini. Mereka merasa bahagia, bahkan sangat.

Saat ini, keduanya sedang bersiap untuk tidur siang karena tidak ada lagi kegiatan yang bisa mereka lakukan.

"Masih banyak ternyata." ucap Jennie sembari melihat catatan di ponselnya. Catatan itu berisi tentang semua hal yang akan dilakukan juga beberapa tempat wisata yang akan ia dan Wonwoo datangi selama berlibur.

"Nanti juga bisa, kan? Kayak yang bakal mati besok aja."

Mendengar hal itu, lantas Jennie segera memukul bahu Wonwoo sedikit keras, membuat pria itu meringis.

"Jangan bercanda gitu lah."

Lelucon tentang kematian adalah hal yang paling Jennie benci. Terlepas dari semua orang pasti akan mengalaminya, namun Jennie hanya tidak sanggup memikirkan bagaimana jika gilirannya segera tiba.

Wonwoo terkekeh melihat wajah kesal Jennie, "Iya, maaf."



Tiba-tiba, Wonwoo berbaring di samping Jennie. Pria itu meraih jemari Jennie, tersenyum kecil sembari memperhatikan cincin indah pada jari manis gadisnya itu. Ia kemudian beralih menatap manik Jennie lekat dalam waktu yang cukup lama.

Merasa heran dengan perlakuan mendadak dari Wonwoo, lantas Jennie bertanya, "Kenapa sih?"




"Jen, kita pisah aja ya?"

[✓] Hell In HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang