Vol I Bagian 7 : Supporting Unit

68 11 0
                                    

07.05 am.
.
.
Knock.. Knock..
Nanda mengetuk pintu sebelum memasuki salah satu Ruangan di Gedung Rumah Sakit tempat ia dirawat.
Pemuda itu sudah rapi mengenakan Hoodie- yang sengaja ia pakai untuk menutupi bekas memar dan plester dilehernya, berwarna Mocca, Celana Training dibawah lutut Navy dan Sandal karet model ikan yang lucu.

"Hey.. kau tidak apa-apa? Bukankah seharusnya kau masih harus beristirahat di Ruangan sebelah??"
Chandra berkata sedikit terkejut melihat Nanda yang tampak biasa saja, tidak terlihat seperti orang yang habis dianiaya.

"Dokter bilang tidak ada Cidera serius padaku, aku sudah boleh pulang hari ini.." Nanda berjalan mendekat, ia meletakkan sekeranjang Buah, kemudian mendudukan dirinya di kursi sebelah Ranjang tempat Chandra dirawat.

"Bagaimana Keadaanmu?" Nanda meringis Ngilu melihat Penampilan Chandra. Berbeda dengan dirinya yang sudah boleh pulang, Chandra masih harus menjalani perawatan beberapa hari sampai lukanya sembuh.
Ada Perban kasa yang dililitkan membingkai wajahnya, juga bekas merah kebiruan di pipi dan mata kiri yang sayu tidak bisa dibuka karena sebagian wajahnya membengkak.

"Yah, seperti ini, aku beruntung masih bisa hidup." Chandra terkekeh,

"Aku sungguh menyesal, kau jadi seperti ini karena aku.."

"Come on.. ini bukan salahmu. lihat sisi baiknya, aku jadi bisa bersantai... lagi pula ini hanya luka luar, Dokter bilang bengkaknya akan segera hilang dan setelah itu aku boleh pulang. Kau jangan Khawatir" Chandra berucap jujur. Ia tidak ingin Nanda merasa bersalah atas insiden yang menimpa mereka berdua.
"Syukurlah.."

"Jadi bagaimana?" Chandra menggantungkan kalimatnya yang langsung dijawab Nanda dengan anggukan kepala, "Hmm.."
"Sam ditahan di Kantor Polisi." Pemuda itu melanjutkan.

Chandra manggut-manggut,
"Baguslah kalau begitu. Sam harus segera dibawa ke Psikiater. Anak itu sakit."
Chanda harus memonyongkan bibirnya untuk berbicara dan entah kenapa hal itu terlihat sedikit lucu dimata Nanda. Pemuda itu tertawa kecil,
"Kau yang sepertinya lebih kesakitan, Chan.."

"Eh? Hahaha, kau benar." Chanda menangkap Gurauan Nanda dan tertawa sambil mengelus-elus pipinya.
Kasihan sekali~

Kedua pemuda tersebut mengobrol ringan sebelum akhirnya terdengar suara ketukan di depan pintu. Marc memunculkan kepala lalu mengangguk singkat untuk memberi Isyarat kepada adiknya bahwa mereka harus segera pergi.

Tampan... Chandra membatin.

Dirinya menunduk malu karena sekarang penampilannya benar-benar sedang tidak baik untuk disuguhkan kepada kakak Nanda yang terlihat bak Pangeran Negeri Dongeng dimatanya. Disaat-saat biasa, mungkin Chandra akan langsung meminta Nomor Ponsel Orang tersebut.
Tunggu kau.

"Baiklah kalau begitu, aku pulang ya?" Nanda bangkit dari duduknya, berpamitan.

"Eum.. hati-hati dijalan," Chandra menepuk-nepuk Ranjangnya, mereka berdua saling melambaikan tangan saat Nanda hendak keluar Ruangan sebelum Chandra berkata dengan sedikit keras.
"Nan, Sampaikan salamku untuk Orang tuamu, Terima kasih untuk Kamar VIP-nya." Lanjutnya sambil mengangkat jempol diatas dada.

Nanda menggeleng pelan sambil tersenyum. Temannya itu terlihat kesusahan bicara dengan mukanya yang tembam sebelah "ssst.. fokus saja pada kesembuhanmu." Pemuda itu hilang dibalik pintu setelah sebelumnya melambaikan tangan sekali lagi.
.
.
.

Siang itu Matahari bersinar Jumawa memberikan hantaran hangat yang sedikit berlebihan kepada penduduk kota Armageddon. Di sudut jalan sebuah Komplek perumahan, lima Orang (tiga pemuda dan dua pemudi) terlihat berdiri di depan sebuah Rumah.

Nanda (Nomin AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang