10

863 84 6
                                    

"I'm so nervous."

Kinan menyentuh tangan Nathan yang tengah menggenggam erat tangannya. Mereka sedang duduk di satu sisi stadion yang akan digunakan untuk laga malam ini. Laga penentuan untuk merebutkan posisi empat besar Piala Asia. Dan akhirnya lawan mereka adalah Korea Selatan.

Nathan sempat mencari tahu track record Indonesia yang tidak terlalu bagus saat melawan Korea Selatan. Ia cukup optimis untuk menang, namun ia sadar ia pasti akan kesulitan. Terlebih lagi, ia merasa lelah setelah harus bolak-balik Qatar-Belanda hanya dalam dua hari.

"Masuk yuk, takut orang-orang sadar kita berdua tidak di dalam."

Kinan membujuk Nathan untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini Nathan kembali menggeleng. Ia butuh waktu cukup lama untuk men–charge tenaganya.

"Kamu benar-benar tidak mau kita lebih dari ini?"

Lagi-lagi Nathan menyinggung soal hubungan mereka berdua yang masih belum terlihat kejelasannya. Masalahnya ada di Kinan yang kadang membuat Nathan bingung. Kinan seperti tak mau hubungan ini berjalan maju, tapi ia juga seolah-olah sengaja membuat Nathan berharap.

Contohnya seperti kemarin sore. Saat Kinan merajuk tidak ia kirimi pesan kabar selama di Belanda.

"Kita tidak bisa, bukan aku tidak mau, Tjoe."

Kinan menipiskan bibirnya. Memberi senyum hangat pada Nathan. Ia menautkan tangan Nathan yang sedari tadi menggam tangannya. Jari-jari mereka begitu erat saling menaut, seakan-akan tak ingin ada yang memisahkan, bahkan Tuhan sekali pun.

"Aku akan ada setiap kamu butuh ini, tapi tidak bisa lebih." Kinan mengangkat tangannya yang menaut dengan tangan Nathan.

"Maka aku tidak bisa," ucap Nathan sambil melepaskan tautan tangan mereka.

Kening Kinan mengerut. Ia bisa melihat perubahan mimik wajah Nathan berubah menjadi keruh.

"Aku tidak mungkin mampu melihatmu bersama yang lain dengan perasaanku yang seperti ini."

"Aku tidak punya waktu untuk bertemu orang lain selain dirimu."

Nathan kembali menatap Kinan tajam. Tubuhnya sedikit bergerak memutar menghadap Kinan.

"Kamu pikir sampai kapan kamu mampu? Kamu akan bersama laki-laki lain di masa depan, lalu aku?" Nathan menunjuk dirinya sendiri. Tatapannya pada Kinan menyiratkan banyak kekecewaan disana.

"Aku hanya dapat kekecewaan, kan?"

Kinan menghela napasnya berat.

"Lalu, kalau di masa depan kamu lebih dulu menemukan perempuan lain, bukannya aku juga akan kecewa?"

"Aku tidak akan pernah!" sentak Nathan menyanggah.

"Mari kita tunda selama mungkin kekecewaan itu, Nath."

"Setidaknya jika kita hanya seperti ini, kecewa itu tidak akan sebesar jika kita menjalani hubungan yang lebih serius."

Nathan berdecak, ia tersenyum miris mendengar apa yang Kinan katakan.

"Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan, bahkan perkara Tuhan kita sekali pun."

***

Kinan tak berhenti berdoa saat babak pertama extra time baru saja di tiupkan. Setelah unggul 2-1, Indonesia malah kebobolan di menit-menit akhir babak kedua. Membuat pertandingan ini menjadi semakin lama.

Mata Kinan tak bisa lepas dari Nathan alih-alih pada bola. Ia begitu khawatir Nathan akan kesulitan dengan keadaan tubuhnya yang sudah lelah dulu karena harus menempuh jarak panjang kemarin. Apalagi setelah bermain selama sembilan puluh menit ia masih harus bermain di tiga puluh menit berikutnya.

Hey, Tjoe! || NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang