Siang itu, setelah menyelesaikan makan siangnya, Nathan berniat menemui Kinan. Berbekal informasi dari Rafa yang sudah bertemu Kinan untuk menyapa lebih dulu, Nathan sedikit bersyukur karena tempat kerja Kinan ternyata tidak telalu jauh dari hotelnya menginap.
Nathan menaiki taxi untuk sampai di Klinik tempat Kinan bekerja. Jantungnya berdegup begitu kencang sesaat setelah turun dari taxi. Ia menarik napasnya berkali-kali sebelum akhirnya memutuskan masuk.
Ia lalu datang ke meja pendaftaran. Dengan Bahasa Indonesia yang sangat pas-pasan, ia mencoba berbicara pada staf pendaftaran untuk memberinya izin bertemu dengan Kinan. Ia mengaku sebagai teman lama Kinan dan akhirnya ia di bolehkan masuk setelah menunggu pasien terakhir Kinan keluar.
Nathan menggenggam erat gagang pintu sebelum mendorongnya untuk membuka. Ia kembali menenangkan dirinya sendiri karena jantungnya begitu bergemuruh. Ia takut mati kutu setelah bertemu dengan Kinan.
"Silakan."
Nathan seperti tercekat saat mendengar suara yang amat sangat ia rindukan terdengar dari dalam. Nathan memberanikan diri untuk meneruskan langkahnya memasuki ruangan. Dan saat pintu sudah terbuka, matanya langsung beradu tatap dengan Kinan.
Nathan sedikit membeku. Ini kali pertamanya melihat Kinan menggunakan jas putih khas seorang dokter. Nathan seperti kembali jatuh cinta pada Kinan. Ia begitu menyukai setiap momen saat ia berkali-kali jatuh cinta pada gadis itu.
"Nathan?"
Nathan mengulas senyum ramah pada Kinan. Dengan menggigir bibir bawahnya, ia berjalan mendekat.
"Kinan, apa kabar?"
Kinan tidak bisa melepaskan pandangannya pada Nathan, begitu pun sebaliknya. Nathan masih diam di tempatnya menunggu respon dari Kinan. Ia sedang menahan diri untuk tidak menyergap Kinan dan memberi pelukan rindu.
"B-baik. Kamu?" jawab Kinan terbata.
"Seperti yang kamu lihat," ucap Nathan sambil tersenyum canggung pada Kinan.
Kinan meremas celananya melihat bagaimana Nathan tersenyum manis. Jantungnya ingin sekali meloncat dari tempatnya melihat ketampanan Nathan yang sudah tidak ia lihat untuk waktu lama.
"Duduk lah, Nath. Ada apa? Kamu sakit? Atau perlu sesuatu? Perlu obat? Atau—"
Nathan tertawa melihat bagaimana Kinan yang bertanya tanpa henti. Ia lalu menggeleng pelan.
"Aku hanya ingin menemui," ucapnya yang belum mendapat respon apa-apa dari Kinan.
"Aku rindu, Kinan."
Kinan bergeming. Ia tidak mampu melakukan apapun selain bernapas dan menelan ludahnya.
"Aku—"
"Mari bicara di luar," ucap Kinan mengajak Nathan untuk keluar.
Lagi-lagi kecanggungan di antara kedua tercipta setelah mereka hanya duduk berdua di dalam mobil. Kinan duduk di kursi kemudi sedang Nathan memegang erat sabuk pengamannya. Mereka saling terdiam saat menyusuri jalanan metro yang cukup padat meski belum jam pulang kantor.
"Kin..."
"Nath..."
Kinan dan Nathan saling memandang untuk beberapa waktu. Lalu tertawa kecil karena mereka tiba-tiba berbicara di waktu yang bersamaan setelah keheningan mencekam mereka.
"Ada apa Kinan?" tanya Nathan saat Kinan sudah kembali diam.
Kinan hanya menggeleng, "Kamu duluan, Nath," ucap Kinan mempersilahkan.
"Sejujurnya aku sedikit takut duduk di sini,"
Kinan menoleh sejenak pada Nathan yang sedari tadi tidak melepaskan tangannya dari sabuk pengaman. Kinan bukan tidak bisa menyetir dengan baik, namun ini mobil baru. Ia baru memakainya sekitar dua minggu jadi mungkin Nathan merasa Kinan belum cukup pandai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Tjoe! || Nathan
Fanfiction"Hey, Tjoe!" Sebuah panggilan yang manis. ______________________________________________ Ib: Nathan Tjoe A On 🤍