17

848 96 5
                                    


"Lihat ke depan, Tjoe. Ini terlalu berbahaya!"

Kinan menatap lurus ke depan pada ramainya jalanan sore ini. Kali ini ia yang duduk di samping Nathan. Sedang Nathan sudah mengambil alih kemudi sejak mereka pergi dari kedai kopi.

Wajah Kinan memanas dan mungkin sudah memerah seperti kepiting rebus. Nathan tak henti-hentinya menatap dirinya yang sedari tadi duduk diam.

"Aku merindukan mu. Biarkan aku melihat mu sepuas yang aku mau,"

Kinan tertawa kecil.

"Belum ada satu bulan sejak kita tidak bertemu," ujar Kinan geli.

"Asal kamu tahu, aku banyak menyibukkan diri tapi tetap sama saja. Tidak ada yang bisa mengubah diriku untuk sejenak melupakan mu, Kin," ucap Nathan sambil fokus ke depan.

Kinan menutup rapat mulutnya. Meski ia terlihat sangat tenang, sejujurnya ribuan kupu-kupu sedang menyergap perutnya. Ia benar-benar akan meledak jika Nathan terus mengatakan hal manis padanya.

"Kenapa tidak berusaha mengirimi ku pesan?"

Nathan menoleh sejenak pada Kinan sebelum fokus kembali ke jalanan.

"Kamu kira aku tidak mengenal dirimu? Semakin aku mengejar, semakin jauh kamu berlari. Aku ingin memberi sedikit ruang agar kamu merindukan ku dulu," kata Nathan sambil mengulas senyum.

"Aku pikir itu berjalan sesuai harapan," pungkasnya.

Kinan mengerutkan dahinya, "kenapa begitu?"

"Ya setidaknya kamu menyuruhku duduk saat aku masuk ke ruanganmu, bukan berlari pergi seperti yang terakhir kali," jawab Nathan sambil terkekeh pelan.

Kinan mengulum senyumnya. Tidak menyangka semudah ini untuk luluh lagi pada Nathan. Meski ada sedikit takut di relung hatinya, Kinan tidak peduli. Ia hanya ingin menikmati setiap momen yang habiskan bersama Nathan.

Kinan mencuri pandang pada Nathan yang sedang sibuk mengemudikan mobilnya. Dari samping, ia melihat wajah Nathan yang tidak sepenuhnya mulus itu begitu menawan. Rahang kokoh Nathan membuat Kinan begitu jatuh cinta pada laki-laki berdarah campuran itu.

Kinan tersenyum senang sambil bersenandung. Musik yang di putar oleh Nathan tidak asing di telinganya. Nathan yang mendengar Kinan samar-samar menyanyikan lagu berlirik berbahasa Inggris itu ikut tersenyum.

"Suaramu bagus," ucap Nathan mengomentari.

"Aku memang mantan penyanyi semasa sekolah" ujar Kinan terkesan sombong.

Nathan mengangguk tanpa menyanggah perkataan Kinan yang sejujurnya masih membuatnya sedikit sangsi akan fakta itu. Ia malah mengusap kepala Kinan yang tertutup hijab itu dengan gemas.

"Anyway, aku sedikit terkejut melihat penampilanmu."

Kinan berhenti menyanyikan lagunya lalu melirik pada baju yang sedang ia kenakan. Ia menatap bingung pada kemeja dan celana bahan berwarna hitam yang sepertinya Nathan sudah sering melihatnya berpakaian seperti ini.

"Aku sering berpakaian seperti ini, kan?"

"Bukan, saat kamu dengan jas putih mu tadi," ucap Nathan meluruskan. "Aku sempat sedikit, emm..terpesona?"

Kinan tertawa menanggapi perkataan Nathan yang terdengar sedikit berlebihan. Ia sedikit besar kepala namun juga sedikit malu. Padahal sebelumnya ia tidak pernah merasa lebih keren dengan jas dokternya.

"Kamu berlebihan, Tjoe."

Nathan menggeleng, "tidak, Kinan. Ini pertama kalinya aku melihatmu selayaknya dokter sungguhan."

Hey, Tjoe! || NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang