"Tjoe!"
Kinan berdiri tepat di depan pintu saat Nathan baru saja keluar dari mobil. Sebuah senyuman terus merekah di wajah Kinan. Matanya berkaca-kaca melihat sosok yang begitu ia rindukan. Kekasih yang sedari lama ingin ia peluk saat semua dunianya hancur berantakan sudah ada di depan matanya.
"Babe!"
Nathan bersorak gembira melihat Kinan sudah menunggunya di depan sana. Ia meninggalkan tas yang semula ia jinjing begitu saja di halaman rumahnya. Membuat romeo yang baru saja keluar meninggalkan mobil itu menggeleng pelan sambil memungut tas anak laki-lakinya.
Kinan sudah sepenuhnya menangis saat Nathan datang memeluknya. Perasaannya aneh, ada senang yang begitu membuncah karena kembalinya belahan hati. Namun ada hal lain yang membuatnya merasa hancur mengingat masa-masa beratnya beberapa hari terakhir.
Nathan benar-benar jadi rumah untuk tempatnya pulang. Meluapkan segala emosi yang belum sepenuhnya bisa ia lepaskan tatkala sendirian. Ia merasa kembali pada sosok yang bisa menerimanya dalam segala keadaan. Layaknya rumah yang tak pernah meninggalkan pemiliknya.
"You've done your best, Babe." Nathan mengusap kepala Kinan saat gadisnya itu menenggelamkan wajah di pundaknya.
Kinan masih terus terisak saat Romeo melewati mereka berdua untuk masuk ke dalam rumah. Laki-laki berdarah Suriname itu sempat memberi usapan lembut pada punggung Kinan sebelum meninggalkan dua sejoli itu melepaskan rindu. Romeo tahu jika Nathan adalah obat dari segala beban Kinan selama ini.
"I just lost my other half, Tjoe. I don't know what else that I can do."
Nathan tidak lagi bisa membendung air matanya saat Kinan terus mengatakan semua kesedihannya. Ia menekan kedua matanya dengan jari agar tak semakin banyak tangis yang keluar. Ia tidak ingin terlihat sama lemahnya dengan Kinan dan tidak bisa melindungi gadis itu.
"Kinan, ada aku bersamamu," Nathan melepaskan pelukannya dan membawa wajah Kinan agar menatap matanya. "I'll be with you all the way, i'll never leave you."
Kinan mengangguk saat Nathan berjanji di hadapannya. Sorot mata Nathan terlihat begitu tulus malam itu. Kinan sama sekali tidak meragukan apa yang sudah Nathan katakan. Kinan percaya Nathan tidak akan pernah meninggalkannya.
Sayangnya, mungkin dia yang harus meninggalkan Nathan suatu hari nanti.
"Aku merindukan mu, Tjoe. Sangat rindu." ucap Kinan sambil kembali beringsut ke pelukan Nathan.
"Aku juga," kata Nathan mengecup pucuk kepala Kinan. "Terima kasih sudah datang."
Malam itu, setelah makan malam, Nathan memutuskan duduk berdua dengan Kinan di atas kasur yang sudah beberapa bulan ini tidak ia tempati. Selimut tebal berwarna senada dengan spreinya sudah menutupi setengah tubuh mereka berdua. Nathan terus memeluk Kinan saat mereka sudah mengobrol sejak setengah jam yang lalu.
"Kamu lama di sini, kan?"
Kinan mendongakkan wajahnya. Ia melirik Nathan sebentar. Sejujurnya Kinan tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku harus kembali dalam waktu lima hari, Nath. Aku hanya dapat cuti sepuluh hari," kata Kinan pelan. Ia sangat merasa bersalah sekarang.
"Tidak apa-apa," Nathan tersenyum tanpa tahu ia telah di bohongi. "Kita akan bertemu lagi di Indonesia setelahnya, kan?"
Kinan terdiam untuk sesaat. Mata mereka masih saling menaut saat Nathan mengangkat kedua alisnya. Meminta jawaban pada Kinan yang masih saja bungkam.
Kinan mengulas senyum di bibirnya sambil mengangguk, "Tentu, Tjoe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Tjoe! || Nathan
Fiksi Penggemar"Hey, Tjoe!" Sebuah panggilan yang manis. ______________________________________________ Ib: Nathan Tjoe A On 🤍