"Okay, let me say kalo tadi aku liat kamu bukan karena kebetulan. Yep, sebelumnya aku udah liat kamu lagi ngobrol sama Navy. Itu posisinya aku masih santai dan sekedar lewat aja, sebelum akhirnya dapet tugas buat print dan kebetulan kamu jalan ke parkiran. Aku ikutin karena berharap kamu emang mau pulang dan aku bisa minta bantuan kamu."
"Ou..." Mengapa Krizzia jadi merasa dirinya sedang ketahuan selingkuh saat ini? Otaknya langsung berputar mencari kalimat aman tanpa mengada-ngada dan membuat pernyataannya terkesan rumit. Padahal, ia cukup memberi tahu seadanya karena ini bukan hal besar. "Um, yeah. Aku emang kenal sih sama Kak Navy. Itu...kita gak sengaja aja ketemu dan dia yang nyapa duluan. Katanya, dia tau aku karena jadi anak bimbingan Kak Thea." Entah kenapa ada ekspresi janggal di wajah kakak tingkatnya itu setelah ia mengatakan hal demikian. "And... soal sungkan itu, yaa kayak yang aku bilang tadi, Kak Thea emang keliatan berwibawa di mata aku, sedangkan Kak Navy orangnya cukup berkebalikan sama Kakak, makanya aku juga kadang malah gak sopan. Tapi, sebisa mungkin aku pun jaga batesan kok sama Kak Navy."
"..."
"Jadi, aku begitu sama Kakak bukan gara-gara risih atau apa. Maaf ya kalo tersinggung..."
Wajah yang semula nampak kosong itu, kini langsung tersenyum dengan tatapan yang kembali terarah pada Krizzia. "It's okay. Tapi, mulai sekarang gak usah begitu lagi, ya. Kamu bisa ngomong santai juga kok sama aku. Masa OSPEK udah abis. Sekarang, anggap aja kita setara. Gak perlu ada senioritas atau apa."
Krizzia mengangguk senang. Kendati demikian, Thea ini memang cukup berbeda dengan Navy. Sehingga, sulit baginya untuk memberikan respon serupa pada kedua gadis itu walau dalam hatinya, ia memiliki perasaan yang sama terhadap mereka.
Sama-sama menaruh rasa suka(?)
🎭🎭🎭
"Lu bilang apa sama dia?"
"Apaan?? Dia siapa?" Navy yang sedang memainkan gitarnya, langsung berhenti lantaran merasa ada atmosfer berbeda di sana.
Thea duduk di samping gadis itu sembari menghela napas. "Pas pertama kali lu ketemu sama Kriz, apa yang lu bilang?"
Kepalanya sedikit miring mendengar pertanyaan itu. "'Jangan lama-lama di WC-nya, nanti dimarahin.' Itu kalo gak salah. Pas yang papasan itu." Diam sejenak, Navy pun kembali melanjutkan kalimatnya. "Eh bukan deng, sebelumnya pernah papasan juga pas dia mau pulang. Gua bilang, 'Lain kali, jangan jalan sambil main hp.'"
Mengusap wajahnya kasar, Thea pun menjitak kepala Navy.
"What the-???" Gadis itu mengusap kepalanya bingung.
"Lu ketemu dia lagi kan setelahnya sampe kalian bisa jadi deket sekarang?? Itu, dari situ. Apa yang lu bilang ke dia? Gak mungkin kan tiba-tiba kenal tanpa mention gua?"
"Mungkin aja, sih. Lu siapa emang? Bisa jadi kita gak sengaja papasan lagi terus akhirnya kenalan. Hayoh?"
"Look, telunjuk gua udah nekuk lagi. Siap bikin pala lu bolong."
Berusaha meredam kekesalan temannya itu, Navy pun tertawa kecil. "Iya iya! Waktu itu gak sengaja ketemu lagi, terus gua deketin. Gak ngomong gimana-gimana banget. Cuma mastiin nama dia, terus dia nanya, gua tau darimana. Ya gua jelasin aja waktu itu liat dia pake pita ijo dan yang gua tau, pita ijo tu anak bimbingan lu. Sebenernya ngarang aja. Gua mana merhatiin anak-anak lu warnanya ijo atau apa. Maksudnya pitanya. Yang jelas gua emang udah tau duluan kan kalo dia anak lu? Peep talk..."
"You sure...?"
"Gini dah, kalo gua bilang terus terang tentang lu, emang gelagat dia jadi aneh sekarang??? "