10

217 25 3
                                    

Gazebo kecil di taman kampus, menjadi tempat Krizzia dan Thea bertemu kembali saat ini. Keduanya masih saling diam, bingung hendak bicara apa.

Memecah keheningan, Krizzia pun menghembuskan napas dan membuat Thea menoleh padanya. "Gak mau ngomong, Kak?"

"Kamu sendiri? Gak ada yang mau disampein setelah denger soal itu?"

"Aku cuma kaget aja. Gak tau mau ngomong apa lagi."

"Tapi...kamu kesel gak dengernya?"

Kepalanya menggeleng. "Aku seneng, kok. Kak Thea kan baik, keren juga. Gak expect aku bisa disukain sama orang kayak Kakak. Kenapa Kakak bisa suka sama aku?" Ucapannya jadi terdengar seperti orang amatir dalam menghadapi persoalan cinta sekarang. Tidak biasanya Krizzia seperti ini.

"Kayaknya suka sama seseorang, kadang gak butuh alasan. Aku cuma suka kamu karena itu ya kamu."

Jawaban klise. Tapi, memang harus seperti apalagi Thea menjelaskan tentang perasaanya itu jika hal demikian yang ia rasakan?

"Kriz, sekali lagi aku gak mau bikin kamu gak nyaman. Aku emang udah ngungkapin itu akhirnya. Tapi bukan berarti aku nuntut respon kamu sekarang juga. Kalo kamu masih butuh waktu buat mikir, silahkan. Aku tunggu. Kalo kamu gak perlu mikir karena dari awal udah gak setuju sama ini, okay aku juga terima. Yang penting kamu udah tau dan aku lega."

"Gini, Kak... Aku bukannya gak setuju. Tapi kalo Kakak nunggu aku buat mikir, takutnya malah buang-buang waktu nantinya. Bisa aja emang nanti aku nerima Kakak, tapi kan...belum pasti." Entah mengapa, Krizzia enggan mengungkapkan bahwa dirinya juga menyukai gadis itu, atau sekedar mengatakan bahwa ia juga pernah menyukainya. Entah karena ia malu atau perasaan itu sebetulnya tidak pernah ada.

"Aku punya banyak waktu, kok. Kalo kamu masih ragu gak apa-apa. But, give a chance?"

Ya, sepertinya ia memang hanya merasa ragu untuk sekarang.

Tersenyum, Krizzia pun mengangguk pada gadis itu.














🎭🎭🎭














Tangannya menggulir layar ponsel yang menampilkan foto terbaru dari seorang gadis berambut wolfcut. Akun yang menjadi tempat Krizzia melihat bagaimana mempesonanya Navy di sana, tidak pernah bosan untuk ia buka.

Dengan sebatang rokok menyala yang diapit oleh ibu jari dan telunjuknya, gadis itu duduk di atas genteng kost sembari sesekali melihat bintang yang bertaburan di atas sana.

Tidak sulit untuk berada di tempat itu. Rooftop kostnya dengan mudah memberi akses jalan untuk ia bisa naik ke sana. Walaupun dengan hiasan jemuran pakaian dalam, Krizzia anggap tempat ini sebagai spot favorite-nya sejak beberapa hari yang lalu.

Kembali matanya menatap gambar-gambar di sana. Decakan kagum terus keluar dari mulutnya kala ibu jari yang menggulir layar dari benda berbentuk persegi panjang itu.

Sesekali, ia berpikir. Apakah perasaannya pada Navy juga sebenarnya sama dengan apa yang ia rasakan pada Thea? Apa sebenarnya ia hanya mengagumi mereka tanpa ada rasa suka yang sebetulnya?

Jika iya, mengapa justru sekarang ia semakin merasakan kagum berlebih itu pada Navy sementara untuk Thea seolah hilang?

Apa karena Thea yang kini menyukainya maka ia sudah tidak penasaran lagi?

"Akh!" Sontak ia terpejam kala asap rokok tak sengaja terarah pada matanya lantaran angin yang bertiup. "Anjir pedes bat mata gua!" Ia tutup layar ponsel, lalu mengucek matanya perlahan.

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang