Dan di sinilah mereka sekarang, duduk berdua di sofa sudut kamar kost Krizzia.
"Sebenernya, gua basa-basi aja tadi mau makan mie ayam lu. Emang beneran bakal dibuang?" Tanyanya saat Krizzia membuka plastik makanan itu.
"Gak tau, sih. Gua cuma kepikiran tu mie ayam ada sesuatunya gara-gara gak tau siapa yang ngirim."
"Kalo sesuatu itu malah bikin gua kenapa-napa, gimana?"
"Maksudnya bukan sesuatu kayak racun. Tapi, pelet."
Cengo, pandangan Navy pun beralih pada mie ayam yang kini sudah tersaji di hadapannya. Nampak menggiurkan memang walaupun sepertinya sudah dingin. Terlebih, ia baru mengeluarkan tenaga setelah lari pagi 3 km yang berakhir di komplek Krizzia tadi.
"Biasanya, pelet di makanan gak bakal mempan kalo orang lain yang makan." Tutur Krizzia sembari membuang plastik itu.
"Kata siapa?"
"Kata gua. Barusan ngomong."
Dengusan pelan terdengar dari gadis yang kini mengambil sumpit kayu di atas meja kecil itu. "Kalo ternyata ini ada racunnya, lu yang tanggung jawab, ya. Gua gak punya asuransi kesehatan soalnya."
Sontak, Krizzia pun merebut sumpit dari tangan Navy. "Gua gak maksa lu makan ya, Kak! Ngeri amat kalo beneran begitu. Tu pajak motor masih gua yang tanggung. Gak ada duit gua kalo harus ngeluarin lagi buat bayar rumah sakit apalagi sampe harus operasi." Mendadak, tubuhnya langsung bergidik. "Dah ah, buang aja buanggg!" Lantas, ia pun menutup kembali styrofoam berisi mie ayam itu untuk selanjutnya ia buang.
"Wait wait wait!" Dengan segara, Navy menahan itu sehingga mie ayam kembali berada di atas meja. "Dari bentuknya keliatan normal, kok. Kayaknya aman itu."
"Lu laper ya, Kak?"
Mulut pun terkatup dengan ekspresi seolah tidak peduli. "Sayang aja kalo dibuang, maksudnya..."
Krizzia menggulum senyum dengan dirinya yang kembali duduk. "Yaudah, makan. Mungkin emang beneran dari temen gua. Soalnya sebelum ini juga pernah ada yang ngirim makanan dan aman aja. Mungkin dari orang yang sama."
Navy hanya menatap mie ayam itu sekilas.
"Oh, gak mau? Gua buang, nih?"
"Jangan. Tapi, bukannya gua laper ya ini. Gua makan gara-gara lu gak mau aja, biar gak dibuang."
Ekspresi Navy sungguh membuatnya harus menahan tawa. Kakak tingkatnya itu nampak sok jaim dengan kembali mengambil sumpit dan mulai memakan mie ayamnya.
Dengan pipi menggembung dan mulut yang mengunyah, Navy mengedarkan pandangan menatap seisi kamar yang didominasi oleh warna monokrom dengan hiasan beberapa poster band metal, rock, dan semacamnya di sana. Lalu beberapa detik kemudian, ia kembali menyuap seolah menikmati sekali makanan berbumbu kecap itu.
Krizzia yang memperhatikan, hanya bisa memasang ekspresi gemas diselingi heran lantaran tempo makan Navy yang begitu cepat dan nampak tidak bisa diinterupsi.
"Thanks, mie ayamnya." Styrofoam kosong itu, Navy taruh di atas meja dengan dirinya yang menyandarkan tubuh pada sofa seraya minum. "Kenyang juga..."
"Kak, ngunyah tu 33 kali. Lu 10 kali aja gak ada, buset!"
"Lu merhatiin gua?"
"Siapa yang gak bakal merhatiin kalo makannya begitu??? Ah lu emang laper ya kan??"
"Gua kagak laper! Makan gua emang begitu!"
Memasang ekspresi meledek, Krizzia pun menunjuk-nunjuk kakak tingkatnya itu. "Aaahh laper beneran, yaaaa????? Laper tapi gengsi minta makan niiii~ Laper bilang aja, Kak. Bukan aib, kok. Hahahhaah!!!"