Acara pun sudah selesai. Kini Ghazzal dan Ara berjalan bersama untuk kembali ke kamar. Sesampainya di depan pintu kamar, Ghazzal segera membuka pintu kamar dan langsung masuk bersama Ara.
“Kamu dulu atau saya yang mandi duluan?” tanya Ghazzal yang baru saja duduk di sofa.
“Kakak dulu aja, aku mau hapus Makeup,” balas Ara dan ia segera duduk di kursi meja rias.
Ya Allah Ara sangat malu ketika berduaan dengan Ghazzal yang merupakan suaminya yang baru sah beberapa jam yang lalu.
Setelah itu Ghazzal melangkahkan kakinya menuju koper miliknya. Dan mengambil baju yang ada di dalam koper kemudian membawanya ke kamar mandi.
Ara pun segera melepaskan accessories yang ada di kepalanya dan melepas hijab dan cadarnya dan menggantinya dengan hijab langsungan. Kemudian menghapus Makeupnya.
Setelah selesai, terlihat di kaca itu wajah Ara yang sudah bersih dari polesan makeup. Wajahnya yang terlihat cantik, tanpa polesan makeup. Setelah itu, ia pun langsung mengambil cadar dan memakainya. Ara berjalan menuju kopernya untuk mengambil gamis untuk berganti baju. Sembari menunggu Ghazzal keluar, Ara duduk di sofa.
Baru saja ia duduk, terdengar sura Ghazzal yang memanggilnya dari dalam kamar mandi. “Neesha,” panggil cowok itu.
“Hm, kenapa?” sahut Ara
“Bisa tolong ambilkan handuk di dalam koper saya gak?” pinta cowok itu
“Tunggu sebentar.” Ara berjalan menuju koper cowok itu dan mengambil handuk yang di pinta oleh Ghazzal.
Ara mengetuk pintu kamar mandi untuk menyerahkan handuk itu pada Ghazzal. “Kak, ini handuknya.”
Tak lama, pintu terbuka kecil dan tangan Ghazzal pun keluar untuk meminta handuknya kepada Ara. Dengan segera Ara memberikan handuknya kepada Ghazzal.
Tak berselang lama kemudian, pintu kamar mandi itu kembali terbuka. Menampilkan Ghazzal yang sudah rapi dengan pakaian santainya tak lupa dengan sarung hitam yang ia kenakan. Cowok itu mengusap kepalanya dengan handuk karena rambutnya yang masih basah.
Ara yang menyadari kalau Ghazzal sudah keluar, langsung masuk kedalam kamar mandi untuk mandi. Karna badannya sangat lengket dan gerah.
“Cantik.” batin Ghazzal yang melihat Ara. Tanpa disadari, senyuman cowok itu kini terbit.
Setelah itu, Ghazzal pun menyiapkan sajadahnya dan mengarahkannya ke arah kiblat dan duduk di atas sajadah sembari menunggu istrinya selesai mandi.
Beberapa menit kemudian, Ara pun keluar dari kamar mandi dan segera mengambil peralatan sholatnya di koper dan menaruhnya dibelakang sajadah Ghazzal. “Udah sholat duluan?” tanya Ara.
Ghazzal memalingkan badannya dan menatap gadis itu sebentar dan kemudian menggelengkan kepalanya. “Belum, ayo sholat bareng,” ajak cowok itu yang berhasil membuat Ara tersipu malu.
Setelah itu, keduanya melakukan sholat isya berjamaah bersama untuk pertama kalinya. Setelah selesai sholat, Ara menyalimi tangan Ghazzal sebagai tanda hormatnya.
“Ekhem, bolehkah saya melihat rambut dan wajahmu, wahai humaira,” ucap Ghazzal sambil menatap Ara.
“Bo-boleh, sebentar.”
“Biar saya yang buka boleh?” tanya cowok itu dan di angguki oleh Ara.
Ghazzal pun langsung melepaskan hijab Ara dan cadarnya. Ia tersenyum ketika melihat sang istri. “Maa Syaa Allah, cantik banget humairanya Ghazzal.”
Ara menunduk malu ketika Ghazzal berbicara seperti itu. Ia tidak menyangka akan langsung jatuh cinta dengannya.
“Jangan nunduk dong. Apakah lantai lebih indah daripada saya?”
Ara pun langsung mendongak kala Ghazzal mengatakan itu. Ghazzal yang melihat istrinya sedang malu pun terkekeh pelan.
“Jangan malu. Saya tau kamu masih berusaha untuk cinta dengan saya. Saya akan berusaha dengan keras agar kamu mencintai saya.”
“Maaf. Maaf karna belum bisa mencintaimu sepenuhnya. Bantu aku untuk mencintaimu.”
“Gapapa, saya paham. Udah yuk tidur, udah jam set sebelas.”
“Iya.”
….…………………………………………………………………………
Dibalkon kamar suasana pagi ini sangat nyaman, ditambah dengan pemandangan para santri yang sedang bergotong royong.
“Kenapa kakak ajak aku kesini?” tanya Ara dengan heran. Keduanya berdiri bersebelahan sambil menghadap luar.
“Kalo saya nanya, kamu mau dengerin saya bicara?” tanya Ghazzal dengan pelan.
“Hm? Bicara apa?”
“Kalo saya boleh jujur, saya mau tanya alasan kamu menerima perjodohan ini?” tanya Ghazzal to the point. Ara yang mendengar itu seketika langsung terdiam dibuatnya.
“Gak mungkin kalo aku bilang karna buya kan?” batin Ara berusaha untuk mencari alasan lain agar tak berbohong.
“Ya karna kalo aku menolak perjodohan ini, sama saja kalau aku melukai hati buya dan yang lain. Lagi pula, buya tau mana yang terbaik untuk aku, mana yang enggak. Gak mungkin buya asal milih calon suami untuk ku.”
Mendengar jawaban dari Ara tadi, Ghazzal masih belum puas dengan jawabannya dan ragu akan dengan jawaban istrinya itu. “Terus apalagi?” tanya Ghazzal.
“Hah?”
“Terus karna apalagi?” tanya Ghazzal dengan raut wajah datar.
“Mungkin buya belum bilang ya? Aku menerima kamu emang terpaksa. Aku mau menolak perjodohan ini gak bisa, mau bilang jujur ke buya pun aku gak berani. Sesuai yang aku bilang tadi, gak mungkin ayah sama buya milih suami yang kayak kakak. Ayah sama buya tau mana yang terbaik untuk aku dan tau mana yang enggak. Dan maaf, kalau aku masih berusaha mencintaimu.”
Ghazzal tersenyum tipis ketika mendengar penjelasan dari Ara. Sekarang ia tau mengapa istrinya menerima perjodohan ini. “Tapi kamu menerima pernikahan ini kan?”
Ara menatap Ghazzal sebentar lalu kembali melihat para santri yang sedang bergotong royong. “Aku gak menyesal dengan pernikahan ini, aku menerima pernikahan ini. Dan, bantu aku untuk mencintaimu kak.”
“Syukron sudah mau menerima dan maafkan saya. Pasti, pasti saya akan membantu kamu untuk mencintai saya.”
Ara terdiam dan menatap kosong kearah para santri dengan pikiran dan batinnya yang masih bingung dengan hatinya sendiri.
“Bantu aku kak, bantu aku untuk mencintaimu”
Ghazzal tersenyum ke arah istrinya lalu mengusap lembut kepalanya dan mencium keningnya. Kejadian itu tak luput dari para santri dan ustadzah yang melihat. Mereka tersenyum baper kearah ning dan gus nya.
Segini dulu ya, selamat membaca semua.
Kalo ada typo tolong tandai ok
Jangan lupa vote+komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Gusku Imamku
Teen Fiction" Terima kasih telah datang kedalam hidupku, Zauji. Ana uhibbuka filllah " " Yang seharusnya berterima kasih tuh saya. Terima kasih telah menerima lamaran saya dan menjadi istri saya. Ana uhibbuki fillah ya zaujati " Kalo kalian gak suka sama cerita...