PROLOG

130 12 13
                                    

Heeseung menatap lama lembar-lembar hasil fotokopi data diri milik Riki. Bersisi surat-surat untuk persyaratan anak laki-laki umur 5 tahun itu masuk TK.

Tiga tahun telah berlalu, bukan tidak terasa. Melainkan dirasa sangat amat berat, pria 31 tahun itu bukan lagi nyaris gila, namun betulan gila.

Paska perceraian, paska hilangnya perempuan pemilik titel 'Cinta Pertama' pria itu, entah kemana.

Terakhir kali Heeseung melihat Naoi Rei, adalah setelah sidang putusan berakhir. Kemudian, di hari-hari yang terus dijalani Heeseung, tidak pernah sekali pun secara kebetulan bertemu di sudut-sudut kota.

Di tempat-tempat yang dulu adalah favorit keduanya. Di tempat-tempat impian yang selalu dibicarakan perempuan itu untuk dikunjungi berdua suatu hari.

Heeseung tidak bisa tidur nyenyak,

Heeseung tidak bisa bangun dengan tenang.

Lee Heeseung benar-benar gila. Keluar-masuk Rumah Sakit Jiwa untuk konsultasi, menjalani pengobatan yang dirinya sendiri tahu tidak diciptakan obat oleh Sang Pencipta.

Penyesalan. Yang. Sia-sia.

Hidup harus terus berjalan, tetapi si Lee ini telah lumpuh.

Dan perlu ditekankan, baik sementara maupun Tuhan, tidak ada yang jahat. Karena satu-satunya yang bisa disalahkan adalah Lee Heeseung sendiri.

Pria sialan.

Keparat.

Dungu.

Bogoh.

Tolol.

Sinting.

Tidak tahu diri.

Umpatan apapun yang terdengar luar biasa buruk, maka Lee Heeseung cocok menyandangnya.

Heeseung menghela nafas berat, terhitung ke-79 kali per-hari ini.

Lee Riki.
05 Desember 2***

Putra dari,

Tn. Lee Heeseung
Ny. (Naoi) Rei Lee

Heeseung memegang erat sanggahan kursi yang sedang ia duduki. Akta kelahiran atas pencocokan dari akta pernikahan Heeseung dan Rei. Sesuai kesepakatan keduanya.

Heeseung benar-benar pria sialan, dia sama sekali tidak berkutik setelah Rei menyampaikan kesepakatan hari itu.

Sudah jelas sekarang? Heeseung lebih mengutamakan Riki dibandingkan keberlangsungan kehidupan pernikahannya.

Besok, Heeseung akan menyerahkan persyaratan ini dan itu ke Taman Kanak-kanak pilihan sang Ibu untuk dijadikan tempat Riki belajar.

Katanya sih, Taman Kanak-kanak ini yang terbaik. Fasilitas, tenaga pendidik, dan segala aspek pendukung lainnya.

Heeseung terima jadi saja, uang masuk yang jumlahnya lumayan itu, sudah disiapkan sesuai yang tertera pada brosur edaran.

Mengesampingkan kondisi kejiwaan yang terguncang hebat sejak tiga tahun lalu, Heeseung berupaya memberikan yang terbaik untuk Riki.

Putra semata wayangnya. Dari hubungan gelap bersama mantan sekretaris di kantor, Karina.

"Hee?" Heeseung segera bangkit dari tempat duduknya, berjalan menuju pintu kamar yang dibiarkan terkunci dari dalam agar si aktif Riki tidak masuk tiba-tiba.

Kilometer 40++ [S2 DTN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang