ENAM BELAS

30 5 0
                                    

"Jay."

Adalah suara Heeseung yang pertama kali terdengar setelah beberapa panggilan tidak terjawab sebelum ini.

Pria itu sedang berada di kamarnya, baru selesai meninabobokan Riki di kamar sebelah. Mencoba menghubungi teman lama yang cukup lama tidak bertukar kabar.

"Siapa?" balas pria di seberang sana. Heeseung mengenali jelas suara itu, tetapi entah kenapa orang di seberang sana tidak mengenali suaranya.

"Ini gue, Heeseung. Sorry ganggu malam-malam, gue baru tahu lo ganti nomor, ini juga dapatnya dari Jake," terang Heeseung.

"Oh, Heeseung. Iya, gua ganti handphone sih," sahut Jay. Nada bicaranya tidak setegas biasanya, menurut Heeseung. Mungkin si Park satu ini sedang kelelahan.

"Tapi 'kan bisa ganti handphone gak usah ganti nomor sekalian," dumal Heeseung.

Pria di seberang sana tidak memberi respon. Heeseung hanya mendengar suara deru nafas tenang temannya.

"Intinya saja Lee, gue sibuk."

Dan tentu saja Heeseung balas kekehan kecil. Jay ini, mengenalnya dengan baik. "Btw, apa kabar lo? Eh, tapi itu gak penting. Kayak yang lo bilang, langsung intinya saja 'kan? Gue butuh bantuan lo, Jay."

Helaan nafas kasar terdengar dari pria di seberang. Dan Heeseung tidak merasa aneh untuk itu.

"Soal?"

"Em, lo sudah tahu kalau Rei ada Jakarta sekarang?"

Jay membalas dengan berdeham. Tanda pria itu telah mengetahuinya. Bukan hal sulit bagi Jay, atau satu teman Heeseung lainnya persolan seperti ini.

"Tanpa gue cerita gimana awal mulanya, mungkin lo sudah tahu lebih detail 'kan? Jadi, gue skip itu. Gue pengen lo bantuin gue soal cari tahu siapa cowok yang katanya dekat sama Rei selama di Berlin tiga tahun belakangan." Heeseung memilih to the point saja.

Malam sudah semakin larut, dan entah bumi bagian mana Jay tengah menetap saat ini. Bisa saja lebih larut, atau bisa saja sudah terik di sana.

"Gue gak mau."

Jawaban Jay tentu mengejutkan Heeseung. Pria itu hampir tidak pernah menolak untuk membantunya, dalam urusan besar atau urusan kecil sekali pun. Tapi kali ini Jay tidak mau, kenapa?

"Kenapa? Lo biasanya mau-mau saja. Apalagi masalah cari tahu orang kayak gini, gampang 'kan buat lo? Kenapa gak mau? Ini tuh penting Jay!" nada bicara Heeseung mulai tidak santai. Kentara kesal.

Akan tetapi, Jay adalah pemilik pengendalian emosi yang baik. Pria itu tidak sama sekali terpancing.

"Dan kenapa gue harus bantuin lo?" tanya Jay, kelewat tenang.

"Lo harus. Karena gue mau tahu, siapa yang katanya dekat sama Rei itu!" kesal Heeseung.

"Kenapa juga lo harus tahu soal cowok itu? Emang lo mau ngapain?" Jay tetap terdengar tenang menanggapi Heeseung yang kian mendidih.

"Jay-"

"Oke Lee, kali ini lo harus diam. Kasih gue kesempatan buat bicara tanpa lo potong," tegas Jay.

Heeseung berkedip beberapa kali, bingung. Tetapi mendengar nada bicara Jay barusan, entah kenapa nyalinya menciut. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya.

"Pertama, lo harusnya minta maaf karena sudah ganggu waktu gue. Gue lagi di Amrik, dan ini masih terlalu pagi buat lo recokin gue. Posisi gue sekarang lagi di Rumah Sakit, Jungwon lagi di rawat. Dan sialnya, lo gak peduli soal itu 'kan?" cecar Jay.

Kilometer 40++ [S2 DTN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang