SATU

72 10 15
                                    

Heeseung berdiri ragu di depan pintu kayu yang mana selama kurang lebih 9 bulan ini selalu dia kunjungi di tiap minggunya.

Kediaman keluarga Naoi.

Mencari satu perempuan yang entah disembunyikan atau bahkan menghilangkan kemana. Heeseung ingin bertemu, teramat rindu untuk tahu malu.

Pintu diketuk tiga kali. Sekitar 2 menit berikutnya, barulah pintu jati itu terbuka ke arah dalam. Menampilkan wanita yang sama di setiap kunjungan lelaki Lee.

Nyonya Naoi menatap jenuh lelaki di depannya. Dia lupa jika hari minggu ini adalah hari rutinitas mantan menantunya itu datang merecoki.

"Sudah saya bilang, Rei tidak di sini," katanya.

Senam yoga rutinnya akan segera dimulai di televisi, dan wanita yang tidak lama lagi akan berusia setengah abad itu harus bisa mengusir Heeseung kurang dari 15 menit.

"Pergilah," usir Nyonya Naoi.

Heeseung menggeleng, satu buah buket bunga di tangannya digenggam erat. Heeseung gugup, rasanya selalu seperti pertama kali berkunjung di zaman SMA bertahun lalu.

"Dimana Rei? Aku ingin bertemu," pinta Heeseung. Suaranya kentara bergetar, parau. Nyonya Naoi tidak sedikit pun iba.

Untuk penampilan Heeseung yang 180° berbeda. Bukan lagi lelaki dengan penampilan yang selalu rapih, sempurna dengan wajah tampan yang segar.

Di hadapannya kini, hanya lelaki dengan kewarasan menipis, urakan, lusuh, tidak enak dipandang.

Baru 9 bulan, Nyonya Naoi pikir, lebih baik putrinya tidak pulang dalam waktu dekat. Biarkan si Lee ini tersiksa batin lebih dalam lagi.

Jahat? Tidak.

Ini disebut sebagai hukum karma.

"Rei tidak di sini. Saya tidak tahu dia dimana. Saya katakan untuk kesekian kalinya Lee Heeseung, Rei pergi sejak perceraian kalian. Sekali pun dia di sini, Rei tidak akan sudi bertemu denganmu lagi," sentak Nyonya Naoi.

Lagi, setelah bersikukuh selama 20 menit, Heeseung harus pergi dengan tangan kosong. Tidak, maksudnya bukan dalam arti sesungguhnya, Heeseung masih menggenggam buket bunga di tangannya.

Akan tetapi, niatnya untuk bertemu Rei tidak membuahkan hasil.

Tidak pernah dia temukan siluet tubuh manusia cantik itu. Heeseung merindukan Rei. Ingin bertemu, ingin memeluk, ingin menangis dalam dekapan perempuan itu.

Yang, bisa dikatakan agak mustahil.

Tapi Heeseung tidak ingin patah semangat dalam kurun waktu belum satu tahun.

Kenyataannya, siapa yang bisa menghindar dari hukum karma milik Sang Pencipta 'kan?

Genap satu tahun, dan Heeseung masih saja pulang tanpa hasil. Lelaki 29 tahun itu menatap kosong buket bunga entah ke berapa yang dia buang ke tong sampah di setiap pulangnya lelaki itu dari rumah keluarga Naoi.

Mungkin, tukang angkut sampah di komplek sudah sangat bosan mengambil buket bunga di setiap minggunya dari rumah Heeseung.

Heeseung mengalihkan pandangan pada pigura besar berisi foto pernikahan dirinya dengan Rei bertahun lalu, yang kini sudah tinggal kenangan.

Bisa saja, di tempat yang tidak pernah diketahui Heeseung, Rei sudah berbahagia dengan kehidupan baru perempuan itu.

Dan di sini, di kamar yang dulunya sering dikunjungi Rei pada akhir pekan untuk sekadar membahas mengenai keuntungan dari hasil berjualan online, Heeseung tergugu dalam senyum cerah milih Rei pada hari pernikahan keduanya.

Kilometer 40++ [S2 DTN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang