EMPAT

46 9 6
                                    

Heeseung menghabiskan waktu seminggu di negara baru itu, guna menemani Rei. Tidak banyak yang bisa dilakukan.

Keduanya melewati hari demi hari di rumah sakit, Rei terus diberi pengobatan dan dipantau tim Dokter hingga kondisi perempuan itu kian membaik.

Seluruh pengobatan dibiayai penuh oleh pihak perusahaan bus yang ditumpangi seluruh penumpang yang menjadi korban. Karema setelah dilakukan penyelidikan yang lebih berkala, tim kepolisian menemukan bukti bahwa kecelakaan dilatar belakangi keteledoran pihak perusahaan bus.

Entahlah, baik Heeseung atau Rei tidak begitu mendengarkan penjelasan yang diberikan Kepala Polisi yang ditugaskan pada kasus ini.

Yang terpenting, semua terjamin sampai Rei sembuh nantinya.

Dalam dua belas hari, luka-luka di sekujur tubuh Rei telah mengering, tinggal menunggu bekasnya hilang dalam beberapa minggu ke depan. Sekalipun ingatannya hilang, kondisi Rei bisa dikatakan sangat baik.

Sehingga dalam dua atau tiga hari, perempuan 30 tahun itu bisa meninggalkan rumah sakit segera.

Saat ini, Rei yang baru selesai bersih-bersih dibantu Suster kembali duduk di ranjangnya. Rei teramat bosan, tidak banyak yang bisa dilakukan dan kehadiran pria yang diketahuinya sebagai sang mantan suami mau tidak mau membuat Rei agak kikuk.

Heeseung tidak pernah meninggalkan rumah sakit, ataupun ruang rawat Rei sekali pun. Ya, dia tidak menyewa penginapan mana pun, dan selalu makan di kantin rumah sakit.

Fokusnya tertuju pada Rei, seolah, jika Heeseung pergi lebih lama sedikit, Rei akan kembali hilang.

Hampir setiap hari pria itu akan melakukan sambungan telepon atau video call dengan keluarganya di Jakarta, terutama pada Riki yang sudah mulai masuk sekolah di Taman Kanak-kanak.

"Papa!" panggil Riki di seberang sana.

Riki sudah pulang sekolah, sementara Heeseung baru akan memulai harinya. Bocah lima tahun itu masih menggunakan seragam sekolahnya.

"Halo, Sayang," sapa Heeseung.

"Papa kapan pulang? Sedang apa di sana?"

Heeseung yang saat ini sedang sarapan di kantin rumah sakit, tersenyum melihat raut wajah penuh rindu campur kesal milik putranya.

"Sebentar lagi Papa pulang, Papa sedang ada urusan, sabar ya?"

Sejujurnya, Heeseung sangat ingin memberitahu Riki bahwa sang Papa sedang bersama Mama bocah itu. Tapi apalah daya Heeseung karena baik Ayah mau pun Ibunya tidak mendukung keinginan tersebut.

Katanya sih, mereka ingin menjaga hati Riki. Memang betul yang ditemui Heeseung adalah Rei sang Mama, tetapi Rei belum tentu akan kembali melanjutkan hidupnya di Jakarta.

Bisa saja, setelah Riki tahu hal itu, dan ternyata keinginannya untuk benar-benar bertemu Rei tidak lagi terwujud, anak itu akan kenapa-kenapa.

Siapa yang tahu 'kan?

Oleh karenanya, Heeseung bertekad untuk membawa Rei pulang bersamanya, guna dipertemukan dengan Riki.

Sampai sejauh ini, Polisi masih sibuk menghubungi kerabat dari korban-korban kecelakaan. Karena sebagian dari penumpang bukanlah warga negara mereka.

Yang Heeseung sangat amat penasaran, Polisi selalu berkata mereka gagal menemukan informasi mengenai 'Pria yang dekat dengan Rei selama di Berlin'.

Siapa pria itu?

Apakah Rei ternyata sudah memiliki kekasih baru? Atau hanya sekadar teman dekat? Rekan kerja baik hati, mungkin?

Entahlah.

Kilometer 40++ [S2 DTN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang