Pisang

28 8 0
                                    

Jika orang lain menanti kedatangan pagi, aku selalu berharap tidak ada hari lagi ~

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Pagi minggu Rafael sudah nangkring di post satpam menemani mas Didin. Satpam shift pagi di rumah Qaila.

Tadi malam cowok itu mengajak Qaila   menghabiskan weekend ini bersamanya. Rencana malam mingguan mereka gagal dikarenakan mood gadisnya yang buruk setelah bertengkar kecil dengan papanya.

"Wadidaw, maaf ya mas. Mas Didin jadi harus nyumbangin pisang goreng nya ke perut dia. " Qaila pura-pura menatap kasihan kepada satpam muda itu, karena Rafael yang ikut memakan jatah gorengan paginya.

"Gapapa mba, nanti di bayar sama mas El ko. " Gurau Mas Didin.

"Saya hargai lima ribu satu potong pisang nya mas. " Rafael menanggapi serius.

"Pisang saya ga semurah itu mas. " Celetuk mas Didin absurd.

"Loyo begitu juga, di jual mahal mana laku mas. " Cibir Rafael ikutan ngelantur.

"Pisang ku ga lembek ya mas!,mending ga usah kamu bayar kalo dikasih murah begitu. Turun harga diri 𝘵𝘦𝘭𝘪 ku. " Sungut mas Didin.

"Alah gratisan juga biasanya. " Ledek Rafael masih memancing lelaki lebih tua darinya itu.

"Kirek, cuma istri ku yang pernah nyoba loh ya. " Yang di ledek balas memukul paha Rafael dengan pentungan.

"Pagi-pagi kok udah mesum sih, ayo El. Kamu juga, kok malah di gangguin mas Didin nya. " Qaila melotot menatap Rafael.

Cukup sudah ia menyimak pembicaraan mereka yang sudah melantur ntah kemana itu. Bisa-bisa semakin panas telinga nya lama-lama mendengarnya.

"Yaudah mas, kita pergi dulu. " Pamit Rafael.

"Ga usah dibawa pulang juga gapapa El, mumpung bapaknya si Qaila di Jerman. " Canda mas Didin.

Satu lagi orang yang tahu bagaimana cerita hidup bad girl satu itu di keluarga ini.

"Pulang-pulang meteng anak orang. " Jawab Rafael sambil memasangkan helm di kepala kekasihnya.

"Udah kenyang mas, ga mau bawa pisang nya nih?" tawar mas Didin menunjuk piring yang masih berisi beberapa potong pisang goreng.

"Makasih mas, kemana-mana gue selalu bawa pisang kok. " tolak Rafael.

"Ha, kamu suka pisang. Sejak kapan?" tanya Qaila langsung. Setahunnya cowok itu tidak suka dengan buah bernama pisang itu.

"Pfttt.. " Mas Didin menahan tawanya, menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.

"B-bukan buah pisang mba. " Mas Didin cekikikan melihat raut datar Rafael.

Qaila terdiam beberapa detik sebelum ekspresi wajahnya berubah masam. Karena mengerti arah pembicaraan kedua laki-laki itu.

"Pisang mulu deh perasaan, ini jadi pergi ga sih. " gerutu Qaila.

"Jadilah, mas Didin ini. Usil banget dari tadi kan yang. " Rafael mengompori.

"Kok saya, yang duluan siapa?. " Mas Didin terlihat tak terima.

"Yaudah mas, kita pergi dulu ya. Dari tadi gagal mulu ini saya ngidupin motor. " Rafael ikut menggerutu juga.

"Iya-iya.hati-hati, paru-paru, jantung tenggorokan nggeh. "

"Ngawur kamu mas. " Balas Qaila.

Setelah kedua pasangan kasmaran itu keluar dari pekarangan rumah, mas Didin gesit menutup gerbang.

"Bawa Qaila bahagia El, kasih dia apa yang dia ga dapat dari keluarganya. " ucap mas Didin pelan, menatap motor sport navy yang semakin jauh itu.

𝐉𝐮𝐣𝐮𝐫, 𝐜𝐮𝐩𝐢 𝐬𝐞𝐝𝐢𝐤𝐢𝐭 𝐠𝐞𝐥𝐢 𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐢𝐧𝐢. 𝐊𝐞𝐭𝐚𝐰𝐚 𝐤𝐞𝐭𝐚𝐰𝐚 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐧𝐠𝐞𝐭𝐢𝐤 𝐧𝐲𝐚 :). 𝐈𝐬𝐭𝐢𝐠𝐡𝐟𝐚𝐫 𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤-𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐲𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐢𝐧𝐢. 𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐢𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐢𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐧𝐲𝐚.

𝐄𝐡, 𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟓 𝐲𝐚?. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐣𝐮𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐧𝐠𝐞𝐭𝐢𝐤 𝐤𝐮 𝐬𝐢𝐬𝐚 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐥𝐚𝐠𝐢. 𝐒𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭𝐢𝐧 𝐜𝐮𝐩𝐢 𝐝𝐨𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐧𝐢. 𝐂𝐚𝐩𝐞 𝐭𝐚𝐮, 𝐧𝐠𝐞𝐭𝐢𝐤 𝐀𝐁𝐂𝐃 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝟏𝟐𝟑𝟒 :(

      :
      :

𝐕𝐨𝐭𝐞 𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐨𝐧𝐠 𝐤𝐚𝐤𝐚𝐤, 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐜𝐮𝐦𝐚 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐜𝐚. 𝐌𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐦𝐢𝐬𝐤𝐢𝐧 𝐭𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧𝐚𝐧

Titik LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang