Telaga Merah

34 13 41
                                    

~ bahagia itu sederhana, intinya bahagia nya itu sama dia ~

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Rafael membawa Qaila menepi ke pinggiran kota. Suasana yang jauh dari hiruk-pikuk sibuknya orang-orang.

Laki-laki tampan itu sengaja membawa gadisnya pergi agak jauh dari biasanya.

"Lo kalo ngajak date berbobot dikit tempatnya. Kenapa di semak-semak sih. " Qaila memukul kuat helm belakang Rafael. Saat cowok itu menghentikan motornya di area padang rumput.

"Sorry ya Quenna, gue kalo mau 𝘢𝘯𝘶-anu anak orang juga mikirin kenyamanan diri sendiri. " Rafael menyentil pelan kening Qaila. Karena tau isi pikiran gadisnya.

"Ya-ya kamu sih, buat aku nething. " Qaila mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ayo keburu matahari tenggelam. " Rafael menarik tangan Qaila tanpa aba-aba. Membuat sang pemilik tangan ikut tertarik kasar.

"Santay njay!" Qaila berusaha mengajarkan langkahnya, dengan om-om di depannya itu.

"Tenggelam kepala lo, terbit aja matahari belum. " Koreksi Qaila.

"Dek.. " Rafael melambaikan tangannya ke arah penggembala cilik yang sedang berlarian mengejar ternak nya.

"Apo?" Bocah tengil itu mendekat.

"Tolong fotoin kakak bentar boleh?" Rafael langsung menyodorkan hpnya tanpa menunggu persetujuan anak laki-laki itu.

"Ndak bagus indak apo kan?"

"Slow ae cil, kamera gue bagus ko. Ga ngaruh sama PG nya. " Jawab Qaila sombong.

"Songong bener. " Bocah itu mengambil hape di tangan Qaila dengan lirikan sinis.

"1..2.. Nah.. " Baru saja keduanya ingin mengatur pose, anak itu sudah menyodorkan kembali hape Qaila.

"Buset bocah... "

"Lah cantik tu, nanti kalo mau foto lagi panggil ajo. Den nak pai ngapokan kambing tu lu. "

(Udah cantik itu, nanti kalo mau foto lagi panggil aja. Aku mau pergi ngapain kambing itu dulu.)

"Kamu duduk di sana dulu, aku mau post di ig. Di dekat pohon itu nanti ga ada sinyal. " Rafael mengarahkan Qaila agar duluan pergi ke arah yang ditunjuk nya.

Setelah beberapa saat berfokus pada hape, Rafael menyusul Qaila yang sedang membentang alas kain.

"Tau ga kenapa aku bawa kamu kesini?" tanya Rafael dengan fokus mata yang tak lepas dari Qaila yang sedang menyibukkan diri.

"Ga tau, apa enaknya disini coba. Kalo udah mulai siang kita pulang pokoknya. Panas tau ga. " Qaila kembali menunjukkan kekesalannya.

"Itu disana, ada telaga. Aku ngasih nama telaga merah. Gatau kalo orang sini nyebut nya apa. " Rafael menunjuk ke arah depan.

"Loh iya, kok aku baru sadar. " Qaila bersiap bangkit dari duduknya. Namun pergerakannya di tahan.

"Ga boleh dekat-dekat. Disini aja liatnya."

"Banyak rumput panjang juga tu, nanti kegatelan kamu" Lanjut Rafael

Plak

"Kegatelan bahasanya ya!, gatal-gatal gitu ngomongnya kenapa. " Qaila kesal, lalu menjatuhkan kepalanya di pundak Rafael.

"Kata orang, disana pernah ada perempuan bunuh diri. Awalnya warna air di telaga itu coklat, keruh. Sekarang malah warna merah. " Cerita Rafael sesekali mengecup puncak kepala Qaila.

"Terus? " Jiwa kepo Qaila mode on.

"Terus ya terus ya begitu, airnya jadi warna merah. " Lanjut Rafael singkat.

"Terus?" tanya Qaila lagi.

"Terus mulu kamu mah, kejedot duda nanti. " Gurau Rafael.

"Ih El. Cerita jangan nanggung nanggung. "

"Ga ada ceritanya lagi, aku ga tau. Tapi aku mau ngasih tau sesuatu lagi sama kamu. " Ucapan Rafael membuat Qaila langsung duduk tenang menghadap lawan bicaranya.

"Serapuh apapun kamu, sehancur bagaimanapun hati kamu. Jangan pernah berpikir mengakhiri semuanya dengan cara bunuh diri. " Rafael mencengkram kedua bahu Qaila. Menatap kedua mata indah gadis kesayangannya.

Qaila tersenyum. Dia sangat beruntung memiliki Rafael di sampingnya. Cowok itu cukup berperan baik menjadi abang sekaligus pacarnya.

"Aku bukan cewek lemah ya. " Qaila hanya merespon dengan menepis tangan kekar itu.

"Iya tau bunda ratu, aku cuma ngingetin untuk kesekian kalinya. " Cibir Rafael.

"Mana tadi hasil foto bocah tadi?" tanya Qaila, mengalihkan pembicaraan.

"Ini nih, udah aku post tadi. " Rafael mengusap layar hapenya. Menekan aplikasi instagram.

Rafael membulatkan kedua mata, "Bjir, udah banyak aja yang komen. Yakin gue diantaranya ada komenan anak-anak. "

"Itu keliatan kecekik gue woy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itu keliatan kecekik gue woy. " Qaila merampas hape di tangan Rafael.

"Hapus El, itu apa-apaan. " Rengek Qaila.

"Woilah, cakep udah itu. Muka lo ketutupan soalnya. " Rafael merampas balik.
"Hape aku... " Qaila menarik hapenya kasar.

"Cil, fotoin kita lagi. Nanti gue kasih gopek. " Teriak Rafael pada bocah tadi.

"Gopek dapat apa om. Makanan kambing gue aja limpul. " Sungut anak laki-laki itu, ikut mengajak hewan gembala nya mendekat pada Rafael dan Qaila.

"Dari belakang cil. Lo baik baik fotoin nya. Jangan kayak tadi. Belum siap gue, udah lo foto. " Julid Qaila.

"1..2..-"

"Sampe tiga, nanggung. " Ketus Qaila, karena belum siap dengan posisi nyaman nya.

"Kalo ini sih satu juta ya bapak ibuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalo ini sih satu juta ya bapak ibuk. "
Anak kecil itu memperlihatkan hasil potretnya.

"Apa-apaan, kedekatan itu gue sama dia. " Qaila masih tak terima dengan hasilnya.

"Bersyukur napa sih... " Anak itu menatap Qaila dengan tatapan permusuhan.

Titik LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang