21. Ce qu'il faut faire?

13 9 2
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, ya, guys.

Happy reading....


Lelaki itu Elvasta, ia masuk ke dalam kamarnya dengan senyuman yang tak henti-hentinya memudar. Kemudian ia membantingkan tubuhnya ke atas kasur yang berukuran besar. Ia mematikan lampu kamarnya berniat untuk menuju alam memimpinya.

Lama Elvasta berbaring seraya menatap langit-langit kamarnya. Isi kepalanya begitu berisik, sehingga kelopak matanya begitu enggan untuk tertutup. Padahal bisa terbilang dirinya cukup tenang, karena hal yang ia inginkan dapat tercapai. Namun entah mengapa ia tetap merasa cemas, sekaligus takut.

"Memang seharusnya yang sudah menjadi miliki gue, akan kembali dengan sendirinya." gumamnya seraya mengangkat sudut bibirnya ke atas.

Helaan napas terhembus dari hidungnya, tangan kekarnya itu merogoh ponsel yang berada di dalam sakunya. Ia mengutak-atiknya sejenak, lalu mendekatkan benda gepeng itu ke telinganya.

Tutt tutt tutt

Tutt

Elvasta menyalakan lampu kamarnya kembali. "Kenapa gak diangkat?" gerutunya seraya mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

Tutt

"Halo, Kak? Ada apa?"

Kedua mata Elvasta sedikit melebar ketika sambungan telepon itu terhubung, serta mendengar suara lembut gadis itu, Saena. Suara yang selalu membuatnya tenang.

"Besok berangkat kampus bareng gue!"

"Gak bisa, Kak. Aku besok bareng Kak Alseder."

Kedua alis tebal itu menukik tajam. "Gue bukan nanya, Na. Gue suruh lo, dan gue gak terima penolakan."

"Ta-tapi, Kak, aku udah janji sama Kak Alse. Maaf."

"Gak bisa lo batalkan janji lo itu?"

"Gak bisa, Kak."

Pandangan Elvasta tertuju pada satu objek dengan kedua alis yang setia menukik tajam, seperti tengah berpikir keras.

"A-ayah suruh gue bareng sama lo."

Lama suara di seberang sana tak kunjung datang selepas kalimat barusan keluar, sehingga Elvasta linglung dibuatnya. Apakah dirinya salah bicara?

"Kak.. "

"Hm."

"Tentang Papa dan Om Reza, Kak Elvas pasti udah tahu' kan?"

"Gue tahu,"

"Kenapa mereka lakukan itu?"

"Gu-gu-gue mau tidur, Na. Gue tutup teleponnya, ya."

Tanpa berpikir panjang ia langsung bertindak. Kemudian melempar ponselnya ke sembarang arah, tak peduli akan keberadaan ponselnya itu karena ia sudah terlanjur kesal. Sungguh.

"Santai, El! Santai!"

"Meski pun Saena selalu menolak, Om Zaeyyan udah berpihak sama lo."

ALSEDER [Promise Of Love]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang