Pagi pagi sekali, seseorang masuk ke dalam ruangan Saena dengan mengenakan pakaian serba putih. Rifanny yang tengah duduk di sofa sontak berdiri dan menyambutnya dengan ramah, begitu pun sama halnya dengan Saena.
"Selamat pagi, dok"
Dokter itu tersenyum menanggapi, "hasil Lab sudah kaluar" pria paruh baya itu memberikan sebuah amplop besar berwarna putih. Rifanny sontak menerima amplop putih tersebut, lalu membukannya dengan perlahan.
"Tidak ada penyakit serius di tubuh Saena, dia hanya kekurangan cairan sehingga badannya terasa lemas dan kepalanya pusing." Terang dokter itu.
Rifanny yang mendengarkan penjelasan serta membaca secarik kertas itu langsung bernafas lega, lantas menatap putri semata wayangnya yang tak kalah leganya. "Syukurlah" lirihnya.
"Berhubung kondisi Saena sudah mulai membaik, hari ini Saena boleh pulang."
Rifanny lega mendengar akan hal itu, "baik dok, terima kasih."
Lelaki paruh baya itu mengangguk lantas tersenyum, kemudian menolehkan kepalanya menatap Saena. "Saya harap jangan sampai terulang lagi, ya! Sehat-sehat selalu" ujarnya.
Saena tersenyum simpul dibuatnya, "i-iya dok, terima kasih"
"Baiklah, saya tinggal dulu. Saya harus memerika pasien yang lainnya" setelah mendapat anggukan kecil dari Rifanny dan Saena, dokter itu meninggalkan ruangan yang serba putih itu.
"Bunda telepon Papah dulu, Na" sahut Rifanny yang diangguki oleh Saena.
****
Matahari sudah beranjak, berhasil menembus kaca jendela markas Georguz. Semalam, anggota inti Georguz kecuali Alseder bermalam di markas. Sekarang mereka tengah duduk di sofa melingkari meja. Masing masing memiliki kesibukan tersendiri. Seperti halnya Raditya, lelaki itu tengah bermain gitar. Kristino yang tengah menyantap sarapan paginya. Alseder yang tengah merokok, sesekali melamun tak jelas. Serta Agam dan Gion yang bergelut dengan kartu remi, meneriaki satu sama lain jika salah satu di antara mereka mengalami kekalahan.
"Dit, thanks, ya. Kemarin lo udah bantu gue." ujar Alseder seraya mengisap rokoknya yang diapit oleh jari-jarinya.
Raditya yang tengah bermain gitar itu mengangguk, "santai"
"Menurut gue, lo harus gerak cepat untuk nyatakan perasaan lo ke Saena, Al!" celutuk Kristino menyela pembicaraan antara ketua dan wakil ketua geng.
"Nah, benar itu Al. Sebelum diambil Elvasta" setelah kalimat terakhir itu keluar, Gion tertawa puas akan candaannya.
Alseder menatap Gion sekilas, "gak akan gue biarkan itu terjadi, lagian orang yang udah nikah aja masih bisa kepincut sama orang ketiga. Lah ini, belum juga nikah." jawabnya tanpa ekspresi apa pun.
"Ya udah, Al. Ayo tembak Saena!" titah Gion dengan penuh keyakinan, matanya setia fokus menatap kartu-kartu yang ia genggam.
"Mati dong" celutuk Raditya tanpa mengalihkan atensinya dari layar ponselnya.
Alseder meraih segelas susu miliknya yang tersisa setengah, lalu meminum susu itu hingga tandas. "Udah" jawabnya seraya meletakkan gelas itu ke tempat asal.
Mendengar jawaban dari Alseder, keempat inti Georguz sedikit terkejut. Terkecuali Raditya, meski sempat terkejut, namun terkejut itu sangat santai.
"Hah? Kapan?" tanya Kristino.
Gion menaruh lembaran kartu itu di atas meja."Ayo cerita, Al!" titahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSEDER [Promise Of Love]
AcakAlseder Sayyan Maularos. Lelaki rapuh, Sang penakluk hati. Dia lelaki yang memiliki suatu keinginan, dan keinginan itu akan terpenuhi jika ia menepati janjinya dengan seseorang. Bukan hal yang mudah baginya, banyak halangan dan rintangan yang harus...