3. That promise

210 174 148
                                    

Pelataran markas Georguz didominasi dengan warna dark abu abu. Lingkungan sekelilingnya yang bersih, dan layak dianggap sebagai tempat nyaman. Tidak lupa dengan sebuah spanduk yang tertempel di dinding depan markas bertulisan "Georguz"

Matahari mulai tenggelam, Alseder baru saja sampai di markas. Sepulang dari kampus ia langsung ke rumahnya karena akan mengambil dompetnya yang tertinggal.

Namun ketika sampai di depan pintu rumah, lelaki itu langsung disambut dengan pertengkaran Ayah dan Bundanya. Sehingga ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan memutuskan untuk menuju ke markas.

Lelah, itu yang Alseder rasakan saat ini.

Alseder membawa motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang tidak terlalu padat itu.

Keempat sahabat Alseder sudah terlebih dahulu di markas sejak pulang dari kampus. Ketika Alseder masuk ke dalam markas dengan raut wajah yang masam, bahkan tidak berbicara sedikitpun. Keempat anggota inti Georguz itu tidak berani bertanya, atau bahkan membuka pembicaraan. Mereka hanya menatap satu sama lain, serta sesekali dengan gelengan kepala. Lewat tatapan itu, bahwa siapa yang harus bertanya terlebih dahulu di antaranya.

Bagaimana tidak? Lihatlah sekarang wajah Alseder sangat tidak bersahabat takut takut mereka disambar petir secara tiba tiba. Namun mereka adalah mereka, sudah mengerti apa permasalahannya karena hal ini bukan sekali atau dua kali.

"Keluarga lo berantem ya lagi Al?" Akhirnya Kristino memutuskan untuk membuka suara, berniat untuk memecahkan keheningan. Walaupun dibarengi dengan keraguan.

Pertanyaan itu membuat Alseder mengangguk, kemudian membuang nafas gusar "gue cape. Gue harus gimana, hah?" keluh Alseder seraya menjambak rambutnya frustasi.

Gion yang memang duduk bersebelahan dengan Alseder lantas menepuk pelan pundak lelaki itu. Melalui tepukkan itu, seolah mengatakan bahwa Alseder harus kuat. "Yang sabar Al, gue yakin mereka pasti bakal baikan lagi"

Tangan Alseder mengambil sebatang roko dari bungkusnya. Membakarnya, lalu menghisapnya. "Baikan dari hongkong. Asal kalian tau! orang tua gue gak pernah akur." jawabnya enteng dengan mata yang terpejam.

Agam berdecak pelan, ia bisa melihat keputusasaan di wajah Alseder. "Jangan gitu Al, tunjukkan ke dunia kalau lo itu manusia kuat!" sergahnya dengan memainkan kedua alisnya.

Mendengar penuturan itu Alseder menatap sekilas Agam, menyandarkan punggungnya pada sofa, kemudian memijit pelipisnya. "Lo pikir gue sekuat itu? Ngga ye bangsat" balasnya enteng.

"Ehh si kehed" umpat Agam kesal.

Hening.

Diam diam Kristino melirik Alseder, sejak tadi ia menahan habis habisan untuk tidak bertanya hal lain kepada Alseder. Namun dirasa Alseder sudah agak membaik, kini ia mencoba untuk bertanya sedikit demi sedikit. Pasalnya ia sangat penasaran dengan apa yang telah terjadi terhadap Alseder di kampus tadi.

"Al lo belum kasih tahu kita, sedetail mungkin cewek yang lo maksud itu" ujar Kristino kepada Alseder.

Mata Alseder yang tadinya terpejam kini terbuka sangat lebar, kemudian mengubah posisinya menjadi duduk, "Saena" jawabnya datar

"Hah? Kok gue rasa nama itu gak asing ya? benar gak sih guys?" terka Kristino menatap ketiga lelaki di sekitarnya untuk memastikan dugaannya benar atau tidak.

"Cewek Galang" sahut Raditya, tanpa menoleh sedikitpun. Atensinya terus menatap fokus benda pipih di tangannya.

"Anjing lo Dit bibirnya pengen gue jahit ya?" umpat Alseder pelan dengan rasa kesal. Meski umpatan itu pelan, namun orang orang di sekitarnya mampu mendengar umpatan itu.

ALSEDER [Promise Of Love]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang