Lie: 26' Berita Menggemparkan

82 29 11
                                    

Terkadang, pagi bukan tentang cahaya matahari yang menelusup lewat celah jendela sehingga membangunkan sosok yang sedang tertidur pulas. Atau waktu sarapan bersama keluarga ditemani sepiring roti yang dioles selai cokelat dan segelas susu. Bisa jadi tentang kabar kematian korban permainan mafia yang silih berganti setiap harinya.

Pagi ini, SMA Aetternity digemparkan dengan berita seorang siswa yang ditemukan tak bernyawa di depan gedung sekolah. Diduga siswa itu mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap gedung. Mr. Hougainville selaku orang pertama yang menemukannya pun dibuat tertegun melihat jasad yang digenangi darah tersebut.

Si kembar Sean dan Shan yang baru saja datang tak kalah bingung melihat kerumunan di sana. Betapa terkejutnya kala mereka menerobos gerombolan manusia itu dan menemukan sosok Heaven dalam kondisi mengenaskan. Namun, mereka memutuskan untuk segera pergi ke kelas sebab kerumunan itu dibubarkan paksa oleh Mr. Hougainville. Katanya, pihak berwajib seperti polisi dan petugas ambulans sedang menuju ke sini. Tentunya kabar kematian itu tak berpengaruh untuk membatalkan kegiatan belajar mengajar.

Selagi belum ada kabar dari bot mafia di ponsel, Sean dan Shan tak akan percaya dengan desas-desus bunuh diri tersebut. Meskipun jika dipikir kembali terbilang masuk akal, sebab semalam tidak ada kabar mengenai tugas sang mafia. Lho, memangnya Heaven mafia?

"Supriyanto, lo kenapa?!" Tiba-tiba Shan berseru karena tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Friday mengerjap  sebelum menghampiri meja si kembar. "Emang gue kenapa?" tanyanya bingung.

Shan menunjuk balutan perban yang mengelilingi kepala si surai cokelat. "Kepala lo ...."

"Oh, cuma jatuh," jawab Friday sambil cengengesan. "Jangan kasih tahu Kakak gue, ya, dia belum pulang lembur."

"Jangan bilang lo jatuh bareng Evan?" celetuk Sean.

"Ssst!"

"Anjay, bener ternyata. Diobati siapa?" Shan kembali bertanya dengan tatapan super ingin tahu.

Dia memutar kedua bola matanya, sebelum menjawab, "Mandiri, dong. Nyembuhin lo aja bisa, apalagi diri sendiri," bisik Friday seraya medudukkan diri di bangku kosong yang terletak di depan si kembar.

"Iya, deh. Si paling healer."

Begitu banyak untaian pertanyaan yang dilontarkan Sean dan Shan mengenai kondisi Friday saat ini. Mau tidak mau, si surai cokelat terpaksa menjelaskan kejadian semalam, dengan catatan sambil mengecilkan suara.

Malam itu, Friday sempat terkapar lemah ketika tubuhnya mendarat dengan kasar. Ngilu rasanya, seperti terbentur ke dinding. Di sisa napasnya, Friday sempat putus asa dan berpikir bahwa hidupnya telah berakhir. Bahkan untuk sekadar membuka kelopak mata pun terasa begitu berat. Namun, tiba-tiba dia teringat dengan gen healer yang mengalir di dalam darahnya. Sebagai keturunan klan healer, sudah sepantasnya Friday memiliki kemampuan pertahanan yang kuat.

Laki-laki bersurai cokelat itu mencoba melakukan teknik pernapasan khusus yang pernah diajarkan sang ibunda. Sulit? Tentu saja. Friday hampir menyerah sebab kondisi tubuhnya terlalu lemah serta adanya rasa sesak di dada yang menikam, bahkan nyaris pingsan. Beruntunglah pada akhirnya dia berhasil menetralkan napas berkat tindakan menempelkan tangan yang dialiri sihir ke dada kiri sambil meraup oksigen sebanyak-banyaknya tersebut.

Friday pun terduduk seraya memegangi kepalanya yang terasa pening. Dapat dirasakan sebuah cairan mengalir deras dari pelipisnya. Friday menyentuh cairan berwarna merah pekat tersebut sebelum mengamatinya, lalu beralih menatap Heaven yang telah tak bernyawa. Jangan harap Friday berempati untuk menolong si surai hitam, akan lebih baik jika dia segera berteleportasi ke rumah dan melalukan pertolongan pertama pada lukanya. Begitu pikir Friday.

The Dead Friendship || 00L ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang