Jendra pulang bersama teman teman nya, keadaan nya kacau, di pikiran nya sekarang hanya Jia
setibanya di rumah, semua nya sudah menangis, bahkan Juno pun menangis seolah merasakan sedih tentang hal ini
Nara menghampiri anak nya yang berada di ambang pintu, ia memeluk tubuh itu, ia mengerti kesedihan anak nya
Jendra lemas, ia terduduk di lantai, ia meringkuk, bagaimana bisa ia kehilangan orang yang sangat ia cintai
"Jia pergi ma, ninggalin aku dan anak anak, kenapa dia kaya gitu ma? kenapa?" tanya Jendra dengan terisak
"Jendra" Ashila menghampiri Jendra
"mi, maaf. maaf untuk rasa sakit yang mami terima" Ashila memeluk tubuh menantu nya itu
"jujur saja mami ngga ikhlas, tapi mami bisa apa?" Ashila
"Jendra, cinta Jia begitu besar karena siap mengorbankan diri nya demi kamu" Nara
di tempat itu, Adeline terduduk sembari memeluk kaki nya sendiri, entah apa yang membuat nya sangat merasa bersalah, padahal diri nya sendiri yang sudah membuat Jia dan Ken seperti ini
Adeline terkejut mendengar suara pada sebuah ruangan sempit di sana, di dalam ruangan bawah tanah, ada ruangan tempat penyimpanan senjata, Adeline memeriksa ruangan itu, perlahan ia membuka pintu itu
"JIA?!" teriak Adeline
"awas" Jia
terlihat Jia sudah terluka cukup parah, karena ruangan itu beberapa adalah senjata, Adeline tersadar, mungkin saja mereka mengeluarkan senjata itu dan bersembunyi di sana
"ken.." Adeline menatap kekasih nya yang terluka parah
"kalau kamu masih punya hati nurani, bawa dia kerumah sakit" Jia
"Jia, ayo ikut aku" Adeline memegang tangan Jia
"ngga! ngga usah pura pura! aku ngga akan masuk jebakan kamu lagi!" Jia berucap sembari terbatuk batuk
"Jia, maaf" hanya itu yang bisa di ucapkan Adeline
Jia hanya diam, ia mulai berjalan ke arah atas, badan nya sakit semua
flashback
"aku pasrah" Jia menghela nafas berat, ia mulai menerima jika benar ia akan mati di sini
"ngga! kamu liat di sana? ada ruangan senjata, keluarin sebagian, kita masuk, itu termasuk ruangan yang kokoh karna ada senjata berbahaya di sana" Jia mengangguk
mereka berdua berlari ke arah ruangan itu, Ken membuka ruangan dan mengeluarkan sebagian senjata, 10 detik, waktu mereka 10 detik lagi
"Jia kamu masuk dulu" Ken membiarkan Jia agar masuk terlebih dahulu
suara detik bom mulai terdengar, Jia menarik Ken agar masuk ke dalam ruangan itu, dan seketika pendengaran mereka di isi dengan suara ledakan, bahkan ketika sudah di dalam ruangan itu, mereka masih terkena ledakan nya, badan Jia terpental ke sudut ruangan, sedangkan Ken tertimbun reruntuhan di sana
ia memegang kaki nya yang terasa sakit, ia sedikit lega karena masih di berikan kesempatan hidup.
"Jendra, kamu pasti udah anggap aku mati ya? aku di sini Jen" gumam Jia
Jia menghadang taxi yang lewat, ia akan pulang ke rumah nya
sedangkan di rumah, semua nya sedang berduka, eja sudah meraung raung di pelukan Jendra, Jendra sendiri pun menangis
KAMU SEDANG MEMBACA
my favorite doctor ||Nosung
Kısa Hikayeisi nya tentang seorang CEO yang jatuh hati pada dokter cantik