02

1.3K 75 23
                                    

Keesokan harinya.
Sinar surya mulai menyinari kamar Pratama dan mengganggu tidurnya.

Pratama bangun lebih dulu dibandingkan jam wekernya.

Karena kasurnya berada di pojokan dan kebetulan di sampingnya ada jendela yang menghadap secara langsung ke luar.

Tentunya Pratama membuka jendelanya dan seketika itu juga, angin segar memasuki kamar Pratama.

Udara yang sejuk pada pagi hari memanglah yang terbaik, mendengarkan suara kicauan burung pada pagi hari. Tidak lupa juga menatap langit yang cerah.

Angin menerpa surai Pratama yang mengganggu penglihatannya, Pratama segera menutup jendelanya.

Pratama membalikkan tubuhnya. "WARGHH!" Pratama terkejut bukan main, dikarenakan Pradipta sudah berada di sana dengan tersenyum sumringah. "K- kakak? Apa yang kakak lakukan?"

Pradipta mendekati Pratama dan menggendongnya secara langsung yang membuat Pratama kaget.

Pradipta juga menggosok-gosok hidung Pratama dengan hidungnya sendiri.

"K- kakak? Aku tidak b- beratkan?" Tanya Pratama karena takut merepotkan kakaknya.

"Berat?" Pradipta seketika itu juga terkekeh, tidak habis pikir. "Tentu saja tidak, tubuhmu sangat ringan seperti bantal guling."

"Seringan itu?" Dan dijawab anggukan.

Saat telah sampai di ruang makan. Pradipta mendudukkan Pratama di kursi sampingnya, "Makanlah dengan lahap, aku sudah memberikanmu beberapa obat untuk membuatmu tetap sehat." Ucap Pradipta sambil menyendok nasi.

Pratama memakan makanannya yang telah diberikan oleh Pradipta. Di sela-sela keheningan, Pratama baru saja menyadari bahwa sejak kemarin Pratama tidak melihat asisten rumah tangga.

"Kak, di mana asisten rumah tangga kita?"

"Hm?" Entah kenapa Pradipta sedikit tidak enak dengan pertanyaan adiknya. "Semua asisten rumah tangga kita telah resign dan memilih jalannya masing-masing."

Pratama sedikit heran dengan semua asisten rumah tangganya, "Apakah karena aku merepotkan sehingga mereka semua pergi?"

Pradipta yang melihat kerutan dahi pada Pratama langsung berdiri dan menepuk kedua pundak Pratama. "Tenang saja aku akan mencari asisten rumah tangga yang baru dan tidak usah terlalu merasa bersalah," Pradipta tau apa yang Pratama pikirkan.

Pratama pun mengangguk dengan ragu dan melanjutkan makannya.

Pradipta tersenyum dan kembali duduk di tempatnya.

. . . . .

Setelah acara makan telah usai. Pradipta membersihkan mulut Pratama yang menyisakan sedikit noda makanan, "Ya ampun, lihatlah caramu makan yang begitu berantakan," Ucap Pradipta.

Pratama merasa sedikit bersalah. "Maaf kak."

Pradipta menggeleng. "Sudahlah, tidak apa-apa, lagipula aku senang kau bergantung kepadaku."

Pratama merasa tidak enak karena lagi-lagi mengganggu Pradipta, "Maaf kak."

Pradipta tidak merespon. "Oke, selanjutnya adalah memandikan mu."

Seketika Pratama menatap heran ke arah Pradipta. "K- kakak akan memandikan ku?"

Pradipta tersenyum lebar. "Ya, memangnya apalagi selain itu?"

Pratama sedikit tidak nyaman apabila Pradipta memandikannya. "A- aku bisa sendiri kak yang melakukannya--"

"Jangan membantah, adikku."  Pradipta tidak suka apabila Pratama memberontak dan perintahnya ditolak.

Dipta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang