04

703 51 0
                                    

"Coba ulangi perkataanmu barusan?"

"B- bolehkah aku b- bersekolah?"

Pradipta memijit pangkal hidungnya, sesekali mengorek telinganya sendiri dengan jari kelingking berharap jika apa yang didengarnya barusan adalah imajinasi. "Untuk apa kau bersekolah?"

"A- aku ingin memiliki teman."

Pradipta berdiri dari kursi dan berjalan menuju ke arah Pratama, kemudian memegang kedua pundak Pratama. "Teman? Tidakkah kau kejadian dimana kau ditinggalkan begitu saja di sekolah? Memangnya mereka ingin memiliki teman cacat sepertimu? Sudi kah mereka? Tidak sanggup berteman denganmu, jadi pahamilah."

Pratama mengepalkan tangannya, "T- tapi, rasanya sedikit bosan apabila di rumah terus saja--"

"Kau anggap apa aku?"

Pratama membalikkan tubuhnya dan melihat tatapan Pradipta yang seketika menajam. "Kau anggap apa aku? Hanya aku yang peduli padamu, diluar sana tidak ada yang mau berteman dengan kaki lumpuh seperti ini karena merepotkan, meresahkan, menyebalkan dan lainnya," Lanjutnya.

Pradipta mengelus surai Pratama. "Hanya ada aku yang berada di sisimu, jadi jangan mencari seseorang selain aku!" Tambahnya.

Secara terpaksa, Pratama menuruti perkataan Pradipta, memang benar jika apa yang dikatakan Pradipta.

Pratama seketika mengingat pengalaman buruknya saat bersekolah dengan kaki lumpuh.

"Aduh~ jalan menggunakan tiga atau satu kaki ini?"

"Tentunya satu, yaitu tongkat."

"Seharusnya dia tidak bersekolah agar tidak membebani siapapun."

"Cita-citanya pasti sudah terkubur, kasian anak buntung."

"Kalau pulang pasti seret kaki." 

"Apa fungsi kakinya jika sudah lumpuh, sebaiknya dipotong saja."

"Memalukan."

"Tidak enak dipandang dan merusak pemandangan."

"Kau putus sekolah sebaiknya."

"Aku merasa kasian dengan kakaknya, pasti stress juga melihat kondisi adiknya seperti ini."

"Beban!"

"Sebaiknya mati saja."

"Apa yang kau khayalkan?"

Pratama seketika sadar dari lamunannya. "T- tidak ada apa-apa, aku hanya mengingat kenangan saat kita berkemah di gunung saja bersama orang tua kita .... saat masih hidup .... " Tatapan Pratama tersedu-sedu.

Pradipta mengangkat tubuh Pratama ke kamar Pratama sendiri. "Sudah waktunya untuk tidur siang."

"Namun, aku tidak merasa mengantuk .... bolehkah aku live streaming sebentar?"

Pradipta menidurkan Pratama di atas kasur, "Boleh-boleh saja .... setelah kau meminum susu," Ucapnya yang berlalu.

Pratama menunggu Pradipta datang dan beberapa saat kemudian, datanglah Pradipta dengan segelas air susu vanilla.

Pradipta memberikan susu kepada Pratama dan segera meneguknya hingga kandas.

Pradipta masih saja di sana sambil melihat Pratama, tidak lama kemudian. Pratama yang merasa ngantuk langsung tertidur pulas.

Dipta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang