06

584 39 8
                                    

Keesokan harinya. Kedua Maheswari bersaudara sedang mempersiapkan dirinya untuk pesta ulang tahun.

Rencananya, pada pukul dua belas siang akan dimulai pesta kecil-kecilan untuk mereka berdua saja.

Serasa dunia ini milik mereka berdua saja tanpa orang lain.

Kesehatan Pratama membaik dan menonton televisi, listrik kembali menyala saat subuh.

Sembari menunggu Pradipta yang pergi keluar entah kemana Pratama menonton kartun monkart.

Tidak kerasa sudah pukul dua belas siang dan tepat pada saat itu, Pradipta pulang ke rumah sambil membawa sebuah sekotak kardus.

Pratama penasaran apa isi kotak kardus tersebut. "Apa isinya, kak?"

Pradipta menaruh jari telunjuknya di depan mulut Pratama. "Hushh~ belum saatnya kau tau, sebentar lagi kau akan tau."

Pratama mengangguk paham. Pradipta mengangkat tubuh Pratama dan mendudukkannya di meja makan.

Pradipta berjalan ke arah kardus itu kembali dan mengambil kue vanilla.

Ukurannya lumayan besar dan cukup untuk lima orang.

Pratama menaruh dua lilin di atas kue itu dan menyalakannya dengan korek api.

"Selamat panjang umur, sejahtera selalu, panjang, panjang-panjang, panjang, panjang-panjang~"

Pradipta tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, lagu apa itu! Jelek sekali."

Pratama terkekeh. "Itu lagu ulang tahun, kata penonton ku."

Pradipta dibuat geleng-geleng kepala, "Ada-ada saja penonton mu itu."

Pratama terkekeh-kekeh, kemudian dilanjutkan sesi makan kue sambil bercanda tawa.

Setelah selesai, Pradipta berjalan menuju ke kardus yang dibawanya tadi.

Yang ternyata, isi dari kardusnya adalah sebuah set pakaian latex dan berbagai alat penyiksaan.

Pratama yang melihatnya langsung dibuat merinding, ditambah seringai Pradipta yang memikirkan suatu rencana jahat.

Pradipta memberikan pakaian latex kepada Pratama, "Cobalah, aku harap muat."

Pradipta mengangkat tubuh Pratama ke dalam kamar mandi dan membiarkan Pratama yang mengganti pakaiannya sendiri.

Saat Pratama sedang sibuk mengganti pakaian, Pradipta berjalan keluar dan mengeluarkan beberapa benda-benda aneh yang mendukung pakaian Pratama nantinya.

Setelah mengganti pakaiannya, Pradipta berjalan ke kamar mandi dan dibuat berdecak kagum melihat Pratama yang memakai pakaian latex berwarna hitam ketat sekali dan begitu menonjol, apalagi pakaian itu memenuhi tubuh Pratama.

Pradipta tertawa kecil dan mendekati Pratama, "Sudah kuduga, adikku memang cocok menggunakannya," Kemudian, Pradipta memasangkan kalung kucing di leher Pratama.

Pratama bingung kenapa dirinya harus memakai kalung kucing ini, "Memangnya yang ulang tahun siapa disini?" Belum lagi, kenapa Pratama yang merasa ulang tahun, seharusnya Pradipta.

Pradipta mengangkat tubuh Pratama dan berjalan menuju ke ruang tamu. "Kakakmu ini memiliki berbagai banyak hal yang bisa dimainkan, kau mau coba?"

Pratama hanya mengangguk saja, lagipula dirinya juga merasa bosan dan tidak tau apa yang harus dilakukan.

Pradipta mengambil borgol, memasangkannya di kedua tangan dan kedua kaki Pratama.

Pradipta menutup mata Pratama dengan kain berwarna hitam.

Kemudian, Pradipta mengambil cambuk lembut dan mulai menggelitiki kaki dan perut Pratama.

"Hahahahahahaha! Huh~ cukup! Hahahahaha, h- hentikangh hahahaha!"

Suara tawa Pratama begitu nyaring dan memenuhi seisi ruang tamu.

Pradipta melakukannya terus hingga Pratama kelelahan, deru nafasnya mulai tidak teratur.

Perutnya juga terasa sedikit sakit karena tertawa terus-menerus.

Pradipta yang sedikit bosan, langsung menyumpal mulut Pratama dengan bola kertas.

Pradipta memakai cambuk kudanya dan mencambuki tubuh Pratama.

Entah kenapa, Pradipta begitu ketagihan hingga tidak menyadari jika semua ini hanyalah mimpi belaka--

Pradipta terbangun dari mimpinya, dirinya masih dalam kamarnya sendiri.

Pradipta kembali tertidur lelap.

"Aku harus benar-benar membahagiakan adikku."

Dipta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang