14

579 42 4
                                    

Keesokan harinya. Pratama terbangun dari pingsannya, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Pradipta yang tidur di sampingnya.

Secara spontan, Pratama langsung mendorong tubuh Pradipta hingga jatuh kebawah.

Pradipta terbangun karena kaget dan menatap tajam ke arah Pratama.

Pratama sendiri langsung menundukkan kepalanya. "M- maafkan aku, k- kak," Cicitnya.

Pradipta memaklumi dan tanpa sepengetahuan Pratama, langsung menggendongnya begitu saja.

Jelas membuat Pratama terkejut dan berusaha memberontak, tapi setelah ditatap oleh Pradipta.

Menurutlah Pratama dan tidak lagi banyak gerak.

Apalagi, mood Pradipta saat ini sedang kacau dan tidak bisa diajak baik-baik.

Pradipta memandikan Pratama dan menggantikan pakaiannya, tidak lupa menyuap makanan ke dalam mulut Pratama.

Setelah selesai makan, Pradipta mencuci piring, sedangkan Pradipta menonton kartun yugioh dan dragon ball.

Pratama ingin meminta maaf kepada Pradipta, tapi melihat wajah galak dari Pradipta.

Pratama menenggelamkan wajahnya di balik tangannya. "Aku harus apa .... kakak sepertinya membenciku sekarang .... "

Pratama terus melamun hingga tidak sadar jika televisi di depannya telah dimatikan oleh Pradipta.

Pradipta duduk di samping Pratama dan memangkunya. "Adikku ini sedang pikir apa?"

Pratama tersentak dan secara tidak sengaja sikunya menyenggol wajah Pradipta.

"M- maaf kak! A- aku tidak s- s- sengaja, kak!"

Pradipta hanya mengangguk dan memeluk Pratama lebih erat. "Seharusnya kakakmu ini yang meminta maaf karena telah membuat adikku yang menyedihkan ini ketakutan."

Pratama menggeleng cepat. "T- tidak, ini salahku karena membuat kakak--"

Pradipta langsung menaruh jari telunjuknya di depan bibir Pratama. "Ini salah kakakmu yang bodoh, seharusnya kakak menjagamu, namun malah membahayakan mentalitas adikku yang malang ini."

Pradipta meraba-raba wajah Pratama, "Sungguh nasih buruk menimpa adikku ini."

Tanpa sengaja, air mata Pratama menitik dan semakin deras.

Rupanya Pradipta tidak membenci Pratama, semuanya hanyalah pikiran buruknya saja.

Pratama menyandarkan dirinya pada dada Pradipta. "Kak .... aku takut jika kalau kakak tidak menyukaiku."

"Aku lebih takut jika adikku ini tiada untuk selamanya."

Keduanya sama-sama takut kehilangan satu sama lain, seperti saling menguatkan dan bagaikan tali merah di antara keduanya.

"Mau tidur bersama kakakmu ini?"

"Iya, sudah lama aku tidak tidur dengan kakak."

Pradipta langsung mengangkat tubuh Pratama ke dalam kamar Pradipta.

Pradipta membaringkan Pratama di atas kasurnya, kemudian berjalan menuju keluar kamar.

Pratama menatap sekelilingnya, kamar Pradipta tidak banyak berubah.

Netra matanya secara tidak sengaja menangkap sebuah obyek yang bersembunyi di balik bantal.

Pratama mengambil buku itu karena pemasaran dengan isinya, apalagi judul buku itu tertulis namanya.

"Apakah ini album berisi foto-foto? Atau buku harian kakak?"

Pratama membuka buku itu dan membaca kalimat-kalimat panjang hingga ke lembaran selanjutnya.

Matanya tidak berhenti membaca paragraf demi paragraf yang tertulis di sana.

Disertai dengan foto-foto yang membuat mata Pratama membelalak.

Di buku itu juga ditulis berbagai keluh kesah Pradipta yang menginginkan keegoisannya terwujud.

Impian yang sangat dinanti-nantikan oleh Pradipta, apalagi sering sekali memimpikannya saat tertidur.

Bukan hanya itu, ada beberapa keinginan yang Pradipta inginkan untuk Pratama.

Pratama bahkan syok dan tidak dapat mengeluarkan suara apapun, benar-benar membuatnya terpaku.

Pratama terus membalikkan kertas-kertas yang mempunyai banyak isi pikiran Pradipta.

Khayalan fantasi dan imajinasi liarnya yang membuat bulu kuduk Pratama berdiri--

"Ah~ kau membacanya, adikku yang manis~"

Pratama langsung membuang buku itu ke sembarang arah, matanya tidak bisa terlepas dari Pradipta dengan senyum seringainya.

"Anak nakal harus dihukum, benar bukan?"

Suara Pratama kelu dan tubuhnya tidak dapat digerakkan, perlahan ingatan-ingatan traumanya merasuki isi kepalanya.

Pratama berjalan pelan ke arah Pradipta dan menyentuh kedua telinga Pratama, kemudian mencium jidat Pratama.

"K- k- k- k- kak? K- kenapa .... kenapa k- kakak m- melakukan .... nya?"

"Sederhana saja, aku tidak ingin kakimu sembuh agar kau menjadi milikku."

Dipta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang