Keesokan harinya.
Pradipta dan Pratama menjalani hari-harinya dengan normal, sarapan bersama, menonton televisi bersama, membuat pantun bersama, membuat origami bersama, membuat kerajinan bersama.Pokoknya, banyak waktu yang diluangkan Pradipta bersama Pratama.
Pradipta takut jika kehilangan Pratama. Apa arti hidupnya jika seperti itu? Tidak ada, hanya ada kehampaan saja.
Begitu pula dengan Pratama yang tidak ingin kehilangan Pradipta yang menjadi penopang hidupnya. Apa arti hidupnya jika seperti itu? Tidak ada, hanya ada kesepian saja.
Mereka berdua telah berjanji untuk tidak saling melepaskan satu sama lain, namun bagaimana jika liburan keluar rumah?
"Kak, bolehkah aku keluar rumah?"
Pertanyaan yang membuat Pradipta menjadi tegas. "Tidak, diluar sana bahaya dan tidak cukup aman bagimu."
"Tapi kak, ini sudah dua bulan di rumah terus .... sekali-kali aku ingin melihat pemandangan diluar sana, boleh?"
Pradipta ragu membiarkan Pratama keluar rumah, apalagi takut jika Pratama hilang. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, "Baiklah, aku menyetujuinya."
Mendengar Pradipta mengiyakan permintaan Pratama, langsung lah Pratama bergirang gembira.
"Tapi! Dengan satu syarat."
Pratama seketika memfokuskan atensinya kepada Pradipta.
"Kau harus mendengarkan perkataan ku, simpel?"
Pratama langsung saja mengangguk tanpa mempertimbangkan panjang lebar, kali ini akhirnya Pratama keluar rumah setelah dua bulan menutup diri dari dunia luar, sungguh anak rumahan sejati.
¥€¢£∆¶
Diluar rumah. Pradipta dana Pratama berjalan-jalan keliling kota untuk menikmati pemandangan perkotaan yang indah dengan menggunakan mobil.
Pradipta menyetir dan Pratama duduk di sampingnya. Terlihat wajah bahagia Pratama ketika melihat orang-orang berlalu-lalang menjalankan aktivitasnya masing-masing.
Pratama berdecak kagum ketika melihat gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi ke atas.
Bangunan-bangunan yang terbuat dari beton dan kaca dengan gaya arsitektur yang kaya akan estetika.
Pratama secara tidak sengaja melihat sebuah papan iklan yang menampilkan olahraga marathon.
Pratama menunduk kecewa saat melihat kakinya yang cocok dengan cita-citanya, yaitu pelari.
Pradipta melirik ke arah Pratama yang sedang lesu dan tidak bersemangat lagi.
Pradipta berdehem untuk menarik atensi Pratama. "Kau ingin makan apa?" Tanya Pradipta yang memulai percakapan duluan untuk mencairkan suasana.
Grunggg~
Baru saja dibicarakan, perut Pratama keroncongan. "T- terserah kakak saja yang m- memilih--""Ayolah, jangan malu-malu kucing seperti itu kepada kakakmu ini," Sela Pradipta yang terkekeh melihat Pratama yang gagap seketika, merasa malu karena perutnya keroncongan.
"Sate .... "
"Apa?" Pradipta tidak dapat mendengar apa yang dikatakan Pratama.
"Sate--"
"Tidak boleh! Yang lain saja."
Pratama berpikir dan dapat satu makanan mendunia. "Indomie seleraku--"
"Tidak, aku tidak ingin perutmu sakit lagi."
"Kue atau roti?"
Pradipta menggeleng. "Apa ada hal lain selain itu? Aku tidak ingin gigimu sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipta [End]
Teen FictionMenceritakan seorang pemuda bernama Pratama Maheswari yang mengalami kelumpuhan di bagian kakinya, tentunya Pratama tidak bisa bergerak bebas lagi seperti dahulu. Pratama memiliki kakak bernama Pradipta Maheswari yang begitu overprotektif terhadapn...