07

495 41 9
                                    

Ada beberapa hal Pratama yang bingungkan, seperti mengapa Pradipta tidak menjalani semacam operasi untuk kaki Pratama.

Bisa saja dengan bantuan kaki palsu atau mengganti tulang kaki Pratama agar bisa berjalan kembali.

Maka dari itu, Pratama memberanikan diri untuk menanyakannya kepada Pradipta.

"Kakak memiliki banyak uang, kan? Lantas, kenapa kakak tidak mau menyembuhkan kakiku--"

Prangg!

Pratama terkejut karena Pradipta membanting piring dengan kerasnya, sorot mata Pradipta juga menajam ke arah Pratama.

"K- kak? A- apa yang--"

"Kau penasaran? Cukup sederhana saja .... " Pradipta mendekati Pratama dan menindih tubuhnya di atas sofa. "Aku tidak ingin adikku kabur dari genggamanku, mudah bukan?"

Senyum Pradipta itu tidaklah terlihat ramah, melainkan senyuman jahat.

"Tetaplah lumpuh, adikku~ aku sangat menyukai adikku yang lumpuh."

Pupil mata Pratama bergetar, tubuhnya gemetaran ketika menatap mata Pradipta.

Mata Pradipta menunjukkan sebuah obsesi yang berlebihan, melakukan apapun demi mengurung Pratama kedalam sangkar.

Pradipta merogoh sesuatu di sakunya, sebuah kalung anjing dengan dilengkapi alat pelacak.

Dipasangkan lah kalung itu di leher Pratama, walaupun Pratama memberontak karena tidak ingin menggunakan kalung yang pertanda sebagai budak rumahan.

Pradipta yang cukup muak, langsung leher Pratama dengan keras, "Jika aku tidak bisa menahan mu, maka akan aku pilih opsi mayat mu yang aku awetkan--"

Pratama terbangun dari mimpinya, mimpi buruk yang akan terus membekas dalam benaknya.

Pratama tidak ingin sikap Pradipta seperti itu, tidak ingin menjadi tahanan rumah, tidak ingin menjadi obyek sebuah obsesif dari Pradipta.

Cklek

Pradipta datang dan langsung menggendong tubuh Pratama tanpa meminta izin.

Jelas Pratama kaget dan berusaha memberontak. "Kak! Lepaskan aku, kak!"

Pradipta yang bingung dengan sikap Pratama yang berubah, langsung menurunkannya di depan tangga kebawah begitu saja.

Pradipta berjalan menuruni tangga dan membiarkan Pratama untuk turun kebawah.

Jelas Pratama tidak bisa turun kesana dengan kondisi kakinya seperti itu.

"Ayo adikku, cobalah meredakan amarahku karena kau baru saja membentak kakakmu ini."

Pratama yang tidak memiliki pilihan lain selain menuruni tangga dengan pelan-pelan.

Secara pelan-pelan, namun pasti bisa sampai ke bawah--

"Ahh!!"

Bruk!

Bruk!!

Tubuh Pratama terguling ke bawah dan berakhir pingsan begitu saja.

Pradipta hanya menatap Pratama beberapa saat dan menggendongnya ke sebuah kursi pijat yang baru saja dibeli.

. . . . .

Beberapa saat kemudian. Pratama terbangun dari pingsannya.

Pratama merasakan tubuhnya bergetar dan seperti adanya aliran listrik yang sedikit menyengat tubuhnya.

Pratama melihat dirinya yang sedang menikmati kursi pijat. "A- apa yang t- terjadi di- sini~"

Pradipta muncul di belakang Pratama. "Oh, aku hanya mencoba produk baru saja, bagaimana rasanya? Enak sudah pasti."

Namun, yang membingungkan adalah mengapa tangan dan kaki Pratama diikat. "K- kak? K- kenapa a- aku d- diikat?"

Pradipta tersenyum sumringah. "Bentuk pinalti karena gagal membujuk ku," Pradipta langsung pergi dan melanjutkan pekerjaan kantornya, "Selamat menikmati kursi pijat listriknya~"

Pratama dibuat melongo, apalagi secara tiba-tiba kekuatan kursinya bertambah kuat secara drastis.

Pradipta sengaja menambahkan kekuatannya hingga maksimum. "Ah, aku ingin mendengar suara ampunan dari adikku."

Beberapa jam berlalu. Pratama harus menahan diri agar tidak pipis di celana. "Unghh~ k- kakak a- am- ampun k- kak, hiks."

Pradipta yang sengaja menulikan telinganya tidak menggubris Pratama.

Pratama terus menangis hingga meraung-raung untuk meminta melepaskan diri.

Pradipta yang merasa sudah cukup, langsung beranjak berdiri dan melepas ikatan tangan kaki Pratama.

Tubuh Pratama seketika melemas dan bersandar pada pangkuan Pradipta.

Pratama meluapkan air matanya dan terus membisik, "Maaf."

Pradipta memeluk Pratama dengan sorot mata yang lembut, "Tentu, kakakmu ini memaafkan mu."

Dipta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang