Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bagi orang-orang yang tidak begitu beruntung dalam urusan cinta, romansa adalah suatu hal yang mewah. Hadirnya hanya sekata demi sekata, terbata-bata seperti susunan kalimat pada paragraf yang kupaksakan ini. Kamu tidak perlu tahu betapa inginnya aku mengabadikan keberanian dan konyolnya diriku malam itu, di boncengan motormu. Menertawakannya sendiri dalam hati, setiap kali melewati latar kejadian yang jika diingat-ingat ternyata cukup membuat geli. Tidakkah kamu begitu?
"Hubungan antara sesama sandwich generation itu nggak bisa. Susah," balasmu seusai tertawa. Aku ingat jelas hal itu.
Di bawah gemerlap lampu kendaraan dan penerangan kota, serta belai angin malam yang ramah, aku menghargai jawabanmu yang bijaksana. Kamu benar, seorang diri menanggung beban keluarga saja sudah susah, bagaimana jika harus menambah beban keluarga lainnya, bukan? Keluarga kita? Dua kata lucu. Sungguh lebih baik jangan.
Jawabannya logis. Aku setuju. Sederhana dan tidak menyakitkan, awalnya. Meski belakangan aku mengurai beragam pikiran liar dari kalimat sederhana tersebut. Bertanya dan menjawabnya sendiri, dalam kepalaku. Mengulur beragam skenario yang mengular. Sebaiknya, harusnya, seandainya, mungkinkah, kata-kata yang tidak akrab dengan kenyataannya.
"Oh, ternyata memang benar, kalau masih sandwich gen nggak usah mikir nikah-nikahan."
Dibanding selalu menolak pernyataan orang lain di luar sana mengenai keadaan kita; keadaanku. Sudah sepatutnya aku menerima.
Bukan salahku, kan? Kita sama-sama tahu tidak ada yang bisa memilih latar belakang atau lingkungan keluarga tempat kita dilahirkan. Aku tidak cukup beruntung perihal materi. Pengaturan keuangan juga masih kelimpungan. Mencari pendapatan tambahan rasanya selalu kurang. Padahal, bila bicara tentang harta, kita diajarkan untuk selalu merasa cukup. Tidak ada yang salah juga. Daripada saling menyalahkan. Akui saja, keadaannya memang tidak sebaik yang lain.
Sial!
Dibanding membisukan kata tertentu di twitter yang cukup mengganggu untuk dibaca, seharusnya aku belajar tahu diri.
Dibanding memaksakan kisah kita tertulis dengan sempurna. Baiknya aku berhenti di sini saja.