Chapter 13

215 32 8
                                    

Kaia dan Theo berakhir di kamar asrama Kaia. Mereka duduk diatas kasur milik Kaia sementara gadis itu membersihkan luka Theo.

"Break up with him," kata Theo, sedikit meringis saat Kaia menempelkan kapas basah disudut bibirnya.

"Apa?" tanya Kaia tersentak dari lamunannya.

"Putuskan hubungan dengan dia, Kaia." Theo mengulangi ucapannya. Menangkap pergelangan Kaia dengan tangannya membuat gadis itu berhenti mengobati lukanya.

"Kenapa?" tanya Kaia lagi, mengernyitkan dahinya saat menatap Theo.

"Dia tidak baik untukmu. He's older than you, he's grooming you."

"Dia baik sebelum ini terjadi, Theo, dia memberiku banyak hadiah," jawab Kaia.

Demi Merlin, gadis ini benar benar tak tersentuh dan tidak berpengalaman. Theo memijat pelipisnya pening. "Itu salah satu dari tindakannya, Kaia. Dia memanipulasimu agar kau berpikir jika kau berhutang padanya karena dia banyak memberimu hadiah dan pada akhirnya kau akan memberikan apa yang dia inginkan. You should've experience something better than that, something more than that."

Kaia menyadari sesuatu, jika ucapan Theo benar adanya. Sebastian lebih tua darinya, dan mereka bergerak terlalu cepat mencapai dimana mereka berkencan hanya dalam berapa minggu. Gadis itu menundukkan pandangannya, dia tak mampu menatap wajah Theo karena malu.

Theo meraih dagu Kaia, membujuknya untuk mendongak dan menatapnya. "Jika kau berpikir hanya dia yang membuatmu merasa berharga, kau salah, dengannya atau tanpanya, kau tetap berharga," ucap Theo pelan.

Merasa tak yakin dengan ucapan Theo, Kaia berkedip, pandangannya memutar kesana kemari tapi tidak menatap Theo. "Bella, lihat aku. Kau lebih berharga dari satu sen terakhir dibumi ini, setidaknya bagiku. Jika aku harus mengejarmu keseluruh titik bumi, aku akan melakukannya dan jika kakiku terluka, aku akan merangkak jika memang hanya itu cara untuk mendapatkanmu."

Tanpa kesadarannya, air mata jatuh dari pelupuk matanya. Kaia tak pernah mendengar seseorang mengatakan hal paling menyentuh itu padanya.

Theo menangkup wajah Kaia dengan tangannya, mengusap air mata dari pipi gadis itu dan mengecup keningnya. Hatinya terenyuh saat melihat air mata itu mengalir. Theo tahu dia tidak boleh merasakan hal ini jika ada ayahnya sekarang, Theo tahu ayahnya akan melontarkan kalimat kalimat menusuk telinga dan hati jika dia melihat ini sekarang.

"Sorry i left you for him," bisik Kaia, tangannya menggenggam pergelangan tangan Theo yang sedang menangkup wajahnya.

"Tidak apa. We're still friends, right?"

Kaia menganggukkan kepalanya pelan seraya berusaha berhenti meneteskan air mata.

***

Keesokan harinya, lapangan Hogwarts dipenuhi murid murid sekolah lain yang akan kembali ke sekolah mereka. Beberapa orang mengucapkan selamat tinggal pada temannya, kekasihnya atau bahkan mereka yang masih berkerabat.

Disana lah Kaia berdiri menonton perpisahan yang terasa pahit manis. Namun Kaia tersentak saat tangannya tiba tiba ditarik oleh seseorang. "Berhenti," ucap Kaia, menghentakkan tangannya dari genggaman laki laki itu.

"Aku tidak percaya kau melakukan ini, Kaia. Dia mencuci otakmu, kan?" balas Sebastian, mencengkram kembali pergelangan tangan Kaia.

"Apa maksudmu? Kau ini gila." Kaia menyentakkan kembali tangannya namun Sebastian mencengkram dengan kuat hingga pergelangan tangannya memar dan memerah.

"Kau yang membuatku gila. Kau sangat harum tapi kau pergi dengan dia." Sebastian membawa tangan Kaia ke bibirnya, membuat seolah olah mereka sedang berpamitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melancholy || Theodore NottTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang