Chapter 5

682 72 26
                                    

Baru kali ini Kaia merasa senang, merasa memiliki teman perempuan. Kaia lebih dulu berteman dengan Theo, tapi dengan Pansy berbeda. Mereka bisa membicarakan tentang fashion, makeup, dan perintilan perintilan gadis lainnya.

Sekarang mereka berdua tengah berjalan bersama menuju Great Hall untuk sarapan sebelum memulai semua kelas mereka. Kaia tertawa terbahak bahak saat mendengar Pansy cerita bahwa dia pernah membuat anak laki laki mengompol ketakutan padanya.

"Yang mana, Pans?" tanya Kaia masih berusaha untum mengatur napasnya setelah tertawa.

Pansy menunjuk anak laki laki yang sepertinya ada ditahun keempat dimeja Ravenclaw. "Yang itu," ucapnya.

"No way! He's gorgeous." Kaia terkagum melihat anak laki laki yang dulunya dibully oleh Pansy berubah menjadi laki laki tampan dengan rambut pirang yang sama sepertinya.

"He's a 10 but he peed his pants," ujar Pansy membuat Kaia kembali terbahak bahak.

Seketika Kaia berhenti tertawa sebab melihat seorang gadis yang sedang berbincang dan duduk disamping Theo. Rambut gadis itu coklat gelap diblow rapi. Kaia bertanya pada dirinya sendiri; Pukul berapa gadis itu bangun untuk menyiapkan rambutnya?

Melihat perubahan Kaia, Pansy segera tahu apa yang harus dia lakukan untuk temannya. Pansy tahu jika Kaia mulai menyukai Theo, bukan sebagai teman tapi sebagai lawan jenis.

Saat mereka mendekat kearah meja Slytherin, Pansy berjalan maju mengarah tempat Theo duduk membuat Kaia berhenti berjalan. "Move, bitch," ketus Pansy mengusir gadis itu dari samping Theo.

Gadis itu berdiri tapi tidak langsung meninggalkan tempatnya duduk. Dia berhadapan dengan Pansy sekarang. "Siapa kau berani menyuruhku?" tantang gadis itu.

Dengan gerakan sepersekian detik, rambut gadis itu berada dicengkraman Pansy. "Move," ulangnya pelan tepat ditelinga gadis itu. Sontak membuat gadis itu mengangguk pelan dan pergi.

Setelah gadis itu pergi, Theo baru berani bertemu pandang dengan Kaia. "Newton," ucapnya, mengisyaratkan jika Kaia boleh duduk disampingnya.

"Selamat, tuan putri," bisik Pansy saat melewati Kaia dan memilih untuk duduk dikursi kosong lain.

Kaia tersenyum tipis saat Pansy melewatinya, dia mengambil tempat duduk disamping Theo. "Nott," ucapnya sambil mulai mengambil makanan yang ingin dia makan.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Theo, menggigit roti lapis yang diambilnya.

Akhir akhir ini mereka jarang bertemu. Pertemuan terakhir mereka saat di St. Mungo, setelah itu Kaia sibuk memperbaiki nilai nilainya karena dia berjanji pada dirinya untuk berubah dan membuat ibunya bangga kali ini saja.

"Aku baik," jawab Kaia, mengoleskan lembaran rotinya dengan selai stroberi yang disediakan. "Berusaha untuk tetap bersih," imbuhnya.

Theo hanya mengangguk anggukkan kepalanya sambil mengunyah gigitan roti lapis dimulutnya. "That's good."

"How's Nonna?" Kali ini Kaia yang balik bertanya dan mulai menggigit roti lapis yang dia buat sendiri.

"Dia kunjung membaik," balas Theo singkat.

Kaia mengangguk pelan seraya melanjutkan gigitan pada roti lapisnya. "My birthday's in two weeks," ucapnya. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia memberi tahu Theo tentang itu.

"Aku pasti akan memberimu hadiah. Apa yang kau suka?" tanya Theo, meletakkan roti lapis diatas piringnya. Dia tak pernah bersemangat dalam merencanakan sesuatu sebelumnya.

"Tidak perlu, aku memberi tahumu bukan untuk meminta hadiah," balas Kaia merasa tak enak.

"No, Newton, i want to. Parkinson memberi tahu banyak orang kalau kau seorang ballerina. Kau menunjukkan Parkinson banyak foto fotomu saat kau tampil tapi tidak menunjukkanku, aku berteman denganmu lebih dulu," lontar Theo, tak sadar jika nada bicaranya menuai sedikit kecemburuan.

Melancholy || Theodore NottTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang