Pagi itu diisi keheningan, seperti biasa. Heeseung dan Jay, sepasang suami-istri yang menikah kurang lebih dua tahun yang lalu. Keduanya menikah bukan atas dasar cinta, melainkan perjodohan yang diatur oleh keluarga masing-masing.
Suasana di rumah mereka jauh dari hangat dan penuh kasih sayang. Tidak ada percakapan manis atau tawa yang terdengar. Hanya ada suara air dari pancuran kamar mandi di lantai atas dan dentingan alat masak yang bersentuhan satu sama lain di dapur.
Heeseung turun dari lantai dua, langkahnya mantap namun tanpa ekspresi. Ia sudah rapi mengenakan setelan kantor, siap berangkat untuk bekerja. Sesekali ia melirik arlojinya, memastikan tidak terlambat.
Jay, yang masih berada di dapur, sibuk menata masakan yang baru saja selesai dimasaknya. Makanan yang masih panas itu tampak lezat, selaras dengan aromanya yang menggugah selera.
"Selamat pagi," Jay menyapa suaminya dengan senyum hangat. Heeseung hanya membalas dengan deheman dan anggukan singkat. Sudah biasa.
Keduanya makan dengan tenang di meja makan. Tidak ada percakapan antara keduanya, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Jay sesekali mencuri pandang ke arah Heeseung; suaminya tetap fokus pada makanannya.
"Aku sudah selesai."
Heeseung berdiri, Ia mengusap bibirnya dengan tisu. Namun sebelum Ia beranjak, Jay yang menyadari dasi Heeseung tampak longgar bergegas menawarkan bantuan.
"Biar kubantu." Jay mengulurkan tangannya.
Heeseung menepis tangan Jay, menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Tidak perlu," kata Heeseung, lantas merapikan sendiri pakaiannya.
"Aku berangkat," katanya. Ia melangkah keluar rumah, menaiki mobil dan berangkat bekerja.
* * *
Pagi ini terasa nyaman, seperti biasa. Toko-toko dan café-café pinggir jalan satu persatu mulai buka. Namun yang menarik perhatiannya adalah Lumine Café, yang bergaya minimalis dan semi-modern.
Meski tidak terlalu besar, café ini terkenal akan desainnya yang elegan dan hidangannya yang enak.
Interiornya didominasi furnitur netral dan berwarna putih bersih yang diterangi cahaya alami dari jendela besar. Di dinding bagian dalamnya menggantung tanaman hijau dan bunga artifisial, memberikan kesan hidup dan segar.
Jay, tokoh utama kita, tengah duduk menikmati gelato pistachio favoritnya. Rasa kacang pistachio yang kaya dan lembut menyatu sempurna di mulutnya.
"Jay!"
Sunghoon mendekati Jay dengan langkah ringan. Ia tersenyum lebar, memamerkan gigi taringnya. Wajahnya tampan dengan rambut hitam mengkilap, bahu lebar dan tubuh atletisnya dibalut dengan pakaian santai dan outer panjang berwarna coklat. Tentu saja, Ia jadi pusat perhatian.
"Hai," sapa Jay ramah. Ia menepuk pelan kursi di sampingnya, mempersilakan tempat untuk Sunghoon.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Sunghoon basa-basi, Ia menarik kursi di samping Jay dan duduk di atasnya.
"Baik. Kau bagaimana? Kudengar kau ditawari jadi model."
"Hah, benar sekali. Siapa yang mampu menolak pesona Park Sunghoon yang tampan ini?" kata Sunghoon dengan gayanya yang menyebalkan.
Sebenarnya tidak salah, hanya saja Jay merasa geli tiap kali si narsis ini bertingkah.
"Kau pakai pelet, ya," kata Jay sambil bergidik. Geli.
"Ck, kau ini." Sunghoon berdecak kesal. ia melirik gelato pistachio Jay, menyoleknya dengan tangan dan memasukkannya ke mulut.
"Jorok!"
Alih-alih minta maaf, Ia justru tersenyum tengil. Memang, kebiasaannya menggoda Jay tidak pernah hilang. Entahlah, menurutnya lucu saja ekspresi Jay saat kesal karena diganggu.
Jay menghela nafas kasar. Meski begitu, Ia tetap memakan gelatonya.
"Kudengar kau sudah menikah."
"Darimana saja kau."
"Olimpiade skating."
"Cih, ngga mungkin dua tahun penuh."
Sunghoon terkekeh. "Yah, maaf aku tidak datang ke pernikahanmu," kata Sunghoon sendu. "Bagaimana kabar suamimu? Apa dia memperlakukanmu dengan baik?"
Jay diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Sunghoon. "Ya, dia orang yang bertanggung jawab."
Jay tidak bohong, Heeseung memang orang yang bertanggung jawab. Ia rutin memberikan Jay uang bulanan yang lebih dari cukup, tidak pernah protes atau menolak jika Jay meminta tambahan untuk uang jajan atau keperluan mendadak.
Intinya, Jay tidak pernah merasa kekurangan.
"Jadi.., apa kau bahagia?"
Jay diam.
Bahagia, ya... Apa aku bahagia?
.
.
.
.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita
Fanfiction- 𝒮𝓌𝒶𝓈𝓉𝒶𝓂𝒾𝓉𝒶 : berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti "senja"; sering kali diasosiasikan dengan perasaan tenang, melankolis, atau keindahan yang penuh kedamaian; menggambarikan situasi yang indah namun diiringi dengan keheningan dan...