Delapan.

514 56 7
                                    

"Kamu semalem ngga pulang."

"Hm, iya"

"Usah sarapan? Aku perlu kesana ngga?"

"Yaudah."

"Iya, sampai nanti. Jangan lupa makan, istirahat yang cukup."

Sambungan terputus, Jay menghela nafas panjang sambil menatap Hp nya. 

Ia menghela napas, perasaan khawatir dan cemas menghampirinya. Meski begitu, ia menepisnya. Ia tidak boleh berpikiran buruk tentang suaminya. 

Suaminya saat ini tengah bekerja keras mencari nafkah untuk keduanya. Jay mencoba meyakinkan diri, memegang teguh kepercayaannya bahwa Heeseung adalah pria yang setia dan bertanggung jawab.

"Aku akan pergi jalan-jalan," katanya pada diri sendiri. Mungkin, jalan-jalan adalah cara terbaik untuknya menghilangkan pikiran negatif. 

Membaca buku di perpustakaan kota tidak terdengar buruk, ada banyak novel yang bisa dijelajahi olehnya.

Jay membuka lemari, mengambil hoodie dan celana panjang untuk dipakainya keluar. Ia sudah memakai kaos putih untuk dalaman. Namun, pergerakan Jay berhenti ketika Ia melihat pantulan dirinya di kaca lemari. 

Ia memandangi wajahnya yang mungil, dengan kulit mulus dan pipi kemerahan.

"Apa aku kurang menarik?" tanyanya pada diri sendiri.

Ia berputar, sesekali mengangkat kaosnya untuk melihat apakah dirinya terlalu gendut atau terlalu kurus. Tidak, Ia justru tampak sangat baik dengan tubuh rampingnya.

Pandangannya jatuh pada pantatnya, Ia menyentuhnya dan meremasnya pelan. "Mungkin aku kurang semok."

Jay kembali menghadap bayangannya di kaca lemari. Dulu, Ia sering dipuji terlalu manis untuk ukuran laki-laki. Beberapa juga ada, lelaki yang ingin menjadikannya pacar atau sekadar teman kencan.

Tapi kenapa.., Heeseung seolah tak pernah tertarik padanya?

Ia sudah mencoba banyak cara, tapi suaminya itu seolah tak tertarik padanya.

"Mungkin bokongku kurang seksi," Jay menggumam. "Apa aku implan saja ya?"

Jay menggeleng, mungkin belum waktunya.

Tapi sampai kapan? Ini sudah dua tahun.

"Sudahlah, memang aku harus keluar rumah untuk menepis pikiran negatif," katanya meyakinkan diri sendiri.

Tanpa pikir panjang, Ia pun bergegas memakai pakaiannya dan mengambil tasnya, lalu pergi keluar rumah untuk menghabiskan waktu luang.


* * *


Hari ini hari Sabtu, dan taman kota tampak ramai oleh muda-mudi yang menikmati waktu luang mereka. 

Jalan setapak yang berkelok-kelok dihiasi oleh deretan penjual es krim dengan berbagai rasa yang menggoda, mulai dari vanilla klasik hingga perpaduan eksotis seperti durian dan alpukat.

Banyak pasangan yang duduk di bangku-bangku taman, menikmati suasana sambil menyantap es krim atau gulali. 

Di sudut lain, terlihat beberapa penjual aksesoris lucu seperti gelang berwarna-warni, bando couple, dan kalung dengan liontin unik yang menjadi daya tarik utama banyak pasangan muda.

Tak terkecuali dengan Jake dan Heeseung yang memutuskan untuk sekedar menikmati matahari dan makan es krim di taman, mengenang masa muda dimana mereka masih bebas tanpa beban.

Keduanya tampak bahagia, sesekali saling menggoda dan bermain kejar-kejaran. Persis seperti remaja kasmaran. Heeseung sesekali akan mencuri ciuman di hidung, pipi, atau bibir Jake jika tertangkap. 

Manis sekali kelihatannya.

Sayangnya, mereka tidak tahu ada sepasang mata yang memerhatikan tak jauh dari keduanya. Hanya beberapa saat, sambil mengeluarkan ponsel dan memotret momen manis keduanya. 

Cukup sekali, sebelum pemilik sepasang mata tersebut pergi tanpa suara.

Heeseung menoleh, merasa seperti ada seseorang yang baru saja mengawasi mereka. Namun setelah Ia mencari, tidak ada siapapun. 

Ia mengedikkan bahu, mungkin hanya prasangkanya. Ia pun melanjutkan kegiatan mesra dengan Jake, kekasihnya.

"Aku mencintaimu," Jake berbisik.

Heeseung tidak menjawab, Ia mengecup manis bibir Jake. Keduanya tertawa, menikmati kencan mereka.



.



.



.



.



tbc.



haibis ini nangis nangisan. kayaknya.




SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang