Delapan Belas.

814 59 27
                                    

Enam bulan telah berlalu sejak perpisahan Jay dan Heeseung. Jay kini tinggal bersama ibunya di rumah masa kecilnya. Dengan bantuan modal dari Sunghoon dan uang tabungannya sendiri, Jay berhasil membuka sebuah toko roti sekaligus café kecil yang nyaman di samping rumahnya.

Kafe ini dengan cepat menjadi populer, sebagian besar berkat Sunghoon yang dengan sengaja memposting foto-fotonya di café tersebut di media sosial. Meski tindakannya terkesan tengil dan menyebalkan, Jay tetap merasa berterima kasih karena bantuan Sunghoon telah membawakannya banyak pelanggan.

Sementara itu, Heeseung dan Jake telah resmi menikah dua bulan yang lalu, menjadi pasangan suami-istri. Jay diundang ke pernikahan tersebut. Meskipun hatinya terasa berat, Ia memaksakan diri untuk datang. Beruntung, Sunghoon dengan setia menemani dan menguatkannya sepanjang acara.

Hubungan Jay dan Jake telah membaik, mereka telah berdamai sepenuhnya. Persahabatan antara Jay, Jake, dan Sunghoon pun kembali erat. Jake sering mengunjungi café nya, kadang sebagai pelanggan, kadang pula membantu sebagai pelayan café secara mendadak.

Di sisi lain, Heeseung tampak menghindari Jay. Pria itu bahkan terlihat enggan memasuki area kafe. Mungkin rasa bersalah masih membebani hatinya. Jay bisa melihat ekspresi canggung dan penyesalan di wajah Heeseung setiap kali mereka bertemu secara kebetulan. Namun, Jay memilih abai. Baginya, yang lalu biarlah berlalu. Kini, Ia lebih memilih fokus untuk menyembuhkan hatinya yang terluka.

Masa dua tahun bersama Heeseung bukanlah waktu yang singkat untuk dihancurkan begitu saja. Meski tidak ada yang terkesan spesial, kenangan dan perasaannya masih membekas dalam hati Jay. Akan tetapi Ia bertekad untuk bangkit dan melangkah maju, meninggalkan masa lalunya di belakang.

Suara lonceng pintu café berbunyi, menarik perhatian Jay yang sedang merapikan meja terakhir. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, kafe telah tutup sejak satu jam yang lalu dan semua pegawai sudah pulang ke rumah masing-masing.

"Sunghoon?" Jay tersenyum melihat siapa yang datang.

Di depan pintu berdiri Sunghoon, mengenakan mantel hitam panjang dan senyum tengil yang khas menghiasi wajahnya. Dia melangkah masuk dengan santai, seolah-olah waktu masih sore.

"Ada apa?"

Sunghoon tersenyum lebih lebar. "Besok mau makan malam? Aku dapat voucher diskon dari salah satu restoran Italia untuk dua orang."

Jay mengerutkan kening. "Aku?"

Sunghoon mengangguk dengan penuh semangat. "Iya, aku mengajakmu," katanya dengan nada penuh keyakinan. Tanpa menunggu jawaban dari Jay, Sunghoon berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan Jay dengan ekspresi bingung. "Aku akan menjemputmu jam 7. Dandan yang cantik, ya!"

Jay hanya bisa mendengus geli saat Sunghoon keluar dari café, meninggalkannya tanpa kesempatan untuk menolak. Dia menggelengkan kepala dengan senyum tipis, lalu mengunci pintu café dan pulang ke rumah.


* * *


Keesokan harinya, Sunghoon benar-benar menjemputnya tepat jam 7 malam. Ia sudah sangat tampan dengan setelan semi formal dan mercedes benz hitam hitam yang dikendarainya.

"Ayo, masuk," kata Sunghoon sambil tersenyum, menuntun Jay dan membukakan pintu mobil untuknya.

Mereka melaju di jalanan malam yang tenang, menuju sebuah restoran Italia yang sangat mewah. Jay mengamati bangunan megah itu dengan mata terbelalak, sulit percaya bahwa ini adalah tempat yang Sunghoon pilih.

"Serius, ini tempatnya?" tanyanya ragu.

Sunghoon hanya tersenyum. "Aku biasa makan di sini kalau dapat undangan."

SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang