Jay pulang ke rumah, langkahnya perlahan saat ia membuka pintu depan dan masuk ke dalam. Pandangannya segera tertuju pada Heeseung yang duduk di sofa. Jay berdiri sejenak di ambang pintu, perasaannya campur aduk antara sedih, dan cemas. Perlahan, Ia melangkah mendekat dengan langkahnya yang terasa berat.
Heeseung menyadari kehadiran Jay di dekatnya. Ia mengangkat wajahnya, mata mereka bertemu beberapa saat sebelum Jay memutus pandangan dan duduk berhadapan dengan suaminya.
Keheningan dan ketegangan menyelimuti ruangan, seakan-akan waktu berhenti sejenak. Jay menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bicara, namun kata-kata terasa sulit keluar. Pandangannya tertuju pada surat cerai yang tergeletak di atas meja.
"Aku memilih Jake," kata Heeseung tanpa basa basi.
Jay mengeratkan tangannya. Dadanya sakit dan sesak. Dengan tangan gemetar, Ia meraih bolpoin yang diletakkan Heeseung di atas meja. Jay menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya meski rasanya seperti hancur berkeping-keping. Ia menoleh sekilas ke arah Heeseung, mencari tanda-tanda keraguan atau penyesalan, namun yang ia temukan hanyalah raut datar yang dingin.
Jay tersenyum sinis. Miris sekali.
Jay mengumpulkan tekad dari perasaan marah dan sakit hati yang terlalu dalam. Ia menundukkan kepala dan menandatangani surat cerai itu. Tangannya bergetar saat menandatanganinya. Setiap goresan pena yang Ia lakukan seakan mengiris hatinya lebih dalam. Jay meletakkan bolpoin itu dengan tegas, seolah-olah meletakkan beban hidupnya sendiri.
"Sudah. Itu kan yang kau mau?"
Heeseung diam, tidak menjawab pertanyaan sarkas yang diajukan Jay padanya.
Ia mendongak, menahan air matanya yang hendak keluar. Menghela nafas berat, Jay berdiri, dengan langkah tegas pergi meninggalkan Heeseung yang bahkan tidak melirik atau mencoba menahannya barang sekali.
Sekarang, semuanya berakhir.
* * *
Heeseung menatap surat cerai yang sudah ditandatangani Jay di atas meja, sama sekali tidak menyentuhnya.
Apa yang baru saja Jay lakukan? Bukan. Lebih tepatnya, apa yang barusan Ia lakukan?
Heeseung memutar ingatannya ke beberapa tahun yang lalu, mengingat bagaimana pertama kali Ia bertemu dengan Jay.
Hari itu, ia menghadiri pesta ramah-tamah, tempat para pengusaha StartUp berkumpul untuk mencari relasi dan berbagi pengalaman. Heeseung yang saat itu baru merintis usahanya, diundang ke acara tersebut dengan harapan bisa memperluas jaringan bisnisnya.
Di tengah keramaian pesta, Heeseung melihat sosok Jay dan ayahnya. Jay, dengan senyum manis dan tawa yang tulus, segera menarik perhatian Heeseung. Dunianya berhenti barang sejenak, hanya untuk sekedar mengagumi sosok yang barusan dilihatnya. Ayah Jay yang menyadari pandangan Heeseung terpaku pada anaknya, berjalan mendekat, membuyarkan lamunannya.
Ayah Jay bukan pengusaha start-up seperti Heeseung dan para tamu undangan lainnya. Ia adalah pegawai dari perusahaan besar yang mengadakan acara ramah tamah ini. Itu artinya, ayah Jay memiliki informasi dan relasi dengan banyak pengusaha, baik dari perusahaan yang menaungi acara ini maupun dari banyak pengusaha Start Up lainnya.
Heeseung menyadari peluang besar di depannya. Ia berpikir, jika ia berhasil mendekati dan bergabung dengan lingkaran keluarga Jay, Ia bisa meraup banyak keuntungan dalam usahanya.
Heeseung pun memutuskan untuk menjadikan Jay istrinya, cara tercepat untuk mengamankan posisinya. Ayah Jay, yang memang berniat mengenalkan anaknya dengan para pengusaha muda, memberikan restunya dan mempersilakan Heeseung datang melamar, dengan catatan Ia memberikan kebebasan pada Jay untuk memutuskan untuk menerima atau menolak lamaran.
Satu bulan setelah pertemuan itu, Heeseung datang melamar Jay. Tak disangka, Jay menerimanya dengan begitu mudah. Dengan pernikahan ini, relasi dan keuntungan yang didapat Heeseung semakin lancar.
Terbukti. Setelah pernikahannya dengan Jay, Heeseung dengan mudah membangun relasi dengan banyak pengusaha start-up dan mendapat akses ke informasi berharga mengenai pengembangan sumber daya. Reputasi usahanya melonjak. Statusnya sebagai menantu ayah Jay membuka pintu-pintu perusahaan besar tempat ayah Jay bekerja, memperbesar pengaruh dan cakupan perusahaannya.
Namun, ada satu hal yang baru diketahui Heeseung dua hari sebelum Ia melamar Jay—hubungan persahabatan antara Jake, kekasihnya, dan Jay. Sebenarnya, Heeseung tidak ingin melakukannya. Namun, relasi yang didapat dengan bergabung dalam keluarga Jay jauh lebih menguntungkan daripada dengan keluarga Jake. Akhirnya, Heeseung memilih jalan kotor, memiliki keduanya sekaligus.
Sekarang, setelah ia berhasil mendapatkan yang diinginkannya, Heeseung mendadak merasakan kehampaan. Ia telah menghancurkan persahabatan antara Jake dan Jay. Sekarang, dengan surat cerai di tangannya, Ia harus melepaskan Jay begitu saja.
Heeseung menunduk. Ia bingung, kalut dalam pikirannya yang kusut.
.
.
.
.
tbc.
jujur sebenernya aku marah sendiri nulis ini. tapi beginilah manusia, rela menggunakan cara kotor demi mendapatkan yang ia inginkan.
lapak mukulin heeseung ➡️
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita
Fanfiction- 𝒮𝓌𝒶𝓈𝓉𝒶𝓂𝒾𝓉𝒶 : berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti "senja"; sering kali diasosiasikan dengan perasaan tenang, melankolis, atau keindahan yang penuh kedamaian; menggambarikan situasi yang indah namun diiringi dengan keheningan dan...