Tujuh Belas.

600 66 15
                                    

Kini, Heeseung dan Jay duduk berhadapan dengan hakim di ruang sidang. Keduanya menunggu dengan tegang keputusan resmi tentang perceraian mereka. Wajah Jay pucat, matanya tampak lelah; sementara Heeseung tetap dengan ekspresi datarnya.

Di barisan kursi pengunjung, ibu Jay tidak dapat menahan tangisnya. Ia tidak bisa memahami bagaimana anaknya kini harus berpisah dengan lelaki yang dulu melamarnya; lelaki yang sempat menjadi menantu tersayangnya.

Di sisi lain ruangan, orang tua Heeseung duduk dengan wajah tegang dan terkejut. Mereka tidak bisa percaya bahwa anak mereka, yang selalu mereka banggakan, kini duduk di sini dengan keputusan yang menurut mereka sangat bodoh. Bagaimana bisa Heeseung melepaskan pasangan seperti Jay?

Kedua keluarga tidak tahu, alasan dari perceraian ini tidak lain adalah akibat dari perselingkuhan yang dilakukan Heeseung.

Suasana ruang sidang semakin berat dengan ketegangan yang terasa nyata. Hakim membaca berkas-berkas di depannya dengan teliti, sementara semua orang menunggu dengan napas tertahan. Keheningan yang mencekam menambah ketidaknyamanan, setiap orang tenggelam dalam pikiran dan perasaan masing-masing.

"Baiklah. Dengan ini, Lee Heeseung dan Jay Park dinyatakan resmi bercerai."

Dan hakim mengetuk palunya, mengesahkan perpisahan dua insan yang masih kalut dalam pikiran dan perasaannya masing-masing.


* * *


Jay mendapat banyak permintaan maaf dan pelukan hangat dari keluarga Heeseung usai putusan hakim dijatuhkan atas resminya perceraian mereka. Berbanding terbalik dengan Heeseung menghadapi nyak pertanyaan dan omelan dari keluarganya sendiri. Wajah mereka penuh kekecewaan, bingung dengan keputusan bodoh yang diambil anaknya.

Jay melihat pemandangan itu dengan senyum sendu di wajahnya. Ada banyak hal yang ingin ia ungkapkan, kebenaran yang ingin ia paparkan.

Andaikan saja ia punya keberanian untuk memberitahu keluarga Heeseung bahwa anak yang mereka bangga-banggakan telah bermain kotor di belakangnya. Namun, Jay menggeleng pelan, menepis pikiran itu jauh-jauh. Tidak ada gunanya. Biarlah semuanya berlalu. Biarlah Heeseung menemukan kebahagiaannya sendiri bersama Jake.

Jay mencoba untuk tidak peduli, walaupun masih ada sedikit rasa perih dan berat di hatinya. Sekarang, yang harus Ia lakukan adalah fokus pada masa depannya. Ia harus mulai mencari nafkah karena tidak bisa lagi bergantung dengan Heeseung. Mungkin membuka toko roti tidaklah buruk, mengingat memasak adalah hobinya juga.

"Mau pulang? Ibu masakkan makanan kesukaanmu."

Jay menunduk, matanya bertemu dengan tatapan penuh kasih dari ibunya. Senyum hangat yang tersungging di bibir wanita itu seakan meredakan sejenak kepedihan yang ia rasa.

Ibunya tidak menanyakan alasan di balik perpisahannya dengan Heeseung atau apa rencananya ke depan setelah bercerai. Sebaliknya, Ia hanya mengajak Jay pulang dengan senyum yang lembut, menawarkan rasa nyaman yang telah lama Jay rindukan.

Jay mengangguk pelan, Ia menggandeng lengan ibunya. Bersama-sama, mereka berjalan keluar dari gedung pengadilan, meninggalkan semua kenangan pahit di belakang.


* * *


Hari itu, Jake mengunjunginya di rumah ibunya, memintanya untuk bicara empat mata. Mereka duduk di ruang tamu yang sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar samar. Jake, yang biasanya begitu ceria dan percaya diri, kini tampak rapuh. Dengan air mata yang menggenang di matanya, Ia meminta maaf dengan sangat tulus dan bersujud di kaki Jay.

Jay sebenarnya marah, Ia tetap berdiri di tempatnya, menatap sahabatnya yang dulu begitu Ia percayai. Meskipun begitu, Ia tidak mampu menahan diri lebih lama. Bagaimanapun, Jake adalah sahabat yang telah menemaninya sejak bangku sekolah menengah, sahabat yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Tanpa berkata apa-apa, Jay berlutut dan memeluk Jake dengan erat. Tangis Jake semakin pecah dalam pelukan Jay, melampiaskan semua sesal dan rasa bersalah di hatinya. Jay hanya diam, memberikan pelukan hangat untuk menenangkan sahabatnya. Tidak ada yang bicara, hanya terdengar suara isak tangis Jake yang memecah kesunyian.

Setelah tangis Jake mereda, Jay menangkup wajah Jake dengan kedua tangannya. Ia menghapus jejak air mata yang membasahi wajah Jake, tersenyum manis dan lembut.

Jake yang diperlakukan seperti itu menunduk. Ia terisak.

"Maaf..."

Jay mengangguk mendengarnya. "Tidak apa," katanya, "aku juga minta maaf karena mengambil Heeseung darimu."

Jake merasakan air matanya kembali menggenang. Sekali lagi, Ia memeluk sahabatnya erat, melampiaskan semua penyesalan dan permintaan maaf yang membebani hatinya. Keduanya berpelukan dalam waktu yang lama, seolah mencoba menyatukan hubungan mereka yang sempat hancur dilanda badai, meski keduanya yakin hubungan mereka tidak akan lagi sama. 

Hari itu, keduanya berdamai dengan kondisi masing-masing.



.



.



.



.



tbc.



akhirnya kita sampai juga di resolusi cerita. 

udah mau selesai kok, tapi masih tbc.

mungkin sekitar satu atau dua chapter lagi. 

mungkin ya, gatau kalo lebih.




SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang