Tiga.

580 56 12
                                    

"Akhir-akhir ini.., Heeseung pulang larut."

"Hm." Sunghoon mengangguk. Ia meletakkan cappucino nya, menatap Jay dengan satu alis terangkat. "Lalu?"

Jay menunduk kesal, Ia menjambak rambut Sunghoon sekuat tenaga.

"Itu cappucino ku!" katanya kesal, "bisakah kau berhenti mengambil makananku?"

"Aduh, aduh. Stop! Sakit! Aduh!" Sunghoon mengaduh, kepalanya mengikuti arah tangan Jay bergerak.

"Ck." Jay kembali ke tempat duduknya. Wajahnya tertekuk kesal. Kedua tangannya dilipat di depan dada, Ia menoleh ke samping.

Sementara itu, Sunghoon mengusap-usap kepalanya yang nyeri akibat kekerasan yang barusan dilakukan Jay.

Melihat itu, entah kenapa Jay merasa kasihan. Ia menyeret kursinya mendekat, duduk di samping Sunghoon. Ia menunduk, mengecek reaksi Sunghoon.

"Sakit sekali, ya? Maaf..," kata Jay sambil melepaskan tangan Sunghoon dari kepalanya, digantikan oleh tanganya. Ia memeriksa kepala sunghoon, memastikan tidak ada rambut yang rontok—meski sebenarnya Ia yakin ada beberapa helai yang tercabut.

"Kau suka sekali memakai kekerasan," komentar Sunghoon.

"Maaf."

"Ngga apa, kalau kamu aku ngga marah."

"Emang kenapa kalau bukan aku?"

"Ku jambak balik sampai botak," jawab Sunghoon asal, yang mendapat geplakan ringan dari Jay.

"Aduh, sudah cukup kau menjambakku tadi," keluh Sunghoon. Ia cemberut.

"Stop sok lemah," balas Jay kesal, Ia kembali ke tempat duduknya.

Sejak kuliah, Sunghoon dikenal sebagai orang yang suka sekali berolahraga gym. Lihat saja otot-otot di tubuh atletis itu. Membayangkan kena pukul saja sudah ngeri sekali rasanya.

"Kenapa?" tanya Sunghoon yang menyadari Jay hanya menatap cangkir cappucino nya.

"Buat kamu aja, aku beli lagi," kata Jay sambil mendorong cangkir cappucino yang tinggal separo itu ke Sunghoon.

"Kali ilfil, ya? Itu namanya indirect kiss, Jay," kata Sunghoon memelas saat Jay berdiri, hendak memesan secangkir cappucino yang baru.

"Indirect, indirect, aku sudah menikah kalau kau lupa," balas Jay ketus.

Sunghoon cemberut, meski begitu Ia tetap meminum cappucino yang disodorkan Jay. Ia menjulurkan lidahnya, tidak terlalu suka dengan rasa cappucino yang cenderung manis.

Sunghoon menoleh, menatap figur Jay dari belakang. Kaki jenjang dan tubuh yang ramping. Bahkan outer yang dikenakannya masih meninggalkan sekilas siluet yang menggambarkan lekuk tubuhnya. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja terkadang Ia heran bagaimana Jay mendapat figur seperti itu.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Jay yang menyadari tatapan Sunghoon.

Sunghoon diam, Ia mengamati wajah Jay sejenak. "Kau gendut, jelek."

Sumpah, ingin rasanya Jay menyiramkan cappucino panas ke muka Sunghoon.


* * *


Ruangan itu terletak di sebuah gedung bertingkat tinggi dengan jendela besar, menghadap ke luar dan mempertontonkan pemandangan kota dari atas. 

Di dalamnya, terdapat meja kerja minimalis dengan komputer canggih, kursi ergonomis, dan rak-rak buku yang penuh dengan literatur bisnis dan inovasi.

Dekorasi yang modern dengan tanaman hijau serta pencahayaan alami menciptakan lingkungan kerja yang produktif namun santai. 

Di sudut ruangan, terdapat sofa nyaman dan meja kopi, tempat ideal untuk beristirahat sejenak atau menerima tamu.

Heeseung, pengusaha muda yang berhasil membangun bisnisnya sendiri, dengan 14 karyawan tetap yang bekerja secara remote. Ia kini tengah bersantai, menikmati kopi panas sambil mengamati pemandangan kota dari atas.

"Heeseung."

Pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang pemuda manis dan tampan yang datang dengan senyum lebar. Rambut coklatnya sedikit berantakan, namun itu menambah pesona tersendiri baginya.

"Helo, Jake." Heeseung tersenyum melihat sosok itu. Ia meletakkan kopinya, berjalan menghampiri Jake dan membawakan tasnya.

"Aku baru saja menyelesaikan interview di beberapa perusahaan. Semoga mereka menyukaiku," kata Jake penuh harap. Ia menutup pintu, lantas duduk di sofa nyaman.

"Aku yakin mereka menyukaimu, kau punya CV yang bagus," kata Heeseung memuji. Ia meletakkan tas Jake di samping sofa, lalu pergi menyeduh kopi panas untuk Jake.

"Bagaimana istrimu?" tanya Jake. Ia menerima kopi panas dari Heeseung dengan hati-hati.

"Baik, mungkin," jawab Heeseung seadanya. Jake mengangguk.

"Aku belum pernah bertemu dengannya."

"Tidak perlu," kata Heeseung. "Aku tidak terlalu menyukainya."

Jake hanya mengangguk, Ia tak banyak bicara. Sejujurnya, Ia sedikit merasa bersalah pada istri Heeseung karena diam-diam menjadi simpanan suaminya. 

Tapi Ia sendiri tidak mau mengalah, karena bagaimanapun Heeseung adalah kekasihnya yang direbut.

"Aku berencana menceraikannya dalam waktu dekat."

Pernyataan Heeseung yang tiba-tiba membuat Jake yang menyesap perlahan kopinya sedikit terkejut. Ia meletakkan cangkirnya, mengusap sisa kopi di bibirnya.

"Kenapa?" tanya Jake.

"Aku ingin menikahimu."



.



.



.



.



tbc.


SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang