Special Chap #2

792 64 17
                                    

Suasana di stadion ice skating hari itu sangat meriah. Penonton memenuhi tribun, bersorak-sorai, dan melambaikan bendera sambil bertepuk tangan dengan penuh semangat. Lampu-lampu terang memancar, menerangi arena yang dipenuhi semangat dan antusiasme.

Hari ini adalah hari yang sangat istimewa, karena setelah empat tahun yang lalu mengundurkan diri secara mendadak dari perlombaan, Park Sunghoon berhasil kembali dan memenangkan medali emas untuk negaranya. Kemenangan ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi dirinya, tetapi juga bagi negara.

Tepuk tangan bergemuruh semakin keras saat namanya diumumkan sebagai pemenang, dan sorakan "Sunghoon! Sunghoon!" menggema di seluruh arena.

Di tengah sorak-sorai yang memekakkan telinga, wajah tampan Sunghoon terpampang jelas di layar lebar. Kamera menyorotnya dengan fokus, menangkap senyumnya yang menawan. Para penggemar, baik yang hadir langsung maupun yang menonton dari rumah, beberapa secara tidak sadar mendadak histeris. Tentu saja, mereka berteriak bukan melulu karena ketampanan Sunghoon, tapi juga karena prestasi yang diraihnya.

Iya, benar. Bukan karena Sunghoon tampan kok. Karena prestasi. Ingat itu, prestasi!

Ya, begitu.

Sunghoon sendiri tampak sangat menikmati momen ini. Dengan medali emas yang menggantung di lehernya, ia melambaikan tangan kepada penonton, mengucapkan terima kasih atas dukungan mereka. Kilauan cahaya dari medali emasnya menambah kesan megah pada momen ini. Dia merasa bangga dan bersyukur bisa kembali dan meraih kemenangan di tengah popularitasnya yang terus meningkat.

"Bagaimana perasaan anda setelah kembali dari berpartisipasi dan memenangkan medali emas?" Seorang wartawan bertanya.

"Saya sangat senang," jawab Sunghoon. "Saya sangat senang dan bangga karena berhasil membawa pulang medali emas ini untuk negara."

Sorak sorai kembali terdengar, seruan nama negara dan Park Sunghoon semakin lantang.

"Sepertinya anda cukup populer ya," goda wartawan, yang dibalas dengan tawa oleh Sunghoon.

"Jadi, apa yang ingin katakan pada semua orang di sini?"

"Saya sangat berterima kasih pada pelatih karena telah melatih dan mendidik saya hingga berhasil sampai sejauh ini, kepada negara karena telah memfasilitasi saya dengan sangat baik, pada para penggemar yang dengan setia mendukung, dan tentunya pada istri saya yang saat ini sedang duduk melihat saya di baris terdepan."

"Oh! Istri anda di sini?"

"Ya, dia di sini untuk mendukung saya."

Tiba-tiba, layar lebar yang sebelumnya menyorot penonton mendadak fokus ke seorang pemuda manis yang sibuk memalingkan wajahnya, menutupi wajahnya dari kamera.

"Eh, aduh. Jangan disorot, nanti saya ngga dapet jatah," kata Sunghoon panik, mengundang tawa dari berbagai sisi stadion.


* * *


"Aduh! Aduh! Sakit sayang, stoppp!!"

Sunghoon terus mengaduh, merasakan kupingnya yang panas karena dijewer istrinya semenjak keduanya masuk ke ruang pribadi atlet. Iya, Sunghoon dan Jay resmi menikah setahun lalu, tentunya dengan Sunghoon yang melamar dengan tidak tahu malu.


.


.



"Jay." Sunghoon berkata serius.

Jay panik, Ia melirik sekeliling yang dimana orang-orang menatapnya kasihan. Bagaimana tidak? Keduanya berada di atas es dengan Jay yang telentang di bawah dan Sunghoon yang mengukung dari atas.

"Jay, ayo kita menikah," ajak Sunghoon tiba-tiba.

Jay yang terkejut, namun bercampur malu dan panik dan kesal, dengan keras menendang bagian selatan Sunghoon, membuat pria itu berguling ke samping sambil memegangi bagian selatannya.

Jay yang kepalang kesal dan malu langsung pergi dari sana, menghiraukan Sunghoon yang terus memanggilnya.

Dasar orang gila!


.


.



Dan kini, kelakuan Sunghoon masih sama gilanya.

"Itu sebagai bentuk cintaku padamu, Jay," keta Sunghoon sambil mengelus telinganya yang masih sedikit nyeri meski jeweran Jay sudah lepas sejak beberapa saat yang lalu.

"Cinta cinta, malu-maluin iya!"

Jay masih mengomeli Sunghoon yang terus menunduk, menghiraukan tatapan geli rekan-rekan sunghoon yang mengintip dari balik pintu, merasa kasihan namun sangat mendukung perbuatan Jay. Sepertinya mereka senang sekali melihat Sunghoon dimarahi istrinya.

"Ah, sudahlah, ayo kita keluar cari makan," kata Jay yang sudah lelah mengomel.

"Ayo! Aku ganti baju dulu. Kamu mau di sini apa keluar?" tanya Sunghoon menggoda.

Jay hanya melirik sekilas, dengan tegas berjalan keluar ruangan. Sementara itu, Sunghoon hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang menggemaskan.



.



.



.



.



end.


yeyyy, akhirnya jay bahagia dengan si tengil sunghoon!




SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang