Mbul {} Sungjake

455 51 10
                                        

Happy reading and enjoy the story
Have a nice day dear♡






















Tentang Sakala, Janied, dan si kecil Iky.



“Mam lagi ya? Ayo, buka mulutnya, pesawat meluncur~”

“Nda, nda papa. No~”

Negosiasi alot, antara dua makhluk manis berbeda generasi itu berjalan begitu lama tanpa mendapat jalan keluar antara dua belah pihak. Bertepatan di meja makan pada hunian minimalis, dengan jajaran sendok bermacam bentuk menjadi saksi betapa alotnya negosiasi antara anak dan papa.

“Sedikit aja, papa mohon,” Janied berujar sabar, tangannya terangkat genggam sendok berbentuk pesawat berisikan ayam sop pada sang anak.

“Nda papa, kata yayah nda boleh pakca-pakca,” rambut hitamnya bergerak kesana-kemari, bersamaan dengan kepalanya menggeleng ribut. Kedua tangan gempal  sang anak kini buat tanda menyilang menutup mulutnya, saat dihadapi sang papa dengan semangkuk makan siangnya.

Janied pejamkan matanya sesaat, sebelum hembuskan perlahan nafasnya. Dirinya tatap lamat bermacam bentuk sendok yang teronggok tak jauh darinya, ada yang berbentuk normal dengan berbagai macam ukuran, hingga berbentuk lucu, bahkan sendok yang dirinya dapatkan dari es krim, dan berbentuk absurd sekalipun yang dirinya miliki sudah Janied keluarkan demi membujuk balita gempal, tengah asik memainkan kereta kayu di hadapannya.

Maniknya pandang lekat putra sulungnya itu, ini kali pertama Ricky menolak makanannya. Biasanya Janied akan mudah membujuk bayi berusia 39 bulan itu untuk makan, hanya dengan mengajaknya berkeliling sambil menyuapiku atau bahkan hanya mengganti sendok yang dikenakan untuk menyuapinya, Ricky akan dengan lahap memakan masakannya. Tetapi, semenjak putra sulungnya pulang dari rumah sakit setelah terkena demam tinggi, putranya itu menjadi susah makan— bahkan sop ayam bermandi wortel berbentuk bunga-bunga dan dino kesukaannya saja tidak tertoleh.

“Kalau gitu, sekali aja ya nak? Habis itu selesai, nanti kita main ke rumah uncle Hanan ketemu adek Sean mau?” aju Janied, berusaha kembali bernegosiasi dengan bos kecilnya sebab gumpalan bedak bayi itu baru memakan beberapa suap makan siangnya.

Alis tebalnya menukik tajam, “Jangan pakca papa! Iky uda bilang nda mau!” tolak Ricky untuk kesekian kalinya, kini beriringan dengan pecahnya tangis batita itu yang sudah dirinya tahan sedari tadi.

Gerakan Janied tertahan begitu saja, saat dapati tubuh jangkung sang suami muncul dari balik tubuhnya. Raih tubuh gempal Ricky dari baby chairnya, “Iyaaa, yayah disini… Jagoan yayah kenapa nangis?” Sakala pindahkan tubuh bergetar Ricky pada pangkuan, sembari elus punggung kecil putranya ia duduki kursi pada sisi tubuh Janied.

Masih dengan tangisan Ricky yang menggelegar, sepasang suami-suami itu saling melempar tanya melalui manik keduanya. Sebelum sang dominan keluarkan sebuah benda kecil berwarna putih dari saku celananya, buat Janied tatap tak percaya sang suami walaupun berujung dirinya terima.

“Kenapa nak? Bilang sama yayah sayang…” ajunya pada putranya yang masih memuluk erat lehernya, sembunyikan wajah bulatnya sudah pasti memerah padam.

“Iky ngga mau makan yayah… Nasinya jadi sedih nih, pisah sama temen-temennya,” Janied tiru suara anak kecil tengah bersedih jawab pertanyaan sang suami.

“Oh ya pa? Aduh, kasian banget nasinya pisah sama temen-temennya… Pasti nasinya sedih,” balas Sakala, berusaha tak kalah menyedihkan seperti sang suami.

“Ma-mana bica gitu!” saut Ricky sesegukan, curi tatap kedua orang tuanya dari balik bahu tegap sang ayah.

Janied ulas senyumnya, elus dada sempit Ricky yang naik turun, “Nangisnya udahan dulu ya nak, itu mukanya udah merah banget… Papa takut, nafas kamu nanti sesek.”

Belamour - Enhypen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang