6. Jiah

1.2K 269 160
                                    

Jangan spam next ya, Sayang<3

***

Tiga hari sudah Binaya terbebas dari Gantari bersaudara. Pikirannya terasa sedikit lebih tenang. Dari pagi hingga malam menghabiskan waktu di kafe Nadhif, kesibukan yang Binaya sukai. Perempuan itu sesaat lupakan fakta, perihal ketidaknormalan hidupnya. Namun, ketenangan tak bisa Binaya rengkuh lebih lama ketika semalam Javas menelepon di jam setengah dua. Mengusik Binaya begitu larut hanya untuk memamerkan suara tak ramah. Tanpa sapa, Javas langsung menodong Binaya dengan tanya, "Does making me angry give you a high?" Membuat kesadaran Binaya yang berceceran kontan menyatu dalam satu kedipan.

"Kali ini apa lagi, Jav?" Perempuan itu bertanya dengan suara yang menyirat rasa lelah. Agak bingung juga lantaran seingat Binaya, dirinya tak bikin ulah selama Javas tak ada, lantas tanya tadi konteksnya apa? "Gue salah apa lagi?"

"Saya kan udah bilang berkali-kali ke kamu, jangan berurusan sama Sangga. But you dissapoint me, Binaya. Should I teach you how to obey me? Should I?"

Binaya terkekeh sinis. "You overstep the boundaries, Jav. The part of me that belongs to you is just my body. Not my soul. Not my life. Yang bisa lo nikmati cuma apa yang lo beli, selain itu, jangan pernah berani. Jangan ikut campur ke hidup gue. Ngatur-ngatur gue harus ini dan itu, jangan ini dan itu. Keep your shitty nose out of my fucking business!"

"Woah." Javas melepas tawa rendah, nadanya menyirat arogansi, membuat pundak Binaya meremang. Terdengar helaan napas panjang sebelum Javas bilang, "Kamu ngebalikkin kata-kata saya tempo hari? Not cool, Binaya."

"Diem deh lo, Jav."

Javas terkekeh puas. "Don't—"

"Fuck that!"

Sambungan telepon lantas diputus semena-mena oleh Binaya, dan tak tanggung-tanggung, perempuan itu langsung memblokir nomor Javas. Sialnya, setelah itu ia tidak lagi bisa menyelami alam mimpi. Ia terjaga hingga pagi. Makanya kini Binaya tampak linglung selagi menyantap sereal di meja makan. Isi kepalanya berisik sekali. Kekalutan juga begitu betah mendiami dada, membuatnya lelah untuk sekadar menghela napas. Beruntung hari ini libur kerja, jadi ia bakal menebus rasa kantuk semalam dengan tidur sampai sore—kalau bisa.

Dengan sorot kosong di mata, Binaya bergerak lesu menuntaskan rutinitas paginya; sarapan, merapikan apart, mandi. Di jam sembilan sudah balik meraba-raba empuknya kasur. Akan tetapi, sial sekali, suasana hati Binaya yang semula sudah hancur jadi makin berantakan ketika sebuah pesan dari nomor tidak bernama singgahi ponsel Binaya. Isinya; Lama gak ketemu, Bi. Aku di luar, nih. Bukain pintu, dong. Perempuan itu mengernyit hebat, tak satu pun nama terbesit di kepala usai membacanya. Mustahil Javas, kentara dari ketikannya yang tak kaku. Bukan nomornya Sangga juga karena milik Sangga sudah bernama sejak empat hari lalu. Sangga_cakep🖤—begitu nama kontak yang tersimpan. Diketik dengan kelewat percaya diri oleh jari nista Sangga sendiri. Binaya biarkan saja, meski mata serasa dicolok saat membacanya. Toh, tidak salah-salah amat, Sangga kan sungguhan cakep.

Merasa tak kenali si pengirim pesan, Binaya pun mengabaikannya. Ponsel disimpan dekat bantal, sementara itu selimut ditarik hingga perut. Hampir saja Binaya memejam semisal dering nyaring tak hajar pendengaran. Kesal, gawai pun disambar, panggilan lekas diangkat. Namun, malah keheningan yang menjawab saat Binaya berulang kali menyapa dan menanyakan siapa lawan bicaranya di seberang telepon. Kekesalan Binaya memuncak ketika sambungan ia putuskan, tetapi layar yang menunjukkan panggilan masuk terlihat lagi. Oke, cukup bermainnya.

Binaya beringsut menuruni ranjang,  melangkah lebar-lebar menuju pintu. Pegangan ditarik, mulut terbuka siap memaki. Namun, begitu menemukan seorang lelaki di balik pintu, seketika sirna apa-apa yang sudah Binaya tata dalam kepala. Ia membeku—ngeblank.

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang