23. Ulat

1.3K 286 131
                                    

Di antara orang-orang yang singgah ke hidup Binaya, Binaya harap Sangga tidak akan jadi satu dari sekian yang meninggalkan. Harapan tersebut ia genggam erat-erat kemarin, sebelum kemudian Tissa datang dan memohon kepadanya untuk merayu Sangga agar sudi pergi pada ketiadaan. Tak Binaya sanggupi, tak juga ditolaknya. Binaya merasa tidak punya kapasitas sebesar itu. Memang siapa dirinya hingga bisa mengusir Sangga untuk menghilang?

Seharian Binaya renungkan sembari menunggui Sangga, karena Tissa dan Jafran menitipkan Sangga kepadanya.

Dua sejoli itu sepakat tidak mendekat selagi masih Sangga yang memegang kendali raga. Mereka melakukannya dengan perasaan yang hancur lebur. Keadaan ini tidak mudah bagi semua orang. Situasi menempatkan mereka di posisi serba sulit. Tissa hanya ingin Javas sembuh, Jafran juga demikian, dan sekarang merupakan kesempatan krusial mewujudkannya. Ada banyak alasan bagi Javas mendepak Sangga. Maka momentum tidak disia-siakan sekalipun dalam prosesnya mereka harus porak poranda bersama. Dan Selagi Javas sekuat tenaga berusaha, Tissa dan Jafran bakal ikut berupaya dengan melemahkan nyali Sangga. Sedikit demi sedikit mengikis tekad hidup si alter ego. Tissa benar-benar berharap Binaya bersedia turut serta.

Binaya dan Nadhif berjalan bersisian menyusuri sepinya koridor lantai tiga malam itu. Diantar Nadhif, si cantik pulang ke apartemen sebentar untuk mengemas beberapa helai baju sebab sepertinya akan menginap di rumah sakit beberapa hari. Obrolan dengan Tissa tadi pagi membuka segalanya. Wanita dengan senyuman lembut itu meminta maaf sebesar-besarnya atas kesalahan di masa lalu. Pada Binaya mengaku menyesal. Beliau bilang siap menerima kekecewaan Binaya, tetapi sebelum itu Tissa memohon bantuan perihal Sangga. Mengemis satu pinta sambil berurai air mata. Binaya tidak menjanjikan apa-apa, tak marah juga.

Tentang kelamnya masa lalu enggan Binaya ingat-ingat. Biarkan saja, biar berlalu. Lagipula kesalahan dilakukan ayah Binaya juga, dan ganjaran telah beliau terima—tak apa meski Binaya yang harus menanggung sebagiannya. Untuk sekarang, setelah serangkaian derita yang mendera, Binaya sebatas mendamba ketenangan. Yang dapat diselesaikan dengan maaf, maka akan Binaya maafkan—termasuk Nadhif. Di apartemen tadi, selagi menunggui Binaya mengemas barang-barangnya, menyaksikan perempuan itu berjalan ke sana dan ke mari, Nadhif sekali lagi menguntai sederet kata maaf. Ia tulus memohon, sungguh-sunggu mengakui kesalahan. Binaya yang kelewat lelah hanya merespons dengan anggukan.

"Nanti jangan sampe enggak tidur, Bi. Sekarang bukan diri sendiri aja yang sehatnya perlu dijaga, janin lo harus diperhatiin juga." Suara Nadhif lolos, pecahkan sunyi yang sejak melangkah di koridor menyandera bibir mereka.

"Dhif."

Yang dipanggil menoleh. "Ya?"

"Gue egois gak sih kalau mau Sangga bertahan?" Lantaran di kesadarannya yang paling sadar, Binaya tahu Sangga adalah kelainan yang harus musnah.

Sebaik apa pun Sangga, eksistensinya membuat Javas jadi abnormal. Binaya tahu dirinya egois jika menginginkan Sangga hidup, tetapi jika Sangga sirna, bisakah Binaya merasa hangat tatkala menatap mata Javas? Familier yang ia rasa saat bersama Javas ada lantaran diam-diam Binaya menganggap raga itu selalu Sangga. Saat sedang switch jadi Javas, tanpa siapa pun tau Binaya menyugesti dirinya bahwa itu Sangga.

"Egois, Bi," balas Nadhif dengan suara kelewat pelan. Sebab yang dirasakan Binaya juga Nadhif rasa. Nadhif mau Sangga tetap ada, tetapi melihat Javas akhir-akhir ini begitu berusaha untuk pulih, bukankah jahat menginginkan Sangga bertahan? Keinginan tersebut sama dengan ingin Javas tetap sakit, 'kan? "Javas udah hidup dengan rasa sakit selama belasan tahun. Saking sakitnya sampai-sampai memelihara Sangga. Sekarang Javas mau Sangga ilang, berarti mungkin Javas merasa diri udah cukup tangguh buat facing realita tanpa pura-pura lagi. Progres, Bi. Kabar baik. Dan meski gue lebih kenal Sangga ketimbang Javas, tapi mereka itu satu. Gue tetap bisa lihat Sangga di Javas, pun sebaliknya. Gue pun, kalau ditanya mau Sangga tetap ada atau enggak—mau. Gue mau, Bi. Tapi kan gak boleh egois. Gue enggak akan menghalangi kesembuhan orang lain karena keegoisan gue sendiri, Bi."

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang