17. Aneh

1.3K 250 125
                                    

Segalanya menjadi kian pelik. Binaya dan kebohongannya mungkin dapat menyelamatkan perempuan itu untuk sementara waktu, sebab sehabis Javas tahu, Javas tidak lagi berani menoreh luka. Memperlakukan Binaya dengan baik. Menjelma gentleman yang bikin Binaya lupa sesaat kalau Javas adalah monster yang membuat hidupnya bak dalam neraka. Perubahan sikap Javas sejalan dengan rencana Binaya, tetapi keberhasilan tersebut tak lantas bikin Binaya senang. Ia resah melangkah di atas dusta, rasa bersalah kerap terbit di dada tiap kali Javas menatap perut Binaya dengan sorot penuh damba. Ia kian jauh tenggelam dalam keraguan.

Tidakkah ini keterlaluan?

Meskipun jika dibandingkan dengan luka yang Javas berikan, pembalasan ini terasa sepadan, tapi Binaya bukan Javas yang mampu bersikap biasa saja di tengah menyaksikan senyum Javas sebelum lelaki itu kemudian Binaya dorong ke dasar jurang. Ia ketakutan selagi menyambut kehancuran Javas. Takut andai bukan rasa puas yang ia temukan di ujung nanti. Takut, andai justru rasa bersalahlah yang harus ia tanggung seumur hidup. Kemelut itu telah berkecamuk lama di benaknya, membuat lelap sulit ia gapai di setiap malamnya. Binaya perlahan terbakar dalam neraka yang ia ciptakan sendiri.

"Hai?"

Adalah kata yang Binaya dengar pasca membuka pintu. Di sana, Binaya lihat Sangga nyengir dengan tangan kanan terangkat sejajar telinga—raut wajah ceria yang hampir dua minggu tidak dapat Binaya bingkai lewat mata. Ia menyungging senyum tipis, tetapi tak memberi celah Sangga untuk masuk. Kali ini Binaya yang keluar, tak lupa pintu ditutupnya. Gelagat yang sukses membuat Sangga mengerutkan dahi. Sebelum Sangga melemparkan tanya, Binaya beringsut mengajak lelaki itu untuk turun ke market store. Sengaja, sebab Sangga jangan sampai masuki apart atau dia akan menemukan hal lebih mencurigakan; dus susu hamil, tablet penambah darah dan vitamin. Binaya tidak tahu Sangga sudah tahu atau belum perihal kebohongannya. Ini hanya jaga-jaga saja, biar jika dia belum tahu, maka tidak perlu tahu sekalian. Binaya tak ingin dustanya menyebar ke lebih banyak telinga.

"Banyak amat, Sa," kata Binaya selagi menyaksikan lelaki itu memasukkan banyak jajanan ke troli. Benar-benar banyak, hingga nyaris penuh. "Atau emang lo suka ngemil, ya?" tanyanya.

"Enggak juga."

"Terus sebanyak ini buat apa?"

"Nanti juga lo tau, Aya." Sangga ulas senyum sebelum kembali mendorong troli. Selagi melangkah, Sangga bilang, "Gue denger dari Nadhif lo udah dua mingguan nggak lagi kerja di kafe dia, tapi pas gue nanya ke Nadhif kenapa, dia nyuruh gue tanya langsung ke elo. Gue gapapa sumpah dianggap kepo, tapi boleh nggak gue tau alasannya?"

Di antara semua orang yang sekarang dekat dengannya, Binaya rasa Sangga adalah satu-satunya yang bisa sedikit ia percaya. Jadi Binaya pun ceritakan tentang malam itu. Detail, ia beberkan kelakukan brengsek Javas, membuat rahang Sangga mengeras. Lalu cerita berhenti cuma sampai di Madha yang mengantarkannya. Soal ribut-ribut di lapangan hingga ke pagi yang Binaya habiskan di pelukan Javas—tertahan di ujung lidah. Dirahasiakan dari Sangga.

" ... gitu, Sa. Jadi gue keluar ya karena muak aja. Gue kira dia tulus temenan, ujung-ujungnya ngambil manfaat dari gue juga. Emang gue kelihatan mudah banget dibego-begoin ya, Sa?" Binaya terkekeh hambar. Ia menoleh kepada Sangga, lalu bertaut tatapan mereka. "Jangan natap gue pake sorot iba, Sa."

"Ini sorot penuh cinta lho?" candanya.

Binaya menepuk pelan lengan Sangga dan bilang, "Di antara banyak orang yang jahatin gue, tolong lo jangan jadi salah satunya ya, Sa?" Perempuan itu sedikit memiringkan kepala tatkala tangan Sangga mengelus rambutnya. Binaya tersenyum tipis, lalu tiba-tiba menggamit lengan Sangga, kelakuan yang sukses menuai kekehan si lelaki. "Gue mau pegangan sama lo, boleh?"

"Pegangan dulu baru izin, ya?"

"Bukan pegangan yang ini, Sa."

Sebuah bantahan yang menjawab segalanya. Tanpa sepengetahuan Binaya, tatapan Sangga menyendu. "Tapi gue gak kuat-kuat banget, Aya. Emang gapapa?" Karena jangankan menopang dunia orang lain, untuk berdiri di atas kakinya sendiri saja Sangga mati-matian melakukannya. Tapi buat lo, gue akan nguat-nguatin diri, Aya—semoga gue enggak hilang sebelum gue bisa ngelihat lo bahagia.

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang