7. Tanggung Jawab

1.6K 278 78
                                    

⚠️Jangan spam next⚠️

***

Setengah jam yang memudar dalam perjalanan membawa Binaya tiba di halaman sebuah gedung besar. Selagi melepas helm, tatapan Binaya tertuju pada sebaris kalimat yang tertulis di dinding bagian atas bangunan. Lirih, Binaya membacanya, "Johfam sport club?" Kontan mengerut dahi Binaya. Perempuan itu menoleh ke samping, pada Sangga yang tengah merapikan rambut di hadapan kaca spion. Satu tepukan Binaya beri ke bahu Sangga, berhasil merenggut atensi lelaki itu. Mata mereka bersitatap. Sebelah alis Binaya naik, menunjukkan keheranan sekaligus menuntut penjelasan. Sangga sendiri malah senyum lebar sampai matanya jadi segaris. Tidak ada kata, Sangga semena-mena meraih tangan Binaya, menyeretnya dengan lembut.

Melangkah di sisi Sangga, Binaya tak banyak protes. Ia menutup rapat bibir dari sejak memasuki area fungsional berfasilitaskan circuit untuk boxing dan training, hingga menapaki lantai dua yang suguhkan pemandangan tak familier bagi Binaya. Menemukan tiga ring tinju di sana, Binaya lekas ambil kesimpulan; Sangga mengajaknya ke sini mungkin untuk belajar bela diri, mengingat sebelumnya Binaya alami kejadian tak menyenangkan. Binaya mengekor di belakang Sangga seraya menyapukan pandang, ada beberapa orang tengah sparing di ring. Dang! That's cool-batin perempuan itu, antusiasmenya tiba-tiba menyala.

"Oi, Bang!" Sangga setengah berteriak dengan satu tangan terangkat, sapa si lelaki berperawakan tinggi tegap yang sedang melatih di atas ring. Cengiran Sangga langsung mengembang ketika Jo mengedikkan dagu dan kemudian mengakhiri sesi latihan. Lelaki yang merupakan trainer Sangga sejak dua tahun lalu itu pun turun menghampiri Sangga, lalu setengah merengkuhnya.

"What's up, Dude?"

"Gini-gini aja, Bang."

"Enggak kreatif. Dari dulu jawaban lo nggak pernah berubah, selalu gini-gini aja. Lo ini kalau gak ngeluh ya ngalah."

"Kan konsisten."

Jo mendengkus, diusaknya puncak kepala Sangga. Lantas ia menyadari temannya ini tidak datang sendirian, Jo pun menggeser atensinya pada satu perempuan di sisi Sangga. Tatapan Jo terarah ke Binaya, tetapi pertanyaan dilemparkan ke Sangga, "Siapa, Sa?"

Sangga merangkul bahu Binaya, ceria suaranya saat berkata, "Temen gue."

Fokus Jo balik ke Sangga. Tersenyum misterius. "Kalau gue enggak keliru ngitung, ini temen cewek lo yang ke dua belas yang lo bawa ke sini, right?"

"Right, right," balas Sangga. "Semakin banyak cewek yang bisa boxing buat self defense, makin tenang hidup gue, Bang. Soalnya ini bumi diisi banyak cowok bajingan, cewek-cewek juga harus jago berantem, minimal buat ngejaga diri sendiri," jelasnya dengan mata yang pancarkan kesungguhan.

Jo tergelak. "Sa, jawaban lo template banget." Tatapnya beralih ke Binaya. "Jawaban dia persis gini di depan sebelas cewek sebelumnya, Mbak."

"Weh! Jangan buka kartu, Bang!"

"Tobat lo, Sa!"

Binaya senyum canggung, kemudian mengangguk tak kalah kaku. Namun, mengetahui diri jadi perempuan ke sekian yang dibawa Sangga ke mari membuat bibir bawah Binaya maju sekejapan-terkejut sekaligus takjub. Ternyata di balik sikap Sangga yang slengean, ada banyak wanita berhasil dibuat naksir. Sebenarnya wajar, sih. Dengan wajah rupawan dan berasal dari keluarga terpandang, pastinya gampang bagi Sangga memikat hati kaum hawa. Apalagi Sangga humoris dan lumayan gentleman, Binaya akui lelaki ini layak menjadi pusat atensi. Pantas dielu-elukan banyak wanita. Minusnya Sangga cuma satu di mata Binaya; mirip dengan Javas. Kendati demikian, Binaya tidak menyangkal jika Sangga menyenangkan dijadikan teman. Baru kenal beberapa hari saja Binaya sudah nyaman. Pertemanan ini Binaya harap bisa berlangsung awet.

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang