16. You're Welcome

1.3K 262 303
                                    

Kontradiksi, yang dimau dengan yang dirasa. Kepuasan yang biasanya Javas dapatkan dari melihat Binaya terluka kini tak terasa padahal di hadapannya sekarang Binaya remuk redam. Tangis Binaya yang memilukan tidak mampu meledakkan euforia di dada lelaki itu. Binaya menderita—adalah yang Javas damba-damba selama ini. Akan tetapi benci mendadak bermetamorfosa jadi iba. Javas juga heran dengan anomali yang terjadi kepada diri. Saya kenapa?

Javas bergeming di posisi berlututnya, membeku di atas rerumputan. Egonya tengah bergelut dengan rasa bersalah selagi menyaksikan Binaya menangis hebat. Tangisan yang dulu merupakan penghiburan baginya kini justru bikin hati Javas berdenyut. Sesaat, ia tidak tahu harus melakukan apa, lantaran Binaya bisa sehancur demikian juga karena ulah Javas sendiri. Javas ingin gapai bahu bergetar perempuan itu, sekali lagi mengutarakan maaf, tetapi sesuatu dalam diri menahannya. Ada tanya berdengung di kepala; sekarang, kata maaf yang kerap ia ucap apakah masih bagian dari upaya membalas dendam, atau sudah bergeser makna?

"Lo semau itu ngeseks sama gue, Jav? Sampe nyusul gue ke sini? Ayo kalau gitu. Mau di mana? Di sini?" tanyanya parau sembari menatap sendu Javas. Binaya putus asa dan mulai berpikir kalau kematian sepertinya lebih baik.

Sepersekian menit memudar dan si lelaki tak kunjung berucap. Abaikan tanya Binaya. Alhasil Binaya inisiatif ambil kesimpulan; anggap kebisuan Javas sebagai iya. Lantas, Binaya pun berniat melepas tautan dua tali yang menggantung di lehernya, agar baju di badan gampang dilepaskan. Akan tetapi, baru juga Binaya pegang utas tali, badannya sedikit terjengkang ke belakang akibat Javas tiba-tiba maju memeluknya. Binaya yang terlanjur putus asa sontak meronta-ronta. Ia berusaha melepaskan diri. Gumam maaf dari lelaki itu meremukkannya, sebab Binaya tahu Javas tidak tulus. Sikap manis Javas hanya sandiwara, 'kan? Sumpah, Binaya betulan takjub pada kemampuan berpura-pura Javas.
Sebab barusan, Binaya dapat melihat penyesalan di mata Javas—itu juga bagian dari kepura-puraannya, 'kan?

Javas tidak menyerah memerangkap Binaya dalam dekapannya sekalipun Binaya terus memberontak, memukul dada Javas dengan kuat dan menangis sambil minta dilepaskan. Sebab Javas tahu pada akhirnya Binaya yang akan berhenti. Dan benar saja, perempuan itu berangsur-angsur tenang setelah beberapa menit. Tersisa isakan saja di pelukan Javas. "Bi, saya nyusul kamu karena khawatir. Saya sadar bereaksi berlebihan tadi. Maaf saya udah bikin kamu ketakutan." Ini adalah kejujuran.

Binaya menyahut lirih di antara sisa tangisannya, "Don't apologize if you are just going to keep doing this shit. Ini udah kali ke sekian lo keterlaluan, Jav. Gue tau lo anggap gue peliharaan, tapi yang lo pelihara ini manusia yang punya perasaan. Lo jangan segitunya. Gue nggak sanggup." Binaya meremas kuat-kuat kain baju Javas pada bagian dada. Isakannya mereda, menyisakan segukan kecil. "Dan tolong berhenti pura-pura peduli ke gue karena gue udah tahu alasan lo ngelakuin itu."

Javas tertegun, lekas melepas peluk dan mencari-cari mata Binaya. Otak Javas langsung riuh menerka-nerka maksud ucapan Binaya. Begitu Javas menemukan tatapan nelangsa Binaya, ia bertanya waswas, "Kamu tau apa?"

"Gue tau ... lo mau balas dendam ke gue," gumam Binaya, dan dilihatnya Javas terkejut. Binaya terkekeh miris. "Kenapa harus gue yang nanggung? Kenapa harus gue di saat gue bahkan enggak tau apa-apa soal kebrengsekan ayah gue, Jav?" Akhirnya ia mengaku.

Javas resmi membeku. Seketika sirna seluruh kata dalam kepala. Ini tidak ada di rencana sehingga Javas tak tau harus merespons bagaimana. Dirinya ketahuan. Niat busuknya tersingkap terlalu cepat. "Bi—" Ia tercekat. Bibir terbuka, tetapi tak ada kata terlontar. Seharusnya kebocoran rencana tidak jadi perkara besar, justru Javas bisa menyiksa Binaya lebih leluasa. Tidak perlu repot bersandiwara. Hanya saja, kenapa Javas justru merasa khawatir? Javas takut atas banyak kemungkinan.

Binaya bicara lagi, "Gue gak nyakitin lo, tapi kenapa lo hancurin gue sampe segininya? Lo ambil hal-hal berharga di diri gue. Keperawanan, kebebasan, kepercayaan diri ... bahkan harga diri gue pun udah gak ada harganya lagi." Bulir air terus berjatuhan. Ia bicara sambil mencengkeram ujung dress. Luluh lantak seisi dadanya. "Kenapa nggak sekalian lo ambil nyawa gue? Cuma itu hal berharga yang tersisa di diri gue sekarang ... take it, kill me. Lo nggak harus capek berpura-pura lagi ke depannya kalau gue udah gak ada."

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang