13. Selalu

1.2K 267 163
                                    

Bagi Binaya, ada banyak hal di dunia yang sukar dicerna logika. Seseorang dengan kepribadian ganda menjadi salah satunya. Semula ia ragu yang demikian betulan terjadi, kemudian Javas hadir menggoyahkan keraguan perempuan itu. Kini, Binaya percaya. Namun, ia justru makin kebingungan disuguhi realita tersebut. Kok bisa ya? Sulit sekali membayangkan satu raga dihuni oleh dua jiwa, tapi di sana ada Javas dan Sangga sebagai bukti bahwa meski akal kesulitan menggapai logis, alter ego ternyata benar-benar nyata. Fakta ini membuat pandangan Binaya terhadap Javas dan Sangga berubah. Ke depannya bakal terasa aneh ketika berhadapan dengan mereka. Apalagi Sangga, sebab meskipun kepribadian Javas dan Sangga berbeda, tetapi raga Sangga tetaplah raga yang sama yang di banyak malam mendekap Binaya di atas ranjang seusai keduanya berbagi desah dan peluh dalam buaian nafsu.

Malam itu, Binaya sedang membasuh muka di wastafel ketika pintu kamar mandi melepas derit yang kemudian disusul rengkuhan pada pinggangnya. Di cermin, Binaya mendapati presensi Javas. Biasanya ia bakal mendengkus keras dan menggerutu jika lelaki itu mulai menciumi tengkuknya, tetapi kali ini Binaya tidak bereaksi berarti. Disuguhkannya sunyi, berlagak seolah eksistensi Javas nihil di sini. Karena pada kenyataannya, Javas tak sedikit pun menghargai Binaya. Ketika Javas bilang Binaya adalah peliharaannya, itu sungguh-sungguh-menyedihkan, saat Binaya anggap hal itu bercanda.

"What should I do?" bisik Javas yang sadari sikap cuek Binaya. Menyadari juga bahwa diri adalah penyebabnya. "Binaya, are you seriously giving me the silent treatment?" Bahkan saat ia gigit pelan cuping telinga Binaya, tak ada sedikit pun ringisan di wajahnya. Tak bisa begini. Javas tak suka dapati pengabaian ini. Maka ia balik tubuh Binaya, kedua tangannya menelusup di antara celah pinggang dan lengan Binaya. Jemarinya berpegangan pada tepian wastafel, merengkuh longgar raga perempuannya. Tak ada sepatah kata mengudara, tetapi dalam jalinan tatap, mata mereka berbicara tanpa suara. Bukan sorot kesal seperti hari kemarin, melainkan kekosongan yang Javas temukan di netra jernih si jelita.

Lalu si lelaki kian menyadari bahwa mungkin kata-kata dan perlakuannya tempo hari berhasil merenggut riuh di perempuan ini, membuat Binaya sunyi. Tatapan Javas menyelam pada kehampaan di mata yang kehilangan binar itu. Lama, lekat, mencari-cari.

Di mana letak maaf?

Binaya benci. Sungguh. Ada perih di tenggorokan yang ia tahan selagi ia sambut tatapan lembut Javas. Tatap itu muncul bukan karena Javas miliki rasa untuk Binaya, melainkan hadir untuk melambungkan angan Binaya ke langit. Supaya di kemudian hari, ketika Javas menjatuhkan Binaya ke dasar jurang, hancurnya Binaya akan benar-benar berantakan. Menyadari lelaki ini punya niat menghancurkan hidup dan perasaannya, Binaya muak sekaligus nelangsa. Kenapa gue, Jav?

"Say something, Bi," bisik Javas seusai mencari celah maaf di manik cokelat itu tapi tak menemukannya. Ia maju, meringkas jarak dalam sekejap mata demi menyematkan kecupan di bibir Binaya, berharap dapat memancing kekesalan perempuan itu. Namun, ia berakhir kecewa. Hanya keterdiaman yang ia dapatkan. Maka sekali lagi ia mengecup, masih didiamkan. Lagi, ia tak akan menyerah. Tiba di kecupan ke delapan, Javas menahan lebih lama pertemuan bibir mereka. Ia jaga mata tetap terbuka selagi memagut lembut dua bilah kenyal itu. Sialnya, setelah Javas menarik diri, tidak ada respons. Perempuan itu hanya menatap sambil mengusap jejak basah di bibir sendiri. Javas menghela napas. "I'm not going to stop kissing you until you open your fuckin' lips, Bi." Javas mencondongkan wajah lagi, nyaris memagut lagi andai Binaya tak melengos-tuai dengkusan keras Javas. Ia terkekeh remeh sebab akhirnya Binaya unjuk rasa kesal juga.

"Langsung aja, Jav." Binaya balikkan fokus ke Javas, tangannya turun ke ujung kaos-berencana disingkap. Namun, Javas menahannya, malah bawa tangan Binaya mendekat ke mulut dan mengecup punggungnya. Binaya menarik paksa jemari dari genggaman lelaki itu. "Bisa cepetan nggak?" tanya Binaya-resmi gagal mempertahankan topeng dinginnya. Rasa kesal mulai kentara terdengar di suaranya. Ia benci, tetapi sikap ngotot Javas menyebalkan sekali, mana bisa Binaya tahan untuk tidak memakinya.

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang