12. Bertaruh

1.3K 272 80
                                    

Binaya membutuhkan beberapa saat untuk mencerna situasi; perihal apa yang baru saja terjadi. Perempuan itu tadi mematung di dekat pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, mencuri dengar Sangga bicara sendiri di dalam sana. Semula dikiranya Sangga tengah menelepon seseorang, tetapi ternyata ponsel Sangga tergeletak di atas meja makan. Didorong rasa penasaran, ia pun melangkah lebih dekat ke pintu, mengintip dari celahnya. Lalu Binaya melihat Sangga adalah satu-satunya orang di sana. Lantas, siapakah orang yang diajak bicara oleh Sangga? Atau Sangga cuma bermonolog ria dengan pantulan dirinya sendiri di cermin?

Semua tanda tanya yang memenuhi kepala Binaya kemudian menemukan jawaban, saat Sangga mulai lontarkan serentetan kalimat ambigu dan bikin Binaya tertegun karena tiba-tiba saja namanya dibawa-bawa. Sekian menit mendengarkan, jantungnya mencelos berulang kali. Hingga akhirnya ia tiba pada sebuah kesimpulan. Titik terang yang membuat seluruh keabu-abuan menjadi pasti hitam dan putihnya. Ia kira kejanggalan di hari-hari kemarin hadir karena diri yang terlalu curiga. Mulai dari kemiripan rupa Javas dan Sangga yang terlalu mirip sekalipun mereka adalah saudara kembar, lalu perubahan sikap Javas yang tiba-tiba, Javas yang tak pernah menghubungi Binaya di saat Binaya bersama Sangga padahal Javas serius sekali ketika beri Binaya wanti-wanti untuk tak terlibat interaksi dengan Sangga. Kini, semua itu masuk akal. Binaya akhirnya tau.

Namun, kesimpulan yang Binaya tarik masih bolong di sana-sini. Butuh lebih banyak informasi agar kesimpulan itu jadi utuh. Hanya ada satu nama yang bisa Binaya tuju untuk diminta bantu. Tak buang-buang waktu, Binaya lekas menghubungi Nadhif. Semula, Binaya berniat mendatangi lelaki itu lantaran membahas hal ini haruslah dilakukan tanpa perantara benda. Binaya perlu menatap tepat ke mata Nadhif untuk memastikan kejujurannya. Namun, ia tak harus repot keluar apartemen lagi karena Nadhif yang bersikeras datang.

"Udah malem, Bi. Gak baik buat cewek keluar sendiri di jam segini. Biar gue aja yang ke situ." Begitu kata Nadhif.

Alhasil kini Binaya duduk di balkon bersama Nadhif. Diliputi keheningan pasca Binaya menyuguhkan tanya itu ke atas meja, membuat Nadhif tidak mampu berkata-kata, luntur ekspresi santainya. Untuk sesaat, mereka cuma saling tatap. Dua sorot beradu; Binaya penasaran, Nadhif kaget dan bingung.

"Should I repeat my question?" tanya Binaya. "Urusan gue sama Javas baru dimulai, Na. Sisa waktu yang akan gue pake untuk berurusan dengan dia tuh masih banyak. Gue udah tahu sedikit kebenaran tentang Javas. Kebenaran yang kayak gunung es; yang gue lihat cuma yang di permukaan, sementara bagian besarnya tenggelam di dalam air. Dan lo tau apa yang tersembunyi itu, 'kan?" Ia menatap penuh harap.

"Bi," Nadhif makin kebingungan, "gue nggak punya hak untuk menjelaskan. Gue cuma bisa mengiyakan, iya, Javas doesn't have a twin." Nadhif melengos, memutus kontak mata. Karena sorot memohon yang Binaya pendarkan sedikit lagi mampu meluluhkannya.

"Dhif?" Binaya masih usaha.

Nadhif menggeleng tegas.

Binaya menghela napas, menggigit bibir selagi mempertimbangkan; perlu nih gue bertingkah sok imut? Sebelum-sebelumnya sih pamerkan ekspresi melas sambil mengedip lugu selalu sukses membujuk para lelaki. Ah, persetan meski setelahnya bakal merinding sebadan-badan! Binaya mau tahu sejelas-jelasnya perihal kebenaran. Maka dari itu, ia gapai tangan Nadhif di atas meja, praktis bikin fokus Nadhif kembali padanya.

"Dhif, please ...?" Bibir bawah Binaya maju, ditunjukkannya ekspresi paling melas. "We are friends, right? Friends always help each other. C'mon, I just want to know more about his mental condition. Please?" Matanya mengedip lambat. Totalitas banget akting imut.

"Bi-"

"Please?"

Nadhif mengerjap pelan, sepersekian detik ia melongo. Memandang Binaya takjub. Pasalnya ini kali pertama ia disuguhi sisi manis perempuan ini. Sisi manis yang dibuat-buat, sih. Ia sadari itu. Namun, tetap saja, Nadhif menemukan hal tersebut sebagai hal yang lucu. Alhasil lelaki itu tergelak. Resmi luluh. Iya, ia memang payah.

[✓] Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang