Prolog

703 42 2
                                    



"Lo yakin bisa ngejalaninnya?"

Sambil memperhatikan sekitar, kepala itu mengangguk pelan sarat meyakinkan. Helaan nafas keluar seiring dengan asap putih mengepul di sekitar.

"Meski lo dulu diperlakukan mereka semena-mena?"

Terlihat tatapan lelaki itu tercenung cukup lama. Kilasan bagaimana gesper hitam menyabet punggungnya dan dia sekuat tenaga menahan jeritannya agar intensitas sabetan tidak ditambahkan.

"Lo sama saja seperti masuk ke lubang hitam itu lagi, Nu. Gue gak habis pikir kenapa lo malah ambil hal konyol ini alih-alih menerima yang lebih mudah."

Menyilangkan kaki, mengikuti apa yang sebelumnya Janu lakukan sembari tatapannya menyasar jauh ke masa silam.

"Lo gak takut ini akan berakhir sia-sia dan lo kembali terluka?"

Dan riak di mata Janu menjawab semua pertanyaan yang Rudi ajukan. Hal mengerikan yang coba ia gali agar menyurutkan niat Janu menghampiri orang di masa lalu.

"Enggak, gue pikir inilah saatnya gue menunjukkan pada mereka semua bagaimana gue yang sekarang," jawab Janu yakin pada akhirnya.

Rudi menyuarakan tawa bermakna ejekan sebelum membuang putung rokok lalu menginjaknya hingga menjadi serpihan tak bermakna.

"Lakukan, Nu, tapi jika nanti kehancuran menyambangi lo lagi, gue tinggal liat dan..." Terdengar suara tepuk tangan dengan senyum menjengkelkan yang coba Rudi perlihatkan.

Dan Janu tidak mengindahkan. Baginya, ini adalah kesempatan emasnya. Kesempatan untuk menunjukkan pada mereka semua yang dulu memperlakukannya tak ayal seperti binatang yang tidak dapat berbicara. Hanya diam saat disiksa, dan akan ditambah intensitasnya selagi dia menunjukkan tanda-tanda kesakitan yang dirasa.

Namun, seperti dugaan Rudi sebelumnya, Janu sudah hancur sebelum menunjukkan semuanya. Membuktikan pada mereka yang masih bisa tertawa atas semuanya. Kecuali satu... Perempuan yang kini menatap pusaran dengan mata sendu namun tak menunjukkan sedihnya perilaku. Tatapan itu kosong, seperti enggan diselami lebih dalam oleh seseorang.

Perempuan itu masih tetap diam meski semua orang beranjak pergi meninggalkan pusara yang di dalamnya terbujur kaku seseorang yang sudah dia beri peringatan sebelumnya.

Dan, Rudi melihatnya. Saat sepasang mata mereka saling berpandangan, kini dia mengerti, kegilaan apa yang Janu pertaruhkan selama ini.










Halloooo....
Lama banget ya gak bersua, bahkan beberapa cerita aku tarik kembali saking...wah kosongnya pikiranku selama beberapa waktu terakhir ini.

Aku hanya berharap cerita ini mampu aku selesaikan, tidak lagi terbengkalai seperti dua cerita sebelumnya.

Salam cinta,
Snowndis

Retas dalam HempasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang